"Dia datang Ai Hoshino, CEO Al Entertainment," bisik Pak Imura kepada Berry. Seorang wanita berpenampilan serba hitam disambut oleh sejumlah pegawai level atas di perusahaan ini. Berry dan Pak Imura mengintip dari kejauhan secara diam-diam, Berry hanya terkejut melihat kedatangan orang tersebut. "Ada apa dengan pakaiannya? Masker? Kacamata hitam? Dan topinya?" bisik Berry kepada Pak Imura. Ia penasaran mengapa bosnya tersebut memiliki style yang suram dan berbeda dari bos kebanyakan. Jika bos kebanyakan lebih memilih memakai jas atau pakaian formal lainnya yang berwarna casual, maka bosnya sendiri, Shino lebih memilih memakai baju serba hitam seperti malaikat maut. Orang-orang sering mengejek Shino dengan sebutan penyihir atau malaikat maut karena pakaiannya tersebut. "Diam saja dan lihatlah beliau! Nanti akan kuberi tahu kau, saat ini fokuslah mengintip! Hanya ini kesempatanmu bisa melihat bos secara langsung bodoh!""Aku akan ke kantor siapkan semuanya," ucapnya. Lalu, ia kel
"Aku bertanya game apa?! Bukan aplikasi apa! Jenis game apa yang akan disediakan pada aplikasi ini?!" "Sebuah game petualangan yang membutuhkan tim untuk menyerang suatu tempat musuh." Moderator menjelaskannya dengan nada sedikit jengkel. "Pak Jung, apa kau tidak pernah memainkan aplikasi game seperti ini? Karena ini cukup familiar bagiku." "Maaf, Bu Shino. Saya sudah cukup tua untuk memainkan game tersebut tetapi, saya pernah melihat cucu saya bermain game seperti itu," ucap Pak Jung sembari tersenyum tipis kepada Shino. Pak Jung memang pernah melihat cucunya, Ken, memainkan game perang dengan membentuk tim bersama menghancurkan base musuh. "Bubarkan rapat ini dan kembalilah bekerja. Dan untuk kau carilah ide baru, jangan hanya menjiplak karya orang." Shino berdiri dan berniat untuk keluar menuju rooftop. Moderator tersebut mengernyitkan alisnya kesal. "Mengapa kau seenaknya menyuruh seseorang untuk berhenti? Memang kau siapa? Pemegang saham terbesar di perusahaan ini? Pakaia
Di pesawat, Shino langsung memejamkan matanya untuk tidur. Ia merasa kurang tidur semalam, entah kenapa semalam ia mengalami insomnia. Ini bukan pertama kalinya ia pergi ke Hong kong, tapi kenapa rasanya seperti baru pertama kali.Sudah empat jam ia tertidur dan saat ini ia ingin pergi ke toilet untuk cuci muka. Satu jam lagi, ia akan berada di tanah kelahiran ayahnya dan sekaligus tempat dimakamkannya ayah Shino. Mungkin nanti ia akan menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke makam ayahnya. "Hong kong, semoga aku menemukan barang bagus di sini," ucapnya sambil menatap ke luar jendela. Tanah Hong kong mulai terlihat dari atas dan pesawat sudah mulai mendekatinya. Saat ini, ia memilih untuk tidak keluar dari hotel, karena terik matahari yang sangat menusuk matanya. Ia lebih suka keluar malam. Hari mulai petang, Shino mulai memakai baju sedikit terbuka dari biasanya. Ia tidak memakai mantel, masker, kacamata hitam, dan topi. Dia berpakaian seperti layaknya orang biasa. Ia pergi menu
"Pak Jung, siapkan sebuah kapal feri untukku. Aku ingin berlibur secara privat dengan teman lamaku di sini." Shino menelepon Pak Jung agar memberinya fasilitas kapal feri pribadi yang akan digunakannya untuk mencari pria itu. Ia tidak seharusnya berbohong pada pria tua itu, tetapi, bagaimana lagi jika ia berkata jujur maka ia pasti dilarang melakukan hal ini. Esoknya sekitar jam 8 pagi, kapal feri sudah dipersiapkan oleh Pak Jung di kota Cheung Chau. Seperti biasa, Shino berdandan seperti pria dan menyembunyikan identitas wanitanya. "Saatnya petualangan ini dimulai," batin Shino.Sekitar 1 jam-an lebih perjalanan Shino dari Cheung Chau menuju Soko Island. Sesampainya disana, ia berpesan kepada nakhoda untuk dijemput 3 hari lagi. Shino tidak ingin berlama-lama di sini melihat suramnya pulau ini. Ia berjalan terus menyelusuri hutan di pulau tersebut, ia berencana pergi ke salah satu gugusan pulau Soko Island yaitu Pulau Tai A Chau. Tai A Chau adalah rumah bagi ribuan pengungsi Viet
“Daripada aku menjadi makan malam kawanan serigala, lebih baik aku makan malam dengannya.” Shino kemudian berlari ke arah pria itu.Pria itu menyambut Shino dan merangkul layaknya seorang adik. Tubuh Shino gemetar dibuatnya dan ia hampir mati saat ini. Jika ia benar-benar mati, maka alasan utamanya adalah karena jantungnya sudah mencapai limit. "Kau asal mana? Dan berapa usiamu? Kukira kau adalah mata-mata musuh. Maafkan aku yang terlalu cepat menuduhmu yang tidak-tidak. Yaah, akhir-akhir ini aku memang lebih waspada. Apa karena aku terlalu lama tidak bertemu dengan orang ya? Hahaha…" Detak jantung Shino normal kembali, ia mulai lega saat pria itu tertawa. Rasa takutnya mulai hilang saat itu juga, tidak seperti badannya yang kekar seperti mafia. Ternyata dia lebih mirip tokoh Giant dalam kartun Doraemon.Perlahan Shino membuka matanya. Dia tertidur sejak lima jam tadi.“Di mana ini? Mengapa aku ada di sini?” gumamnya. Ia melihat sekitarnya dan tidak menemukan siapapun di sini.Kepal
Adam kemudian pergi untuk menangkap ikan dori di laut, ia ingin membuat bubur ikan untuk Shino.Shino tertidur dengan nyenyak sampai ia pun bermimpi masa kecilnya dulu.“Shino kalau kau ingin membuktikan bahwa kau bukan vampir keluarlah dari balkon rumahmu itu!” teriak seorang gadis kecil berambut pirang di luar rumah Shino.“Turunlah jika kau ingin berteman dengan kami!” tambah anak laki-laki yang berada di samping gadis itu.Shino kecil menjadi tertantang karena perkataan teman-temannya itu, ia berlari ke bawah menuju pintu rumah. Ia berniat membuktikan pada teman-temannya bahwa ia bukan vampir yang takut matahari.“Kau mau ke mana Hoshino?” ayahnya yang sedang membaca koran di ruang tamu terkejut saat Shino membuka pintu lebar-lebar dan berlari keluar dengan baju terbuka.“HOSHINO!!” Ayah Shino lari mengejar Shino dan segera menjemputnya untuk segera masuk ke rumah.“Aku bukan vampir kan?” kata Shino kecil sambil tersenyum kepada teman-temannya.Kemudian mereka menjerit saat wajah
Esoknya, Adam dan Shino mulai mengemasi semua barangnya. Sekitar 6 tahun Adam menghabiskan waktunya di pulau ini. Menjauh dari keramaian kota dan hiruk-pikuk manusia. “Kau sudah selesai?” Wanita berjaket hitam itu sudah menggendong tasnya, bersiap kembali ke tempat penginapannya. “Pergilah dulu, aku akan menyusul.” Pria itu pergi menuju kamar mandi, ia ingin membasuh mukanya. “Oke, cepatlah. Jangan sampai kau ketinggalan, walaupun berpenyakitan, aku ini peserta lomba maraton.” ujar Shino. Adam membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia membuka lemari kecil di kamarnya. Pria itu mengambil sebuah foto buram, yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang dirangkul oleh laki-laki seusia remaja. “Singkirkan ketakutanmu Adam.” gumam pelan Adam, foto itu ia masukkan ke dalam tasnya. Di sepanjang jalan, Adam hanya diam saja membuntuti Shino. Pria itu cukup terkejut, melihat semangat Shino. Jarak antar dirinya dengan Shino cukup jauh. Entah mengapa, Adam tidak ingin berjalan di samping Shino
“Sampai berapa lama kita harus seperti ini?” bisik pelan Shino. Wanita itu sudah tidak tahan dengan posisi ini yang terlihat ambigu.“Diamlah, jaga mulutmu untuk tidak bergerak. Berbicaralah dalam hati saja.” Mata Adam terus mengintip babi hutan itu dibalik pohon.Shino perlahan melirik ke arah mata biru Adam, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Entah, mulai kapan ia merasa seperti ini. Sepertinya ia harus segera berobat.“Apa warna matamu itu asli?” Shino kembali membuka mulutnya.Kini, pria itu menjauh dari tubuh Shino. Babi hutan itu sudah pergi menjauh dari mereka, ini saatnya melanjutkan perjalanan mereka.“Ada apa denganmu?” Adam tidak menghiraukan perkataan Shino, ia mulai mengambil langkah terlebih dulu dari Shino.“Sepertinya memang asli,” batin Shino.Sinar matahari mulai sedikit terlihat, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan pinus yang sangat gelap dan suram itu, jauh dari sinar matahari. Tetapi, itu juga sedikit membuat Shino mulai kewalahan, kare