Share

Chapter 4

Altair merasa suara itu berasal dari pasukan ksatria yang tengah berlatih menoleh. Altair yang  melihat ke arah bendera dengan lambang keluarga Duke Onder de sedang berkibar di atas benteng yang tinggi terlihat sama dengan yang dia lihat sebelumnya di kamar mandi.

Di atas benteng terdapat pos penjaga yang dijaga oleh beberapa orang, lengkap dengan baju zirah dan senjata yang mereka bawa seperti pedang, serta busur dan tombak. 

Mary dan Altair berusaha tidak mendengarkan teriakan tersebut dan mulai berjalan kembali meninggalkan mereka, lalu terdengar kembali suara itu dari sana.

“Setidaknya status seorang anak haram sangat cocok berpasangan dengan seorang pelayan.” ucap seseorang dengan tubuh besar dan kepala plontos terlihat dia komandan pasukan di sana.

Orang-orang mulai tertawa terbahak-bahak mendengar komandan mereka berbicara seperti itu.

“Tidak disangka selera memang akan mengikuti sesuai jalur keturunan.” ucap yang lain.

Altair berjalan menghampiri mereka. Entah insting apa yang membuatnya tiba-tiba marah dan ingin mengajak mereka berduel. Apa karena sebab rasa benci laki-laki atau karena memang pemilik tubuh ini tidak terima karena dihina, berjalan dengan yakin bahwa dirinya pasti bisa mengalahkan mereka semua. 

Altair mengambil sebuah pedang besi sungguhan dan bukan pedang kayu yang biasa digunakan untuk berlatih pedang, secara acak Altair mengambil yang terletak di atas meja.

Di sana juga terdapat beberapa senjata lainnya seperti panah, busur, tameng, baju besi dan masih banyak lagi. Mary yang tidak beranjak dari tempat di mana dia berdiri hanya melihat Altair dari jauh. 

Berharap sepupunya tidak mengalami sesuatu yang mengerikan. 

“Laki-laki jantan menyelesaikan sesuatu dengan pedang, bukan dengan adu mulut.” kata Altair membalikkan badannya melihat ke arah komandan pasukan.

Alasan lain Altair mengajak orang yang berada di hadapannya untuk berduel, karena Claretta ingin melihat reaksi bagaimana tubuh laki-laki dalam menyelesaikan sesuatu dalam keadaan emosi. 

Memanfaatkan tubuh laki-laki yang menjijikkan namun, ada rasa iba yang tiba-tiba muncul dalam benaknya perasaan yang lebih memilukan adalah Altair belum pernah sekalipun bertemu dengan ibu yang melahirkannya Claretta mengasihani sosok Altair.

Di dalam novel Altair adalah tokoh yang dikenal suka bermain dengan banyak wanita cantik, baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat biasa di Kerajaan Rhodes. 

Yang mengherankan semua wanita yang dia tiduri tidak ada sekalipun kasus yang memprotes atau menuntutnya hingga Claretta mengetahui alasannya sudah ditemukan tadi pagi. 

“Seseorang yang hanya menjadi beban dan beruntung lahir di keluarga terhormat mengajak duel komandan pasukan ksatria penyihir, sedangkan mereka tidak akan sekalipun peduli dengan kematiannya.” kata komandan tersebut sambil merentangkan kedua tangan seakan-akan semua orang yang berada di sana mendengarkan setiap ucapan. 

“Baiklah, ayo kita mulai.” tambahnya lagi dengan yakin.

Komandan berjalan menghampiri meja dimana Altair  mengambil pedang. Berjalan dengan angkuh dan memutar-mutarkan pedang seakan pedang itu hanyalah mainan anak-anak.

Altair sedang berdiri dengan siap diri. 

Matahari terasa terik membuat kedua orang yang berada di tengah tanah lapang untuk berduel mulai mengeluarkan teringat. 

Orang-orang yang tidak ikut di dalam pertarungan mencari tempat untuk berteduh dan melihat jalannya pertandingan. 

“Peraturannya adalah siapa yang dulu mengenai lawan hingga terluka dia adalah pemenangnya.” ujar komandan tersebut.

Altair  menjawabnya dengan senyuman di bibir. 

Mereka berlari saling mendekati untuk menyerang, Altair mengarahkan pada bagian kanan pelipis lawan mulai mengayunkan pedang yang berada di tangannya serangan dari Altair dapat dibaca dan dihindari dengan mudah. Pengalaman sebagai komandan pasukan membuatnya tidak mudah untuk dikalahkan.  

Komandan pasukan juga meremehkan kekuatan Altair yang lemah dan tidak bertenaga. Altair yang masih muda tidak pernah menggunakan pedang untuk bertarung dan sekarang sedang berduel dengan komandan pasukan ksatria.

         

Komandan juga berusaha menyerangnya dengan membabi buta menyerang di bagian dada Altair. Altair juga menghindari serangan pedang komandan dengan mudah dan melompat ke arah belakang punggung komandan.

Suara gesekan pedang berbunyi nyaring membuat pasukan ksatria semakin bersorak-sorak ada beberapa pelayan berhenti melakukan tugas mereka untuk menonton pertandingan itu.

Selama pertarungan Altair hanya berusaha menghindar, menjaga jarak dan memperhatikan setiap gerakan serangan lawan. 

“Bocah! Jika kau hanya ingin lari maka larilah dan aku akan dengan senang hati menebas kakimu supaya kau tidak bisa datang kesini lagi dengan mudah.” teriak sang komandan pasukan.

Altair berusaha tidak ikut termakan ucapan provokasi lawannya. Altair merasa tubuhnya panas, napas pun mulai tersengal-sengal. Apa karena sinar matahari yang terik? 

“Ada apa dengan tubuhku? Terasa panas ini bukan karena sinar matahari,” ucap batin Altair yang masih berusaha menyerang komandan pasukan.

Altair mulai sedikit kewalahan sedangkan komandan pasukan sangat bersemangat dengan duel tersebut karena dari pertandingan wajahnya memperlihatkan senyuman ingin menebas tubuh Altair. Gerakan kaki yang cepat  membuat debu-debu berterbangan di belakang tubuhnya. 

Altair berusaha menyerang kembali lawannya dan sekali lagi gerakan Altair dapat mudah dibaca lawan mereka berlari dari satu sisi ke sisi yang lain. 

Serangan Altair hanya terfokus untuk menyerang bagian vital seperti leher, kepala atau perut. 

Melihat gerakan serangan Altair yang mengarahkan pada bagian vital komandan pasukan juga berusaha menghindari dan komandan pasukan  menikmati duel diantara mereka.

Mereka berhenti menghela napas jarak mereka hanya sekitar gerakan satu ayunan pedang tatapan seolah tidak ingin ada yang mengalah karena belum ada yang terluka diantara mereka. 

Orang-orang yang melihat pertandingan itu melihat dengan sangat cermat, diiringi suara teriakan yang tidak ada habisnya. Duke Leon memperhatikan mereka yang tengah bertarung di lapangan dari tempat menara sihir. 

Beberapa menit mereka berhenti untuk menghela nafas Altair dan lawannya mulai berlari melakukan serangan lagi ketika pedang mereka saling bersilangan di udara mengeluarkan suara gesekan besi. 

SRIING...

SRIING...

Percikan api kecil juga keluar dari kedua pedang milik mereka. Altair menekan keras dan mendorongnya ke depan dengan sekuat tenaga. 

Altair melompat ke belakang, setelah lompatannya itu Altair berlari kembali mendekati lawan dengan cepat, sayangnya kaki Altair tergelincir mengenai batu kecil rasa sakit di kaki membuat akhirnya Altair terjatuh karena tidak seimbang.

Komandan yang melihat kesempatan itu dengan cepat mendekati Altair dan menargetkan kaki lawannya yang sedang berusaha berdiri. Altair yang berusaha berdiri dengan sanggahan pedang di tangan kiri melihat datangnya serangan komandan mendekat.

Mary yang melihat dari kejauhan terkejut menahan nafas membuatnya menutup mulut dengan kedua tangan.

Orang-orang di pasukkan berteriak lebih keras seakan mereka sangat menikmati pertarungan duel yang terjadi di depan mereka. Altair melihat bahwa kakinya benar-benar akan di tebas. Habislah sudah.

PANG!!

Sebuah lingkaran pelindung sihir mengelilingi Altair yang tertunduk berusaha untuk berdiri. Pedang yang berusaha menebus lingkaran sihir pelindung itu berkali-kali menebas dengan sangat kuat.

Berkali-kali pedang komandan tidak bisa menebas dan terpental bahkan untuk menembus lingkaran sihir perisai di depannya. Lingkaran sihir yang mengelilingi Altair memiliki warna pelangi tipis melindungi Altair.

Semua orang terkejut dan bertanya dari mana munculnya perisai. Altair pun tersenyum. Dia tahu bahwa sejak usia 10 tahun, calon penerus 5 penyegel Mana harus memiliki kekuatan dasar yang diturunkan oleh kakek-kakek mereka. 

Kekuatan Mana hanya bisa mereka gunakan untuk melindungi mereka dari serangan manusia, maupun makhluk magis dan monster.

Komandan mengambil jarak yang cukup aman setelah melihat lingkaran sihir yang berada di depannya.

Mengetahui hal itu, dia juga mengeluarkan Mana untuk melapisi seluruh pedang miliknya berwarna Mana merah seperti asap api yang membara. 

Terlihat tatapan komandan dengan menyeringai dengan senang.

Serangan dimulai kembali, Altair yang sudah berdiri kembali menyerang komandan pasukan. 

Pedang Mana yang digunakan komandan untuk menembus perisai membuat lingkaran sihir pelindung menjadi bergelombang tidak stabil

Serangan pedang yang diayunkan menjadi lebih kuat dan cepat 2x lipat dari sebelumnya. 

Ayunan pedang Mana kali ini, mulai terfokus untuk menebas leher Altair. Altair yang melihat hal tersebut mulai berusaha berlari menjauh untuk menghindar.

Melompat dan menghindari serangan dengan cepat, komandan hampir saja menyerang Altair dari belakang yang hampir kehilangan konsentrasi, Altair berbalik untuk menangkis pedang dengan kedua tangan. 

Komandan yang tiba-tiba menghilang dari pandangan, mengarahkan pedang di atas leher Altair.

Ujung pedang mengenai leher Altair dan tergores mengeluarkan darah,  pedang yang berada di genggaman komandan itu langsung berhenti  tidak bisa bergerak. 

Lingkaran sihir menghentikan gerakkan pedang dan menekan kekuatan Mana milik komandan dan akhirnya memotong pedang besi yang terapit diantara celah hingga patah.

Melihat pedangnya sudah tidak bisa digerakkan komandan akhirnya melepaskan pedang yang berada di tangannya.

Suara pedang terjatuh terdengar, orang-orang yang berada di sekitar mulai terdiam tanpa ada suara. 

Mary hanya bisa menahan napas, air matanya mulai mengalir membasahi kedua tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status