Home / Fantasi / 5 games on / Chapter 3

Share

Chapter 3

Author: Lyxn
last update Last Updated: 2021-08-07 00:24:15

Altair duduk di ruang makan bersama keluarganya mereka seperti yang dia lihat di lukisan tadi pagi dan sibuk dengan makanan di atas meja masing-masing.

Ayah Altair duduk di meja utama kepala keluarga, di sebelah kanan duduk  seorang wanita yang juga dipanggil ibu oleh anak-anak gadis saudari Altair. Mereka semua memiliki paras wajah yang rupawan. 

Banyak orang yang berdiri melayani keluarga yang sedang makan itu ada memegang botol minuman anggur dan troli berisi makanan. 

Altair duduk di sebelah kiri ayahnya dengan tenang memakan apa yang ada di depannya. Masih berusaha berfikir dengan keras apa yang sedang menimpa dirinya (Claretta) sekarang dan memikirkan bagaimana keadaan ibunya sekarang?

Sehingga membuat makanan enak di hadapan Altair terasa hambar. 

“Ibu lihat! Kak Altair menangis.” ucap seorang gadis paling kecil yang tengah memegang segelas susu di tangannya.

Wanita itu tidak terlalu menghiraukan apa yang sedang terjadi dengan Altair dan berkata, “Untuk seseorang yang sebentar lagi mengadakan acara kedewasaan, tidak  seharusnya dia menangis,”

“Apalagi dia adalah seorang laki-laki,” jawab wanita yang dipanggil ibu sembari melirik ke arah Altair.

“Kecuali jika dia sudah sadar atas kesalahan dan status yang selama ini diperbuat yang selalu bertingkah kotor seperti ibunya.” imbuhnya lagi.

Ayah Altair hanya mengeluarkan suara berdehem, meletakkan pisau dan meminum segelas anggur. Altair masih tidak mengerti, kenapa orang-orang di sini bersikap seperti itu. 

Saat Mary dan kepala pelayan memergoki Altair keadaan telanjang, kepala pelayan mengatakan bahwa Duke mengajaknya untuk sarapan bersama dengan wajah datar.

“Bagaimana persiapanmu untuk upacara kedewasaan?” tanya ayahnya.

Altair yang ditanyakan hal itu, langsung menjawab.

“Semuanya sudah siap, ayah” jawabnya dengan datar. 

Aneh rasanya saat Altair yang mengenali sebagai orang asing yang duduk di sampingnya, kini harus di panggil dengan sebutan ayah olehnya.

Bayangan kematian yang menimpa dirinya semalam masih membekas dalam ingatan membuat perut dan kepalanya terasa sakit.

“Lakukan dengan benar demi martabat keluarga dan kekaisaran” imbuh si ayah.

“Bagaimana bisa dia ditakdirkan sebagai penerus keluarga dengan baik, sedangkan dia terlahir dari ibu seorang budak yang menjadi pelayan. Setelah diselamatkan, ibunya bertingkah seperti pelacur.” celetuk gadis tertuanya.

Altair mendengarkan kata-kata yang tidak asing baginya. Saat dirinya masih menjadi Claretta atau sudah menempati sosok orang lain tetap saja, hanya hinaan yang dia dapat.

“Ayah, aku sudah selesai. Bolehkah aku pergi dari sini?” tanya Altair.

“Ya,” jawab singkat ayahnya.

Kursi berdecit dan Altair meninggalkan meja makan, mereka yang masih sibuk dengan makanan mereka tidak tertarik sama sekali dengan kepergian Altair dari sana.

Makanan Altair tidak tersentuh dan dia pergi meninggalkan mereka semua.

Saat akan hendak menuju ke kamarnya Altair menyadari bisa menemukan informasi tentang dunia ini di perpustakaan keluarga miliknya.

Segera Altair membelokkan langkah kakinya dan pergi menemui Mary. Mencari di setiap sudut ruangan mansion yang sangat besar namun, langkahnya seperti tidak asing saat menyusuri mansion yang baru pertama kali dia lihat.

Altair yang tiba di dapur menanyakan ke beberapa pelayan yang ada disana.

“Dimana Mary?” tanya Altair yang tiba-tiba muncul di pintu dapur.

Tidak ada suara atau sambutan unutk Altair. Mereka semua terdiam dan enggan menjawab pertanyaan Altair karena para pelayan khawatir Duchess akan menganiaya mereka jika terlihat berbicara dengan Altair.

Ada satu pelayan laki-laki yang baru saja bekerja di keluarga ini, tidak mengetahui peraturan tersebut.

Siapa saja yang terlihat berbuat baik kepada Altair akan dihukum fisik.

“Dia ada di tempat mencuci, mungkin sekarang dia sedang menjemur kain.” jawab pelayan itu dengan polos.

“Terima kasih.” jawab Altair sembari keluar dengan cepat.

Setelah melihat Altair yang berhambur lari keluar dari dapur seorang pelayan yang lain mendatangi pelayan yang menjawab pertanyaan Altair.

“Celaka kau, jika ada seseorang yang melaporkanmu berbicara dengannya kau pasti akan disiksa,” ucap teman yang berada di sebelahnya. 

Pelayan itu menoleh ke semua orang dengan tatapan ketakutan berharap ada yang mau menolongnya namun, mereka bersembunyi melihatnya, ada yang tersenyum menyeringai, bahkan ada yang tidak peduli dengan mengalihkan pandangan mereka.

“Kenapa tidak ada yang memberitahukan?” tanyanya dengan nada bingung.

“Duchess melakukan itu untuk melihat siapa mata-mata yang berani masuk di keluarga Onder de dan berani menyusup atas nama ibu Altair.” jawabnya lagi.

“Berdoa saja semoga kau berada dalam lindungan dewa.” ucap pegawai lain sambil menepuk bahunya. 

Altair berlari menelusuri halaman belakang tempat biasa para pelayan menjemur pakaian. Altair yang menemukan sosok dengan rambut pendek sedang membelakanginya. Mary sedang menjemur sebuah selimut tebal dan beberapa baju. 

Para pelayan wanita yang berada di sana melihat kedatangan Altair mulai berbisik.

Altair mendekati Mary dan menepuk bahuny Mary yang terkejut menjatuhkan kain tersebut beruntung Altair yang sigap langsung mengambil kain hingga tidak jatuh ke lantai. Mary menoleh dan melihat tuannya yang sudah berdiri di belakangnya.

“A...Ada apa tuan kemari?” tanya Mary dengan suara gugup.

Altair yang mendengar suara Mary yang terdengar gugup merasa heran, intonasi suara Mary berubah setiap kali mereka berada ditempat yang terdapat banyak orang, sedangkan jika hanya ada mereka berdua dia seolah-olah bersikap biasa.

“Tolong bantu aku, aku ingin pergi ke perpustakaan.” ucap Altair yang tidak menghiraukan rasa herannya.

Mary bertanya-tanya kenapa tuannya ingin dia mengantarkan ke perpustakaan. Padahal Altair adalah anak dari keluarga Duke. 

“Baiklah tuan.” jawab Mary tanpa menanyakannya lagi karena Mary melihat tatapan semua orang sedang mengawasi mereka.

Mereka akhirnya pergi meninggalkan tempat jemuran. Pandangan semua orang masih tidak lepas sampai kepergian mereka tidak terlihat.

“Maafkan atas sikap saya tadi, izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Mary, dan saya berasal dari negeri tempat ibu tuan berasal.”

“Bisakah kau menceritakan dengan jelas keadaan disini?” tanya Altair yang sedang melihat sekeliling.

Mary menceritakan status dan hubungannya dengan ibu Altair yang adalah seorang budak dari negeri miskin.

Raja mereka menggelapkan uang rakyatnya hanya unutk kesenangan mereka sendiri dan keluarga kerajaan. Bukan hanya Raja, para bangsawan disana hidup dengan mewah yang mengandalkan pajak yang tidak bermoral dan merampas. Hidup dengan belas kasihan dari negara dan kekaisaran lain. 

Jika ada pengelana yang terlihat kaya datang mengunjungi negara tersebut, mereka dengan senang hati menjilati pendatang-pendatang tersebut, rakyat mereka juga bersikap seperti pengemis yang akan selalu menempel pada kereta-kereta kuda sampai mereka diberi uang. 

Ibu Altair diperjualbelikan di pasar lelang ibu kota negara dan mereka dengan terang-terangan melakukan transaksi tersebut di hadapan semua orang yang banyak dilihat oleh para bangsawan atau anak-anak kecil.

Saat itu ayah Altair, yaitu Duke Leon Onder de melakukan tugas perjalanan ke negara tersebut untuk melakukan  perjanjian diplomasi antar negara dan mengirimkan penyihir-penyihir utusan ke sana. 

Duke Leon mengubah kereta kuda beserta rombongannya menjadi kereta kumuh dan lusuh sebelum memasuki negara tersebut untuk menghindari sikap rakyat negara itu yang tidak nyaman.

Setelah urusan Duke Leon selesai, dia dan rombongan kebetulan melewati tempat pelelangan budak diwaktu yang bersamaan ibu Altair sedang dilelang oleh kepala pelelang.

“Siapa yang ingin membelinya? Akan aku buka dengan harga 13.000 koin emas.” teriak laki-laki botak berbadan besar.

“13.000 koin emas? Apa tidak terlalu mahal untuk seorang wanita biasa?” tanya seorang pembeli lainnya.

“Jika kalian membelinya, aku jamin kalian tidak akan menyesal.” terdengar kepala pelelang yang maju mendekati salah satu pembeli di depannya.

Orang-orang yang berada di sana gaduh dengan ucapan yang keluar dari mulut ketua pelelang itu. Ibu Altair dengan pakaian lusuh dan mulut yang diikat dengan tali kapal terlihat menyedihkan dengan air mata yang terus mengalir dan berusaha unutk meminta tolong.

Karena tidak ada yang membelinya, Duke Leon akhirnya membeli budak tersebut dengan harga yang telah disepakati. Duke membawa ibu Altair ke kerajaan Rhodes dan menjadikannya pelayan di kediaman Duke. 

Entah bagaimana Ibu Altair hamil dan dinikahi oleh Duke. Ketika masa kehamilan Altair Ibunya sakit keras. Saintess yang berada di sana melihat firman dewa bahwa dirinya akan memiliki anak laki-laki. 

Dari pernikahan Duke Leon dengan istrinya hanya melahirkan 3 anak perempuan. Akan tetapi ibu Altair harus mati, karena tidak bisa menahan kelahiran anaknya.

“Saya adalah keponakan ibu anda, tuan.” jawab Mary

“Saya ada di sini karena saya mendengar, bahwa sepupu saya telah tertidur selama 1 bulan, sehingga saya merasa khawatir dengan anda. Maafkan atas kelancangan saya selama ini.” ucap Mary dengan sopan.

Altair merasa lega paling tidak dia bisa memiliki dan mengenal seseorang yang baik mau membantunya selama berada di keluarga ini. Di Perjalanan mereka menuju perpustakaan. Mereka melewati pasukan ksatria khusus milik Duke Leon sedang berlatih pedang. 

Ada yang menggunakan baju besi, kaos latihan bahkan ada yang bertelanjang dada. Lalu terdengar suara teriakan yang keras.

“Oi.” teriak suara seseorang dari pasukan disana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • 5 games on   Chapter 90

    Pemilik toko langsung mengarahkan tangan terampilnya menarik Altair masuk ke dalam. Dia tidak bisa menolak ajakan yang belum dikenal sebelumnya seakan ikut terpengaruh suasana toko kain semenjak masuk ke dalam. Altair berdiri di atas podium mini beberapa karyawan memasuki ruangan berbaris dengan rapi membawa senjata serta alat untuk menyerangnya. Keahlian mereka bergerak cepat mengukur tubuh Altair setiap inchi. “Tidak bisa begini,” ucap salah satu karyawan yang berada dibelakang Altair sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat dan kemudian menarik baju Altair menanggalkan sehingga setengah telanjang. Tangan-tangan mereka semakin liar, lima orang lainnya mencatat apa saja yang diucapkan rekan-rekannya. Pemilik toko melihat dengan puas berkelana menggunakan pikirannya sendiri. Orang-orang dari balik tirai bersembunyi sudah tidak sabar untuk keluar akan tetapi ditahan oleh temannya. Altair layaknya hewan ternak yang patuh untuk diperah tidak melakukan perlawanan. “Silahkan tunggu

  • 5 games on   Chapter 89

    Aroma vanila sangat manis untuk dinikmati, bau roti yang baru saja keluar dari panggangan mengepulkan asap, kue-kue kering yang tersusun rapi di ranjang-ranjang anyaman terbuat dari bambu ditutupi taplak meja.Di atas meja dipenuhi oleh bir, kue pie, bouquet, buah-buahan dan tidak lupa vas bunga berisi air digunakan untuk meletakkan bunga matahri sebesar piring. Para pria sedang bersemangat melakukan duel serta taruhan minum bir, perasaan senang mereka merambat ke meja-meja lain.Di malam hari ibukota kembali mengadakan pesta meriah di depan-depan rumah mereka, para wanita menggerakkan tubuhnya yang indah, gaun-gaun mereka melambai-lambai luwes menyeret di atas paving. Sepatu-sepatu yang dihentakkan seirama dengan dentuman musik yang nyaring, terdengar suara siulan menggoda mereka.“Halo tuan muda,” ucap seorang gadis yang sedari tadi melihat ke arah Altair bersama kawan-kawannya dari jauh berteduh di bawah p

  • 5 games on   Chapter 88

    Mata gadis tidak lepas memandangi makhluk kecil di pundak Nicon kemudian masuk ke dalam penginapan dan mereka mengikutinya dari belakang. Pandangan mereka seakan bertanya “ada apa dengannya?”. Namun, tidak seorangpun dari mereka memulai terlebih dahulu untuk berbicara hingga keduanya sudah berada di depan kamar masing-masing. “Dia sangat aneh,” kata Zhi merogoh kunci di sakunya terkejut mendengar pintu disebelahnya tiba-tiba terbuka dan kunci yang ada di tangannya terjatuh. Nicon melihat Adir yang keluar dari kamar berlari mendekat, Zhi yang hampir saja meledakkan emosinya ditahan oleh Nicon. “Bagaimana kabarmu?” tanya Nicon khawatir. Adir melihat ke arahnya kemudian melekat begitu lama ke arah lain. “Kami semua mencarimu kemana-mana dan tidak tidur di malam hari,” sambung Zhi. “Hewan peliharaan yang lain juga menghilang, apakah kau tahu dimana keberadaan mereka sekaran

  • 5 games on   Chapter 87

    Acara meriah penuh dengan gemerlap lampu berwarna, iringan musik di setiap jalan-jalan, makanan-makanan berjejer rapi di tepi-tepi rumah dan mereka keluar mengenakan pakaian bagus serta berhias. Para pria sibuk bersenda gurau sembari memegangi botol bir besar dari kayu, para wanita menari dengan riang gembira seirama dengan alunan musik yang menggugah jiwa untuk ikut bergabung.Ketiga calon pengendali Mana bergegas menuruni anak tangga, Nicon meninggalkan naga kecil tidur di atas tempat tidur miliknya. Mereka menikmati perjalanan yang sangat menyenangkan ikut meriahkan pesta besar yang diadakan di jalanan ibu kota.Altair berlari mendekati keramaian orang-orang, melihat penduduk yang tadi tertutup dan kurus kekurangan gizi kini nampak seperti manusia pada u

  • 5 games on   Chapter 86

    Mereka melaju pesat meninggalkan Adir dan Altair di belakang akan tetapi tidak meninggalkan sosok mereka berdua dan masih bisa melihat keberadaan masing-masing. Mentari pagi sangat menyenangkan untuk menyentuh kulit serta tubuh kekar keduanya sehingga keringat yang muncul terkena angin pacuan kuda yang mereka tunggangi terasa menyejukkan.“Dimana hewan peliharaan agung?” tanya Adir kepada Altair serius mengendarai kuda hitamnya.Altair melirik ke belakang melihat Adir, dia juga sedang mencari sosok makhluk biru di sekitar mereka. Kemudian Pino tiba-tiba keluar dari dalam tubuh Altair melalui kedua tangan yang sedang memengang tali kekang kuda.Kemu

  • 5 games on   Chapter 85

    Tidak menunggu waktu lama segerombolan bandit menyerang anak-anak muda yang baru pertama kali menginjakkan kaki tanah di luar Rhodes. Altair dengan cepat membuat tameng di sekitar mereka agar orang-orang tidak masuk lebih dalam.Terkejut dihalangi oleh dinding pertahanan, mereka berusaha memukul-mukulnya dengan keras.“Berapa lama kita bisa bertahan di dalam?” tanya Zhi bersiap menyerang.“Jika kau ingin sampai mereka pergi dari sini tidak masalah,” jawab Altair yang acuh melihat banyaknya kerumunan.“Itu akan sangat lama, kita tidak memiliki banyak waktu hanya untuk menunggu mereka pergi,” ucap Nicon tiba-tiba sudah duduk di atas punggung naga bersiap mengepakkan kedua sayapnya untuk terbang melewati celah di atas dinding.Dia pergi meninggalkan rekan-rekannya dari atas naga meniup semburan api membubarkan pertahanan mereka. Melihat api yang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status