Share

Jadilah Wanitaku!

Author: The Lucky
last update Last Updated: 2022-09-29 17:54:31

Seorang wanita cantik dengan polesan lipstik warna merah maroon itu tengah berjalan masuk melewati pintu balai perusahaan yang menjadi tempat party. Semua pasang mata, khususnya milik kaum adam terpana memandangnya.

Ia yang menggunakan gaun panjang warna dongker dengan belahan panjang hingga lutut itu sukses menghipnotis tamu undangan.

"Wow, betapa menakjubkannya dirimu, Alessandra."

Tuan Aroon yang terpana dari awal menyambutnya seraya mengecup mesra punggung tangan Alessandra.

Alessandra sedikit canggung, namun segera menampilkan senyum yang semakin membuat wajahnya terlihat ayu.

"Kau benar-benar menghipnotis seluruh tamuku," puji Tuan Aroon sekali lagi.

Alessandra tersenyum simpul, lalu menjawab, "Terima kasih untuk pujiannya."

Tuan Aroon menggeleng, "Bahkan kau berhak mendapatkan segalanya bukan hanya pujian."

Alessandra mendengus, "Saya sudah pernah mendapatkannya."

Tuan Aroon menatap wajahnya lekat-lekat. Melihat ada keputusasaan di wajah ayu yang sekarang menjadi pusat perhatian itu.

"Ok. Lupakan sejenak masalahmu dan nikmati pesta ini. Aku akan menyambut beberapa tamu dulu, setelah itu akan menghampirimu."

Tuan Aroon melangkah pergi menyambut tamunya.

Pesta itu dihadiri oleh sebagian besar pegiat hiburan tanah air. Tak terkecuali Sabrina yang saat ini telah melangkah ke arahnya.

Sabrina berdeham.

"Kukira kau pensiun dini," ucapnya dengan senyum miring, menunjukkan wajah aslinya tanpa 'topeng'.

Alessandra tampak tenang dengan kehadirannya.

"Buang cita-citamu itu. Darahku mengalir darah model sekaligus aktris legendaris. Aku ditakdirkan sebagai pemenang sejak lahir," sahut Alessandra berbangga diri.

Alessandra patut berbangga diri. Pasalnya, ia dilahirkan dari rahim aktis senior yang sangat populer di eranya.

Sabrina tertawa mengejek, "Ha ha ha ... kau yang harus mengubur cita-citamu itu. Sangat menghayal. Sadar diri kau sudah dibuang Top Stories dan tidak akan ada agensi yang akan memungut model buangan. Iyuh ... sangat menjijikkan."

Sabrina melangkah pergi setelah mengatakan ejekan itu.

"Sabrina!" seru Alessandra, menghentikan Sabrina yang baru melangkah tiga langkah.

Alessandra berjalan ke arahnya, lalu berkata, "Nikmatilah hasilmu menjarah. Oh ya, hampir lupa. Aku menunggu undanganmu. Sungguh aku sangat tidak sabar."

Sabrina mengerutkan kening, "undangan?"

Kali ini Alessandra yang tertawa mengejek, "Ha ha ha ha ..."

Sabrina putus asa, "Dasar gila!"

"Aku menunggu undangan pernikahanmu dengan si tua bangka itu," ucap Alessandra dengan senyum mengejek. "Aku sungguh menyayangkan kulitmu yang mulus tanpa cacat ini bersentuhan dengan kulit keriput Revano si tua bangka itu."

Sabrina terperangah tak percaya.

"Alessandra, kau ...?" tanya Sabrina dengan nada rendah.

Alessandra tersenyum lebar, "Iya. Aku tahu apa yang kau dan Bos Revano lakukan. Sekarang, siapa yang menjijikkan?"

Sabrina benar-benar terkejut karena Alessandra mengetahui dirinya yang merayu Bos Revano sehingga sudi menjadi partner ranjang pria usia 65 tahun itu demi menghancurkan karir Alessandra.

Sabrina bergegas menjauh dari Alessandra. Langkahnya tergesa. Raut wajahnya pucat pasi. Ada kekhawatiran menyelimutinya.

Bagaimana jika Alessandra memiliki bukti lalu menciptakan kehancuran karirnya seperti yang ia lakukan pada wanita itu.

Alessandra menatap kepergian Sabrina dengan tatapan tajam. Sudut bibirnya terangkat ke atas--puas telah membuat wanita licik itu ketakutan.

Ia semakin menikmati pemandangan ketika tangan Sabrina bergetar memegang kaki gelas sehingga isi di dalamnya bergerak tak beraturan.

"Rasakan kau Sabrina!" Alessandra terlihat puas.

Tuan Aroon yang memegang dua gelas ditangannya itu melengkungkan bibir membentuk satu senyuman. Kejadian barusan membuka mata dan pandangannya. Ia yang sebelumnya menyangka bahwa Alessandra adalah wanita murahan karena skandal itu, akhirnya terpatahkan dan itu membuat ia semakin ingin memiliki wanita itu.

"Saat aku melihat skandalmu waktu itu aku sangat membencimu. Dan, saat ini ketika aku tahu semua itu palsu, aku sangat ingin menjeratmu hanya menjadi milikku, Alessandra."

Tuan Aroon bermonolog seraya berjalan ke arah Alessandra yang masih menatap Sabrina.

"Alessandra ..." sapanya seraya mengulurkan gelas berisi minuman warna merah.

Alessandra menyambut gelas itu seraya berkata, "Oh Tuan, kau sungguh baik. Sebenarnya aku akan mengambilnya tapi kau lebih dulu mengambilkannya untukku. Terima kasih."

Tuan Aroon tersenyum lebar.

"Tamu spesial sepertimu harus diperlakukan dengan spesial," sahut Aroon, lalu menyesap minumnya dengan tetap melirik wanita di depannya itu.

"Spesial?" Alessandra menyipitkan mata.

Tuan Aroon tersenyum.

"Ayo ikuti aku," ajak Tuan Aroon seraya menggerakkan kepalanya.

"Ta-tapi Tuan, pestanya masih ..."

Tuan Aroon bersikeras mengajaknya.

"Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu. Ayolah ..." ucap Tuan Aroon dengan nada serius. "Aku menawarkan sesuatu padamu."

Alessandra pasrah mengikuti ajakan kliennya itu. Dengan tangan yang masih memegang gelas ia menaiki anak tangga, mengikuti langkah pria di depannya.

***

Tuan Aroon dan Alessandra duduk berhadapan di sofa warna cokelat tua yang berada di dalam ruangan lantai dua. 10 detik sudah keduanya saling tatap tanpa ada kata-kata. Setelahnya satu suara berat memecah suasana.

"Aku mendengar pembicaraanmu dengan Sabrina," ucap Tuan Aroon seraya mengambil gelas di tangan Alessandra dan meletakkannya di meja depannya.

"Sabrina?" ulang Alessandra masih tak paham dengan maksud pria di depannya itu.

"Sabrina dan Revano yang menjebakmu. Aku tadi mendengarnya," ucap Tuan Aroon yang kedua tangannya sudah menggapai tangan Alessandra.

Alessandra mendengus, "Begitulah. saya tidak ingin mengungkit yang sudah berlalu. Lantas, apa yang ingin Anda tawarkan?"

Tuan Aroon beranjak ke jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan di sekitar perusahaannya. Ia menatap pemandangan itu.

"Jadilah wanitaku!" pintanya tanpa menoleh ke arah Alessandra.

Detik selanjutnya Alessandra terlihat shock hingga ia membelalakkan bola matanya hampir lepas. Kemudian Alessandra menghampiri Tuan Aroon, lalu bertanya, "Apa ini Tuan? Anda ingin merendahkan saya?"

Tuan Aroon menghadap wajahnya, lalu memegang kedua tangannya. Netra cokelatnya menatap lekat wanita di depannya itu.

"Aku bisa mengembalikan karirmu seperti semula, bisa membantumu membalas Sabrina dan pria yang kau sebut tua bangka itu, dan bisa memberimu segalanya."

Alessandra melepas tangan pria itu dan bergegas keluar ruangan. Sesampainya di depan pintu, Tuan Aroon berteriak, "Pikirkanlah Alessandra. Aku setia menunggumu."

Alessandra berhenti sejenak, namun setelahnya terus melangkah keluar. Sesampainya di bawah, ia disambut dengan tatapan sinis Sabrina. Sepertinya Sabrina tahu Alessandra dari mana.

Alessandra merasa tidak minat lagi menikmati pesta malam ini, sehingga ia bergegas meninggalkan pesta sebelum berada di pengujung acara.

***

"Mervile, buka!" teriak Alessandra seraya memukul-mukul kaca jendela mobilnya.

Mervile yang baru sadar dari tidurnya di balik kemudi segera keluar untuk melayani majikannya itu.

"Silakan, Nona." Mervile membukakan pintu mobil.

Alessandra menghempaskan tubuhnya pada jok mobil dengan kasar seraya mendengus kesal.

Mervile mulai melajukan kendaraan. Melihat nonanya seperti sedang mengalami kekesalan, ia memberanikan diri bertanya, "Malam dan pestanya menyenangkan, Nona?"

Alessandra berkata dengan kesal, "Tutup mulutmu. Beberapa hari ini kau banyak bicara dan banyak tingkah."

Sedetik kemudian bodyguard itu mengunci rapat mulutnya.

Setelah beberapa menit, Alessandra bersuara masih dalam keadaan kesal.

"Bagaimana menurutmu dengan Tuan Aroon?"

Sempat terjadi keheningan karena Mervile tak kunjung memberi jawaban.

"Bagaimana? Maksud Nona?" jawab Mervile yang terdengar sedikit acuh.

Alessandra memutar bola matanya jengah, "Kau bodoh? Aku bertanya bagaimana pendapatmu tentang Tuan Aron."

Mervile menjawab datar, "Mesum."

Alessandra mendengus pelan. Benar apa yang dikatakan bodyguard-nya itu. Namun, bukan itu yang dimaksud Alessandra. Ia ingin mendengar pendapat Mervile, karena waktu lalu pria tersebut menyarankannya untuk mendatangi rival Top Stories.

Dan sekarang orang itu sudah ada di depan mata, bahkan menawarkan diri padanya.

"Lupakanlah. Kau tidak akan mengerti." Alessandra mendengus sebal.

Mervile tahu ada yang terjadi antara Alessandra dan Tuan Aroon. Tadi, waktu di dalam mobil ketika ia mengarahkan pandangan ke atas, ia melihat Alessandra sedang berbicara dengan pemilik Aroon's company itu.

Tanpa terlewatkan adegan Tuan Aroon memegang tangan nonanya itu. Semuanya terpotret jelas di mata Mervile.

Ya, tadi Mervile pura-pura tidur ketika melihat Alessandra berlari keluar dari Aroon's Company.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Epilog

    Bali, Indonesia. “Hei, kau mencuri ciuman dariku, Tuan Muda,” protes Alessandra sembari mencipratkan air ke wajah Axel. Suaminya yang tampan itu justru menyeringai tanpa rasa bersalah lalu berenang ke tepi kolam. “Aku cemburu pada laut,” sahut Axel, lalu sorot matanya yang tajam tetapi teduh itu terarah pada hamparan laut biru sepanjang matanya memandang. Kolam tempat mereka berenang sekarang menjorok langsung ke laut biru yang menawarkan panorama indah memanjakan mata nan jiwa. Fasilitas dari villa yang mereka tempati selama bulan madu kedua—begitu mereka menyebutnya. “Beberapa menit yang lama pandanganmu tak teralihkan darinya, matamu memandang penuh ketakjuban seolah kau rela menukarkan jiwamu dengannya.”Alessandra mengulum senyumnya. “Kau lebih seperti mendeskripsikan perasaanku padamu, Tuan Muda.” Alessandra mendekati Axel, menciptakan riak seiring tubuhnya bergerak. Axel bersiaga menyambutnya dengan segenap partikel dalam tubuhnya yang bersorak gembira. Mengalungkan lengan

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Hari Yang Bahagia

    Beberapa hari setelah insiden pembunuhan di hotel. Seorang sipir mengantarkan seorang wanita dengan mata sembab, tatapannya layu dan ia berjalan bak tanpa nyawa menuju tempat pertemuan dengan tersangka kriminal. Apa salahnya pada Revano sehingga pria itu menghukumnya? Padahal, Rheea telah banyak membantu pria itu. Rekaman kecelakaan Marchelle beberapa waktu lalu yang diterima Revano, itu salah satu bantuannya. Rekaman itu milik suami Rheea yang meninggal beberapa tahun lalu. Suami Rheea satu di antara rival Aroon. Mereka terlibat pertarungan sengit dalam bisnis. Suatu hari yang beruntung, suaminya berhasil mendapat kelemahan pria itu. Setelah beberapa saat dipersilakan menunggu, ia melihat seorang pria berambut putih dengan tangan diborgol diarahkan duduk di depannya. “Apa yang salah, Revano?” Rheea, dengan suaranya yang lemah menuntut jawaban pembunuh putranya. “Aku lepas kendali,” sahut Revano, menyesal. “Rheea, aku pantas mendapat murkamu.”Rheea tersenyum kecut. “Tahukah kau b

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Tanpa Mawar Merah dan Cincin

    Cahaya matahari pagi menjadi alarm bangun dari lelapnya bagi dua insan yang kelelahan akibat aktivitas panas semalam. Mengerjapkan mata, Alessandra terkejut dengan ceruk leher yang berjarak hanya beberapa senti dari hidungnya. Lalu ia mendongak dan saat itu pula tatapannya bertemu dengan mata biru yang lebih dulu memperhatikannya dalam diam. “Selamat pagi,” ujar Axel dengan senyum tersungging di bibirnya. “Nyenyak?” Alessandra mengangguk canggung. Setelah apa yang terjadi semalam, masih pantaskah ia merasa canggung? “Alessa, aku berutang banyak penjelasan padamu. Maukah kau mendengarnya?” Axel memulai pembahasan setelah mencium kening wanita yang ia dekap posesif. Alessandra sudah akan menjawab sebelum perutnya merasakan gejolak tak nyaman. Dengan segera tangannya mendorong dada Axel dan beranjak dari kasur dengan suara khas perempuan hamil. Ia diserang mual hebat. Ia berlari melintasi ruangan menuju wastafel. Ia memuntahkan cairan bening dari dalam perutnya. Axel mengejarnya de

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Tamatnya Riwayat Sabrina

    “Tidak ada pilihan lain,” ucap Alessandra saat melihat mobilnya yang merupakan hadiah dari Tuan Aroon dulu. Tak ingin membahayakan janinnya, ia mengekang sifat egoisnya yang ingin pergi tanpa dibayang-bayangi apa pun tentang Tuan Aroon. Selain mobil hadiah dari pria itu, ia tak memiliki kendaraan lain. Tak mungkin ia berjalan kaki, bukan? Alessandra sudah berada di balik kemudi, menghidupkan mesin. Lalu menjalankan kendaraan itu, meninggalkan rumah yang beberapa waktu ini telah menampungnya bak nyonya besar. Beberapa saat kemudian ia telah sampai di tempat yang membuatnya meneteskan air mata. Ia cukup tegar beberapa waktu lalu tak menangis saat mendapati fakta pahit itu. Namun, saat melihat bangunan cafe yang diwariskan ayahnya, air mata itu dengan sendirinya mengucur. “Aku sangat merindukanmu, Ayah.”Ia segera turun dan menghambur ke dalam bangunan. Malam ini ia akan bermalam di cafe. Tersedia kamar karyawan untuk istirahat dan malam ini ia akan menggunakannya. “Maafkan Mama, Sayan

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Tersingkapnya Sebuah Rahasia

    Mata Alessandra memeriksa ponselnya secara berkala. Hampir tengah malam, tetapi Tuan Aroon belum pulang. Pria yang ia panggil daddy itu berkata akan pergi bermain golf bersama beberapa rekannya. Tetapi itu sore tadi, dan sekarang? Di mana pria itu? Ia pun sudah menelepon beberapa kali, tetapi tak dapat jawaban. Untuk mengalihkan pikiran negatif dan mengusir rasa bosan karena menunggu, Alessandra memutuskan membaca buku. Hanya perlu melintasi beberapa ruangan untuk mencapai ruang perpustakaan pribadi Tuan Aroon. Tangannya mencari saklar, menyalakan lampu. Pemandangan rak-rak tinggi berbahan kayu mahoni menjulang dengan buku-buku menyambut penglihatannya. Ia bergerak ke sisi kiri lalu meraih satu bacaan buku. Ia ingin relaks, novel komedi menjadi pilihannya. Lalu ia membawa serta novel itu ke sofa, duduk dan membacanya dengan santai. “Lain waktu, kubacakan dongeng Cinderella untukmu, Sayang,” katanya, menunduk pada perutnya yang masih rata. “Kau pasti akan menyukai dongeng tentang k

  • A Billionaire Bodyguard For The Supermodel   Andrew dan Sabrina

    “Mobil sialan!” Axel memukul keras setir, mengumpat kesal saat mobil yang dikemudikannya itu mati tiba-tiba. Padahal, ia harus menghadiri acara grand opening hotel rekannya. Dia mengedarkan pandangan di sekelilingnya, pepohonan lebat menjulang di kanan-kirinya. Dia masih berada di wilayah leluhurnya. Hutan ini milik keluarganya dan rumahnya berdiri megah di tengah hutan ini. Tangannya terulur membuka pintu. Saat sebelah kakinya menjejak tanah, tiba-tiba tubuhnya diseret lalu pukulan bertubi-tubi dialamatkan ke wajahnya. Tubuh Axel terjengkang ke belakang, pukulan beralih ke perutnya. Darah muncrat dari hidungnya. Aroma darah segar tercium di udara. Perutnya terasa nyeri. “Kau pikir, kau akan selamat dariku, heh?“ Tuan Aroon menjulang di depannya dengan tatapan bak serigala. Hasratnya menghabisi Axel bangkit setelah mendapat laporan dari orang-orangnya. Tak sia-sia waktu berjam-jam ia gunakan menunggu di balik pepohonan setelah memasang jebakan. Akhirnya dia menyeringai saat ban it

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status