Share

Jadilah Wanitaku!

Seorang wanita cantik dengan polesan lipstik warna merah maroon itu tengah berjalan masuk melewati pintu balai perusahaan yang menjadi tempat party. Semua pasang mata, khususnya milik kaum adam terpana memandangnya.

Ia yang menggunakan gaun panjang warna dongker dengan belahan panjang hingga lutut itu sukses menghipnotis tamu undangan.

"Wow, betapa menakjubkannya dirimu, Alessandra."

Tuan Aroon yang terpana dari awal menyambutnya seraya mengecup mesra punggung tangan Alessandra.

Alessandra sedikit canggung, namun segera menampilkan senyum yang semakin membuat wajahnya terlihat ayu.

"Kau benar-benar menghipnotis seluruh tamuku," puji Tuan Aroon sekali lagi.

Alessandra tersenyum simpul, lalu menjawab, "Terima kasih untuk pujiannya."

Tuan Aroon menggeleng, "Bahkan kau berhak mendapatkan segalanya bukan hanya pujian."

Alessandra mendengus, "Saya sudah pernah mendapatkannya."

Tuan Aroon menatap wajahnya lekat-lekat. Melihat ada keputusasaan di wajah ayu yang sekarang menjadi pusat perhatian itu.

"Ok. Lupakan sejenak masalahmu dan nikmati pesta ini. Aku akan menyambut beberapa tamu dulu, setelah itu akan menghampirimu."

Tuan Aroon melangkah pergi menyambut tamunya.

Pesta itu dihadiri oleh sebagian besar pegiat hiburan tanah air. Tak terkecuali Sabrina yang saat ini telah melangkah ke arahnya.

Sabrina berdeham.

"Kukira kau pensiun dini," ucapnya dengan senyum miring, menunjukkan wajah aslinya tanpa 'topeng'.

Alessandra tampak tenang dengan kehadirannya.

"Buang cita-citamu itu. Darahku mengalir darah model sekaligus aktris legendaris. Aku ditakdirkan sebagai pemenang sejak lahir," sahut Alessandra berbangga diri.

Alessandra patut berbangga diri. Pasalnya, ia dilahirkan dari rahim aktis senior yang sangat populer di eranya.

Sabrina tertawa mengejek, "Ha ha ha ... kau yang harus mengubur cita-citamu itu. Sangat menghayal. Sadar diri kau sudah dibuang Top Stories dan tidak akan ada agensi yang akan memungut model buangan. Iyuh ... sangat menjijikkan."

Sabrina melangkah pergi setelah mengatakan ejekan itu.

"Sabrina!" seru Alessandra, menghentikan Sabrina yang baru melangkah tiga langkah.

Alessandra berjalan ke arahnya, lalu berkata, "Nikmatilah hasilmu menjarah. Oh ya, hampir lupa. Aku menunggu undanganmu. Sungguh aku sangat tidak sabar."

Sabrina mengerutkan kening, "undangan?"

Kali ini Alessandra yang tertawa mengejek, "Ha ha ha ha ..."

Sabrina putus asa, "Dasar gila!"

"Aku menunggu undangan pernikahanmu dengan si tua bangka itu," ucap Alessandra dengan senyum mengejek. "Aku sungguh menyayangkan kulitmu yang mulus tanpa cacat ini bersentuhan dengan kulit keriput Revano si tua bangka itu."

Sabrina terperangah tak percaya.

"Alessandra, kau ...?" tanya Sabrina dengan nada rendah.

Alessandra tersenyum lebar, "Iya. Aku tahu apa yang kau dan Bos Revano lakukan. Sekarang, siapa yang menjijikkan?"

Sabrina benar-benar terkejut karena Alessandra mengetahui dirinya yang merayu Bos Revano sehingga sudi menjadi partner ranjang pria usia 65 tahun itu demi menghancurkan karir Alessandra.

Sabrina bergegas menjauh dari Alessandra. Langkahnya tergesa. Raut wajahnya pucat pasi. Ada kekhawatiran menyelimutinya.

Bagaimana jika Alessandra memiliki bukti lalu menciptakan kehancuran karirnya seperti yang ia lakukan pada wanita itu.

Alessandra menatap kepergian Sabrina dengan tatapan tajam. Sudut bibirnya terangkat ke atas--puas telah membuat wanita licik itu ketakutan.

Ia semakin menikmati pemandangan ketika tangan Sabrina bergetar memegang kaki gelas sehingga isi di dalamnya bergerak tak beraturan.

"Rasakan kau Sabrina!" Alessandra terlihat puas.

Tuan Aroon yang memegang dua gelas ditangannya itu melengkungkan bibir membentuk satu senyuman. Kejadian barusan membuka mata dan pandangannya. Ia yang sebelumnya menyangka bahwa Alessandra adalah wanita murahan karena skandal itu, akhirnya terpatahkan dan itu membuat ia semakin ingin memiliki wanita itu.

"Saat aku melihat skandalmu waktu itu aku sangat membencimu. Dan, saat ini ketika aku tahu semua itu palsu, aku sangat ingin menjeratmu hanya menjadi milikku, Alessandra."

Tuan Aroon bermonolog seraya berjalan ke arah Alessandra yang masih menatap Sabrina.

"Alessandra ..." sapanya seraya mengulurkan gelas berisi minuman warna merah.

Alessandra menyambut gelas itu seraya berkata, "Oh Tuan, kau sungguh baik. Sebenarnya aku akan mengambilnya tapi kau lebih dulu mengambilkannya untukku. Terima kasih."

Tuan Aroon tersenyum lebar.

"Tamu spesial sepertimu harus diperlakukan dengan spesial," sahut Aroon, lalu menyesap minumnya dengan tetap melirik wanita di depannya itu.

"Spesial?" Alessandra menyipitkan mata.

Tuan Aroon tersenyum.

"Ayo ikuti aku," ajak Tuan Aroon seraya menggerakkan kepalanya.

"Ta-tapi Tuan, pestanya masih ..."

Tuan Aroon bersikeras mengajaknya.

"Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu. Ayolah ..." ucap Tuan Aroon dengan nada serius. "Aku menawarkan sesuatu padamu."

Alessandra pasrah mengikuti ajakan kliennya itu. Dengan tangan yang masih memegang gelas ia menaiki anak tangga, mengikuti langkah pria di depannya.

***

Tuan Aroon dan Alessandra duduk berhadapan di sofa warna cokelat tua yang berada di dalam ruangan lantai dua. 10 detik sudah keduanya saling tatap tanpa ada kata-kata. Setelahnya satu suara berat memecah suasana.

"Aku mendengar pembicaraanmu dengan Sabrina," ucap Tuan Aroon seraya mengambil gelas di tangan Alessandra dan meletakkannya di meja depannya.

"Sabrina?" ulang Alessandra masih tak paham dengan maksud pria di depannya itu.

"Sabrina dan Revano yang menjebakmu. Aku tadi mendengarnya," ucap Tuan Aroon yang kedua tangannya sudah menggapai tangan Alessandra.

Alessandra mendengus, "Begitulah. saya tidak ingin mengungkit yang sudah berlalu. Lantas, apa yang ingin Anda tawarkan?"

Tuan Aroon beranjak ke jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan di sekitar perusahaannya. Ia menatap pemandangan itu.

"Jadilah wanitaku!" pintanya tanpa menoleh ke arah Alessandra.

Detik selanjutnya Alessandra terlihat shock hingga ia membelalakkan bola matanya hampir lepas. Kemudian Alessandra menghampiri Tuan Aroon, lalu bertanya, "Apa ini Tuan? Anda ingin merendahkan saya?"

Tuan Aroon menghadap wajahnya, lalu memegang kedua tangannya. Netra cokelatnya menatap lekat wanita di depannya itu.

"Aku bisa mengembalikan karirmu seperti semula, bisa membantumu membalas Sabrina dan pria yang kau sebut tua bangka itu, dan bisa memberimu segalanya."

Alessandra melepas tangan pria itu dan bergegas keluar ruangan. Sesampainya di depan pintu, Tuan Aroon berteriak, "Pikirkanlah Alessandra. Aku setia menunggumu."

Alessandra berhenti sejenak, namun setelahnya terus melangkah keluar. Sesampainya di bawah, ia disambut dengan tatapan sinis Sabrina. Sepertinya Sabrina tahu Alessandra dari mana.

Alessandra merasa tidak minat lagi menikmati pesta malam ini, sehingga ia bergegas meninggalkan pesta sebelum berada di pengujung acara.

***

"Mervile, buka!" teriak Alessandra seraya memukul-mukul kaca jendela mobilnya.

Mervile yang baru sadar dari tidurnya di balik kemudi segera keluar untuk melayani majikannya itu.

"Silakan, Nona." Mervile membukakan pintu mobil.

Alessandra menghempaskan tubuhnya pada jok mobil dengan kasar seraya mendengus kesal.

Mervile mulai melajukan kendaraan. Melihat nonanya seperti sedang mengalami kekesalan, ia memberanikan diri bertanya, "Malam dan pestanya menyenangkan, Nona?"

Alessandra berkata dengan kesal, "Tutup mulutmu. Beberapa hari ini kau banyak bicara dan banyak tingkah."

Sedetik kemudian bodyguard itu mengunci rapat mulutnya.

Setelah beberapa menit, Alessandra bersuara masih dalam keadaan kesal.

"Bagaimana menurutmu dengan Tuan Aroon?"

Sempat terjadi keheningan karena Mervile tak kunjung memberi jawaban.

"Bagaimana? Maksud Nona?" jawab Mervile yang terdengar sedikit acuh.

Alessandra memutar bola matanya jengah, "Kau bodoh? Aku bertanya bagaimana pendapatmu tentang Tuan Aron."

Mervile menjawab datar, "Mesum."

Alessandra mendengus pelan. Benar apa yang dikatakan bodyguard-nya itu. Namun, bukan itu yang dimaksud Alessandra. Ia ingin mendengar pendapat Mervile, karena waktu lalu pria tersebut menyarankannya untuk mendatangi rival Top Stories.

Dan sekarang orang itu sudah ada di depan mata, bahkan menawarkan diri padanya.

"Lupakanlah. Kau tidak akan mengerti." Alessandra mendengus sebal.

Mervile tahu ada yang terjadi antara Alessandra dan Tuan Aroon. Tadi, waktu di dalam mobil ketika ia mengarahkan pandangan ke atas, ia melihat Alessandra sedang berbicara dengan pemilik Aroon's company itu.

Tanpa terlewatkan adegan Tuan Aroon memegang tangan nonanya itu. Semuanya terpotret jelas di mata Mervile.

Ya, tadi Mervile pura-pura tidur ketika melihat Alessandra berlari keluar dari Aroon's Company.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status