Share

A Modern Fairytale
A Modern Fairytale
Author: Esteifa

1. Positive

Author: Esteifa
last update Last Updated: 2021-08-25 18:56:04

Have you ever feeling something bittersweet? Or something just bitter and bitter?

Love? Life? Or... both?

Than, congratulation. Wellcome to the club!

——

Gadis itu terdiam, wajahnya pias sementara ia memandang bagaimana bayangan dirinya sendiri didepan cermin sana.

Menunggu.

Padahal hanya perlu tiga puluh detik.

Namun jemari yang bergetar dan hela napas gugup menjadi tanda mutlak bahwa tiga puluh detik dipagi hari yang damai itu adalah pagi yang amat riskan sepanjang ia hidup.

Maria mengangkat benda pipih panjang berwarna campuran antara biru dan putih itu, benda yang beberapa detik lalu ditenggelamkan pada air seninya.

Menanti apakah keresahan dan juga perubahan dari tubuhnya benar-benar karena hal ini. Hal yang dihindari mati-matian oleh semua perempuan lajang di bumi.

Maria menunduk sekilas setelah menarik napas, netra bulatnya bergetar, dengan ragu ia meraih alat tes kehamilan yang ia letakan diatas wastafle. Menatapnya nanar, melihat dengan jelas dua garis merah yang terpampang.

Jantung tak lagi berfungsi dengan baik. Hela napas menyapu cemas.

Terduduk diatas kloset yang tertutup Maria kemudian memejamkan mata, desah frustasi muncul dari dua belah bibirnya sementara jemari yang masih memegang testpack itu ia gunakan untuk menyugar rambut pirangnya kebelakang.

Ia harus bagaimana?

“Mar! Lama amat, sih! Gantian! Gue bisa telat!” teriakan itu terdengar dari luar sana, Maria bergeming, tak menanggapi, bahkan hingga pintu kamar mandi itu dibuka dari luar dan muncul satu wanita lengkap dengan omelannya Maria tetap duduk disana seakan kehilangan nyawa.

Masih kelu untuk berkata saat tau ada sesuatu yang tumbuh dalam perutnya.

Melihat Maria duduk tanpa menyahut atau menoleh sedikitpun, teman Maria yang baru saja membuka pintu itu sontak bertanya.

“Mar! lo kenapa?”

Sahabat Maria sekaligus teman satu rumahnya itu mendekat dengan ragu, wajahnya menampilkan ekspresi campuran antara risau dan juga ada percikan sebal yang amat ketara.

Dan nyawa Maria belum kembali, malaikat pembawa pesan masih meminjam jiwa gadis dua puluh enam tahun itu. Membawanya keluar menjelajahi dunia yang kacau sebelum menghempaskannya ke tanah keras.

Jane- pramugari yang merupakan sahabat Maria sejak SMA, menangkap benda kecil yang ada diampitan jemari Maria. Cepat-cepat ia mengambil benda itu dengan kening berkerut.

Sebelum melebarkan mata lengkap dengan jeritan tertahan. Tersadar.

Kala itu Maria baru mendapatkan nyawanya kembali. Mendongak dengan mata yang datar sebelum menciptakan senyum ironi.

“Surprise!” katanya tanpa nyawa.

Positive.

Diantara kebingungan tentang hadirnya segumpal daging dirahimnya, Maria masih mampu mengingat tentang malam itu. Malam dimana ia melakukan hal yang ia tau akan disesali seumur hidup, malam dimana ia meluruhkan semua kekacauan dalam gemuruh erangan panjang, malam di Hawai bersama orang tak terduga.

Hening melanda.

Para gadis dua puluh enam tahun itu ditimpa keterkejutan. Mereka sama-sama lajang. Belum ada yang pernah mendapat lamaran atau mengucap janji suci didepan altar bersama satu pria pujaan. Dan salah satu dari mereka hamil?

“Siapa?” tanya Jane dengan nada suara yang mencicit pelan. Menanyakan dengan pria mana Maria berhasil berkembang biak.

Maria terdiam lama.

“Nggak inget,” jawabnya setelah beberapa saat.

Jelas sekali, Maria yang mengatakannya saja merasakan keraguan utuh dari genangan suranya, apalagi Jane sang pengamat jeli. Jane tau betul kalau Maria tengah berbohong.

Maria jelas tau siapa orangnya namun tidak mau memberitahukan itu.

“Sinting! Lo nggak mungkin nggak inget,” selak Jane marah. “Gue tau lo liar, tapi not free sex. I know that, Mar.”

Jemari Maria beralih mengusap kasar wajah cantiknya. Mencoba menyadarkan diri. Memilih untuk tidak menjawab. Menunduk dengan mata memejam.

“Justin?” tebak Jane setelah beberapa lama. Ada genagan marah yang ketara saat gadis itu mengucap nama manusia terakhir yang berhubungan dengan Maria, mereka sudah putus sekitar tiga bulan lalu dan Maria masih merana karenanya. Maria mendongak menatap Jane yang menatapnya sangsi, tak menyangka.

“Si Goblok itu?” lanjut Jane.

Kini gelengan dilayangkan Maria. Menjawab singkat. “Bukan.”

Decak frustasi kembali dilayangkan Jane. “Terus siapa?”

Apa penting sekali mengetahui siapa itu orangnya? Maria justru lebih khawatir tentang reaksi keluarganya ketika mengetahui hal ini. Bisa mampus secara harafiah dirinya. Ayah bisa mengeluarkan nama Maria dari kartu keluarga. Dan ibunya? Nenek? Maria bahkan tidak ingin mengira-ira apa yang bisa para wanita itu lakukan.

Untuk kali ini Maria benar-benar harus berusaha dengan baik.

Dan sama seperti sebelumnya, Maria tidak menjawab pertanyaan Jane. Maria mendesah kecil, memandang Jane sejenak.

Mengalihkan topik bicara.

“Katanya lo telat.” Maria mengingatkan alasan Jane sampai menerobos pintu kamar mandi dan mengomel sepagian, pramugari ini hampir terlambat terbang. “Lo mandi gih, gue lanjut tidur.”

Jane mengibas tangan kasar, tak peduli. Lebih-lebih tercengang dengan Maria yang menunjukan reaksi cukup tenang.

“PHK juga bodo amat,” selak Jane jujur. “Bilang, siapa yang bikin lo bunting?”

Dan tentu saja. Tidak semudah itu mengganti topik.

“Gue nggak mau bilang,” balas Maria dengan nada yang lirih. Kelopak matanya menutup pening. Karena tanpa disuruh otak sialan yang ada didalam kepala Maria lagi-lagi membawa gadis itu pada ingatan satu malam di Hawai.

Sialan!

Mendengar kalimat lelah Maria itu Jane mulai melunak, hembusan napasnya menghembur prihatin, ia menunduk sekilas, sadar kalau tidaklah tepat menekan Maria padahal dibanding orang lain Maria lah orang yang paling dikejutkan. Maria juga pasti takut.

“Kenapa?” tanya Jane akhirnya. Mulai mampu menata sabar. Ia menunggu jawaban, namun belum juga dijawab Jane lebih dulu menyipitkan mata curiga. “Jangan bilang lo mau rahasiakan kehamilan lo ini?”

Dan kesabaran itu hilang kembali. Meluap tinggi bersama dengan jeritan keras yang ia keluarkan. Menjadi ibu tunggal itu tidak mudah! Kendati ia tau betul wanita seperti apa itu Maria, mandiri dan berbeda dengan wanita-wanita diluar sana, namun tetap saja. Semua tidak akan semudah yang dibayangkan.

“Gue seneng lo pinter sekarang,” jawab Maria dengan sedikit senyuman main-main, dengan wajah pucat itu senyum Maria justru terlihat mengerikan bagi Jane.

“Gak usah sok jadi Kylie Jenner deh!” jerit Jane marah, dia tidak mengerti jalan pikiran Maria.

Dan bukannya melanjutkan rasa frustasi karena tau dirinya hamil, Maria malah tertawa melihat tingkah sahabatnya yang mulai hilang kesabaran.

Jane heran. “Mar! Bukan saatnya buat ketawa-ketawa sekarang!”

“Lo beneran gak mau kasih tau gue?” lanjut Jane. Jari telunjuk pramugari dua puluh enam tahun itu mengacung yakin. “Justin. Pasti Justin. Keparat brengsek, dasar tai! Nggak cukup apa dia—.”

“Je,” potong Maria tiba-tiba yang membuat Jane segera berhenti bicara.

Maria terdiam sejenak. Matanya memandang datar. Hela napasnya normal, namun wajah gadis yang biasanya ceria itu nampak kosong. Menoleh pada Jane yang sedang menunggu lanjutan kata-katanya.

“Gue pen muntah,” lanjut Maria tanpa diduga.

Dengan begitu, Maria langsung berdiri, membuka tutup kloset yang ia duduki dan memuntahkan semua isi lambungnya disana. Sumpah. Maria belum memakan apapun namun mual membuat ia harus menguras semua isi lambung yang hanya ada air. Sampai perih, hingga terasa pahit.

Maria merasa satu tangan Jane memegangi rambutnya yang panjang tergerai sementara satu tangan yang lain memijat belakang lehernya.

Maria mengangkat wajah. Selesai dengan morning sickness pada sesi ini. Menarik napas lalu mengeluarkannya dengan satu gurat menyesal.

Mengumpat dalam hati.

Kenapa harus dia?

Diantara dua orang yang pernah menaruh sperma dirahimnya kenapa harus milik Edgar yang berhasil berkembang.

Kenapa harus mantan pacar Jane- sahabatnya. Kenapa harus dia yang Maria temui di Hawai. Kenapa harus si uler kangkung! Kenapa casanova itu!

Dan yang paling penting, kenapa Edgar bisa kecolongan macam perjaka amatir begini!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ar_ga
baru mulai baca nih,kesian si Maria
goodnovel comment avatar
Ningsih Dwi
rambut rapunsel ada disini...lanjutlah setelah mba jane bahagia...
goodnovel comment avatar
yussan Joss
sip iki ketoke, lanjuttttt5tttttttt
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • A Modern Fairytale   Cuap-cuap author

    Aloha, anyonghaseyo yorobun, Esteifa imida~A Modern Fairytale akhirnya tamat juga.Pertama-tama aku mau ngucapin terimakasih banget buat teman-teman semua yang sudah mau membaca kisah dari anak-anakku, mulai dari Jane-Theo dan berlanjut ke Maria-Edgar.Terimakasih karena sudah memberi support untuk author dengan memberi ulasan dan komentar positif, terimakasih juga karena sudah mau mengikuti kisah-kisah buatan author dengan sabar menunggu update-an, terimakasih mau bertahan di cerita yang koinnya mahal ini.Buat kakak-kakak dan teman-teman yang mengikuti aku dari lapak Oren sampe sini khususnya, thank yu so much, aku sayang banget sama kalian. Kakakku Laely sha, Rhicut, Puspa Wulandari, sazaa, You and I, ada Jendeuk, Lee jae Wook, Ruby Jane, banyak lagi tapi aku lupa nama akunnya maaf, pokoknya makasih buat semuanya;)Buat yang punya aplikasi baca tulis Oren (wtpd) boleh banget cari Esteifa biar tau updatean cerita-ceritaku, karena aku sering info

  • A Modern Fairytale   71. Keluarga

    Dua belas tahun kemudian... -- Pagi itu datang seperti hari biasa.Bunyi alarm, kicau burung, dan juga teriakan ibu yang menyuruh anak-anaknya bangun.Seorang wanita berambut hitam pendek seleher sedang sibuk menata piring diatas meja makan. Ia memakai dress floral selutut dengan lengan sampai siku.Lalu terdengar bunyi langkah dari tangga, turunlah laki-laki yang mempunyai wajah rupawan warisan orangtuanya, dia tinggi dan menggunakan seragam SMA.Ares meletakan ransel sekolahnya dikursi, duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari saku. Anak laki-laki yang dahinya ditutupi plaster kecil itu mendecak sembari memejamkan mata.“Mommy jangan cium-cium aku ih,” eluh Ares sebal ketika ibunya, wanita bersurai pendek yang cantiknya suka disalahi sebagai kakak Ares itu tak sungkan mengecup dua pipi dan juga kening putranya.Ibu Ares balas mendecak, tak sungkan mengacak pelan rambut hitam lebat milik Ares yang sudah ditata baik-baik.“Haduh, anakk

  • A Modern Fairytale   70. Dari ayah untuk ayah

    “Saya dengar kamu sudah menikahi Maria?”Edgar tertendang keluar saat Maria didatangi teman kentalnya.Oleh karena itu, saat ia sedang terduduk didepan ruangan, kemudian berjalan berniat mengunjungi cafetaria Edgar bertemu ibu mertuanya. Mengatakan kalau sang ayah mertua ingin bertemu.Emily sudah tau kalau Maria sudah bangun, Albert Foster juga sudah menemuinya, dan terjadilah reuni mengharukan antara anak dan bapak itu.Edgar sendiri lebih banyak diam saat Albert mendatangi Maria, ia hanya mendengarkan percakapan rindu mereka sebelum keluar dari ruangan memberi keleluasaan untuk berbincang.Dan sekarang. Ayah mertua Edgar memanggilnya.Oke. Bahkan untuk menyematkan sebutan ayah mertua saja terdengar sedikit canggung.Edgar berdehem, lelaki itu menegakan punggung. Mengangguk kepada pria paruh baya yang duduk di brankar itu.“Maaf kalau saya menikahi Maria tanpa menunggu bapak bangun,” jawab Edgar dengan suara yan

  • A Modern Fairytale   69. Dia yang tertunda lahirnya

    “Sini foto dulu,” ujar wanita berambut pendek itu semangat, tangannya mengangkat ponsel tinggi-tinggi, berpose mendempel pada Maria yang memasang wajah sebal dari tadi.Jane memekik semangat melihat hasil foto yang ia dapatkan, wajah pucat Maria dan kusut rambut sultan satu itu amat sulit didapatkan.“Ntar kalo lo ulang tahun jadi ada bahan buat pasang muka aib,” ujar Jane kemudian.“Serah lo!” sahut Maria tak peduli.Ia tau kehadiran Jane di rumah sakit sepagi ini jelas karena sahabatnya itu khawatir akan keadaannya, namun setelah datang, Maria juga tau sekali kenapa Jane tak mengeluarkan raut wajah sedih atau eskpresi simpati, karena jika Jane melakukan hal itu wanita itu tau suasana hati Maria akan kembali buruk, oleh karena itu, tingkah konyol wanita yang hamil besar itu amat dibutuhkan saat ini.“Mana liat,” ujar Maria kemudian, memeriksa hasil jepretan yang Jane ambil. “Awas kalo lo uplod IG t

  • A Modern Fairytale   68. Aku

    Tidak ada yang mudah, semua orang pun tau itu dari awal. Dalam hidup manusia selalu diwanti-wanti untuk waspada, karena hidup tak selalu baik-baik saja, banyak haling rintang, dan benar memang kalau itu semua melelahkan. Namun, bukankah karena lelah itu, manusia jadi lebih menghargai kehidupan.Maria sadar betul dengan apa yang dinamakan hubungan timbal balik. Apa yang kamu tanam itulah yang kamu tuai. Keduanya mirip.Sama-sama mengharuskan manusia untuk bercermin. Berkata bahwa, jangan mengharapkan apa yang lebih baik kalau dirimu sendiri saja belum sebaik itu.Dan tentu. Orang-orang mempunyai sifat tersendiri, ada yang terlahir dengan hati hangat dan juga ada yang memang dasarnya memiliki hati yang dingin. Tetapi hidup itu adalah perubahan, sifat manusia tak akan selalu sama.Berdasarkan hal-hal itu, Maria selalu bertanya-tanya, kenapa ia mendapatkan hal sebaik ini dalam hidup. Ia menanam hal sebaik apa hingga menuai keajaiban seperti Ares, suami yang bijaksana

  • A Modern Fairytale   67. Semua akan baik-baik saja

    Begitu sampai di rumah sakit, Edgar tak menunda untuk berlari, meninggalkan motornya didepan rumah sakit begitu saja, tak menghiraukan apapun, dengan napasnya yang memburu pria yang badannya basah karena tersiram hujan itu menuju unit gawat darurat.Melihat dengan matanya tiga orang perempuan duduk di kursi tunggu di ruang perawatan gawat darurat itu.Edgar menarik napas dalam-dalam, berlari, ia meneguk ludah sebelum kemudian berdiri didepan pintu UGD.“Ed,” panggil Emily dengan suara bergetar saat Edgar terlihat hendak menerobos pintu itu. “Jangan masuk dulu, nggak boleh.”Emily menarik lengan atas Edgar, menarik mundur menantunya itu, keadaan Maria jauh dari kata baik, apalagi dengan pendarahan yang dialami, Emily tidak yakin Edgar akan bisa melihatnya. Bahkan ia sendiri tak mampu menahan tangis melihat keadaan Maria sedemikian rupa.Edgar mengangkat pandangan, menghembuskan napas berat, hatinya amat sesak, ia tak bisa menunggu lebih lama untuk melihat Maria, ia tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status