Silvia menepis tangan Aaron, bergerak menjauh dan menenangkan napasnya yang memburu menahan amarah sejak tadi. Setelah menguasai diri barulah dia sadar di mana dirinya saat ini. Ada begitu banyak kepala binatang buas berjejer rapi di dinding ruangan itu, dan terlihat sebuah tempat tidur besar di sudut dengan lemari berwarna hitam terbuat dari kayu maniro yang berusia ribuan tahun, juga perlengkapan perang seperti baju zirah emas dan puluhan pedang aneka bentuk serta ukuran terpajang rapi di sebelahnya.
Kamar ini begitu luas dengan dominasi abu-abu kehitaman. Penerangan satu-satunya hanya dari lentera kecil dan beberapa lilin yang terpasang di dinding batu. Penciuman Silvia dapat merasakan bau maskulin dari bunga lilac, kulit kayu troof serta kayu maniro dari lemari, dan keringat? Oh itu keringatnya sendiri, karena upaya memberontaknya. Silvia menatap ke bawah kakinya, dia merasakan bulu-bulu halus di kaki telanjangnya. Gadis itu baru ingat
Gelap, kata pertama yang terucap dari bibir mungilnya. Tangannya menyilang di atas kepala, menutupi kedua mata dengan telapak tangan halus yang berpeluh hingga membuat wajahnya basah. Dia tersadar saat mendengar derit pintu yang terbuka, menunjukkan sosok menjulang tinggi dengan cahaya terang di balik punggungnya, sehingga menutupi wajahnya yang tersembunyi dari cahaya. Jelas itu seorang pria, dengan jubah kerajaan dan pedang di sebelah celana kiri dengan potongan rambutnya yang rapi berwarna hitam sedikit keemasan dan lambang Moon Kingdom berbentuk bulan dengan dua sayap di tengahnya tampak berkilau terkena bias cahaya dari sarung tangan yang dipakainya.Samar-samar Vivian melihat sudut-sudut bibir pria itu tertarik ke atas saat menatapnya, dan ia dapat merasakan tatapannya yang tajam, namun penuh perlindungan, tidak menyakiti ataupun mengintimidasi, karena memang begitulah cara pria itu memandang sesuatu tanpa emosi tergambar di wajahnya yang tentu saja sangat dipu
Para ksatria dan petinggi lainnya bergerak meninggalkan ruang pertemuan dan menyisakan enam orang di dalam. Raja Dimitri, Raja Fous, Raja Radin IX, Raja Torigus, Ratu Maya dan Jemy masih duduk di tempat masing-masing. Lima orang lainnya memandang Raja Dimitri yang kini duduk dengan wajah tidak bersemangat.“Apa dia sudah membuat keputusan?” tanya Raja Torigus dengan raut serius.Mendengar pertanyaan itu membuat Raja Dimitri semakin tampak lesu, bahkan gurat di wajahnya semakin menunjukkan wajah tuanya yang dimakan usia. Dia menghembuskan napas berkali-kali, terlihat gusar dan tidak tampak ketenangan yang selama ini ia perlihatkan pada bawahannya saat mereka mengadakan rapat seperti tadi. Dia tetaplah manusia biasa.“Dia ... menolak dengan keras, katanya dia tidak akan mengangkat wanita manapun sebagai selir,” jawab Raja Dimitri penuh penyesalan pada teman sesama aliansinya.Raja Fous mengetuk meja, manarik perhatian mereka semua. &
Gadis itu tertawa dengan suara merdu yang mengalun bagai nyanyian peri di malam purnama. Begitu indah menyentuh hati siapa saja. Tidak ada yang lebih mempesona dari wajahnya yang bersinar di bawah sinar rembulan, dengan rambut hitam cokelat madu dan tubuh tinggi semampai. Bahkan jari jemari lentiknya yang bergerak ringan di udara membuat mata yang melihatnya terhipnotis akan pesonanya.Saat itu dia tersenyum pada pria yang masih duduk tenang di hadapannya, terlalu hanyut dengan nyanyian serta tarian gadis tersebut. Mereka berdua berada di hamparan bunga di dekat sungai yang berarus jernih di bawah sinar rembulan yang menyinari. Pria itu tertawa bahagia saat gadis di hadapannya salah melafalkan lirik, dan begitu seterusnya. Gadis itu sengaja membuat banyak kesalahan hanya untuk mendengar suara tawa dari pria itu dengan berkali-kali melupakan gerakan tariannya yang tidak sesuai dengan nada lagu.“Apa kau akan terus bertingkah kekanakan dengan tarian konyolmu itu?&r
Jemy menatap nanar pada tubuh Vivian yang berbaring di dipan. Beberapa tabib serta ahli pengobatan lainnya mondar-mandir di sekitar. Mereka bekerja, membalut luka Vivian. merasa tidak kuat dengan pandangan itu, Jemy keluar dari ruangan yang dirasanya menyesakkan dan berjalan terseok-seok ke jalanan berbatu tak jauh dari tempat Vivian diobati.Jemy berhenti sebentar saat matanya mendapati tubuh seorang pria yang meninju pohon oak sekitar sepuluh meter di depan. Tangan pria itu mengepal keras, mengadu kekuatan dengan pohon yang menjadi sasarannya. Dia melampiaskan amarah serta emosinya yang tertahan. Tak dipedulikannya lagi luka yang begitu menggigit kulit serta darah yang mengalir hingga siku dan menodai jubah kerajaannya.“Berhentilah menyakiti diri,” kata Jemy dengan suara tenang meskipun dia juga sama marahnya dengan Aaron saat ini.Jelas sekali Aaron begitu terguncang, tapi jemy bertanya-tanya mengapa. Setahunya, pangeran satu itu tidak p
Hari itu semuanya berduka, matahari tampak redup ditutupi awan, dan langit tidak lagi biru karena mendung. Hembusan angin seolah memaksa semua orang untuk bersembunyi di balik selimut mereka. Bahkan cuaca mendung seperti ini terasa lebih dingin dibandingkan salju yang turun. Di sana, sepasang mata menatap tubuh tak berdaya itu dengan rasa bersalah dan sesal yang masih mengakar. Bagaikan kuku-kuku elang yang mengoyak tubuh mangsanya hingga tinggal cacahan daging tanpa bentuk.Lihat saja pada wajahnya yang waspada, sesekali mengawasi tubuh di hadapannya jika ada sedikit saja pergerakan yang sebenarnya tidak berarti, karena tubuh itu tetap terbaring di sana. Sudah dua hari ia menunggu tanpa hasil, selama itu pula telah terjadi kehebohan dalam istana. Kerajaan Xurcic mendatangi Moon Kingdom, meminta puteri mereka dibebaskan dan dengan tidak tahu malu melemparkan perjanjian yang menutup mulut para petinggi aliansi. Raja Bernet sendiri yang menemui Raja Dimitri dalam suasana menega
Aaron mengikutinya di belakang, dia melihat sekitar, memperhatikan lorong dan tangga yang mereka lewati. Tempat itu begitu gelap, tetapi Aaron bisa melihat dengan jelas saat cahaya dari lentera menyentuh sisi dingin lorong sempit itu dan menyuguhkan pemandangan mengerikan. Berbagai tulang belulang manusia dan tengkorak kepala asli memenuhi setiap sisi, menguarkan aroma yang tidak sedap. Sesekali Aaron menyentuhnya, memastikan keasliannya, dan dia pun yakin itu asli karena Aaron bisa merasakan dulunya tulang belulang itu bernyawa.“Nah kita sudah tiba.” Suara Sue memecah pemikiran Aaron yang sedari tadi asyik mengamati hiasan tulang di lorong. Dia mengalihkan pandangannya pada ruangan yang baru saja dia masuki.Sejenak Aaron menahan napas dan menatap tidak percaya pada ruangan itu. Dia tidak tahu bahwa Moon Kingdom memiliki ruang bawah tanah yang sangat luas dan dipenuhi buku-buku tua dengan rak-rak besar terbuat dari kayu berusia ribuan tahun sehingga masih
Langit masih berduka, mendung masih menyapa, perlahan kabut menyelimuti, menambah cekam istana Moon Kingdom. Hembusan angin terasa dingin menggigit tulang, menyusp ke sela dan rongga kehidupan. Kini wajah-wajah yang tadinya muram bertambah semakin dalam, tertekuk ke bawah dengan raut ketakutan menatap langit yang tak lagi bersahabat, seolah memberi peringatan badai akan datang.“Apa yang sedang dunia coba katakan dengan tanda-tanda ini?” tanya Raja Fous melihat sekitar pada kumpulan prajurit yang sibuk membentuk barisan panjang, mereka telah latihan sepanjang hari. Memanah, berkuda, adu pedang dan bergulat tanpa senjata secara bergilir.Raja Dimitri ikut memperhatikan prajuritnya dari atas balkon di mana mereka berada saat ini, keningnya berkerut tak senang ketika melihat langit yang semakin hari semakin gelap. Awan hitam menutupi matahari, bahkan malam pun sama gelapnya.Cahaya bulan tak terlihat, tetapi hujan tak kunjung turun meski gumpalan awan h
Hamparan bunga lilac, queentin, peoni dan alamanda tumbuh dengan indah di halaman dengan rumput halus seperti sutra di bawah sinar bulan yang menggantung sempurna di langitnya yang penuh bintang, bertabur dengan kerlip cahaya bagai hamparan berlian berpendar indah dengan kilat-kilat seperti percikan bunga api membentuk kembang bunga yang merekah bagai mawar mekar. Tak jauh dari sana ada danau dengan air bening yang dapat memantulkan bayangan langit di atasnya. Seolah langit itu telah berpindah ke bawah, terperangkap dalam air danau sebening kaca.Sepatu boot yang pria itu pakai menapak ragu pada rerumputan di sana. Dia bergerak perlahan seperti kebingungan melihat tempat itu. Kepalanya bergerak kesana-kemari memindai sekitar. Melihat apakah itu mimpi, ilusi atau mungkin nyata. Tetapi dia dapat merasakan hangatnya sinar perak bulan yang menyinari tubuhnya, dan wangi bunga musim semi membelai penciumannya.Ini nyata.Bisiknya. Dan dia me