Share

8. Kunjungan Malam

"Dasar nyusahin."

Arlin sontak berbalik menghadap asal suara untuk melihat bahwa sekarang Jevan sudah pergi mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang masih melamun. 

Buru-buru gadis itu mengejar langkah Jevan, berusaha memposisikan troli-nya persis di samping troli cowok itu membuat mereka berdua berjalan bersisian. Wah! Kalau begini, sepertinya gadis itu memang sedang beruntung hari ini karena tanpa sengaja bertemu dengan 'kunci dari hidup tenangnya' yang sekarang sedang memilih semangka. Siapa yang sangka kalau ia dapat menjalankan misinya lebih cepat seperti ini. Tanpa ingin membuang kesempatan, Arlin pun mulai membuka topik obrolan dengan Jevan.

"Kata nenek gue, kalo pilih semangka yang manis tuh biasanya diketok ketok dulu tau, Van." Jevan hanya menoleh singkat pada Arlin sebelum kembali menaruh perhatian pada semangka di tangannya. 

"Yang itu gak manis, Van. Garis ijonya kurang tua tuh. Coba deh lo am-"

"Gak nanya." Belum sempat Arlin menyelesaikan ucapannya, Jevan segera menyela ucapan gadis itu membuat si empu sekarang memberengut.

"Dih, gue kan niatnya mau bantu lo."

Sekali lagi, Jevan menoleh ke arah Arlin. Ia memperhatikan gadis itu dari atas hingga bawah seperti menilai. Setelah menghela nafas singkat, cowok itu bersuara. "Lo bisa gak sih jangan ganggu gue? Gue udah bantu lo dari cowok tadi. Terus sekarang mau lo apa?"

"Gue mau deket sama lo."ucap Arlin polos. Satu alis Jevan terangkat. Raut wajahnya yang kini telah berubah semakin dingin berhasil membuat nyali Arlin ciut.

"Gue gak tertarik sama lo."

Setelah mengucapkan hal itu, Jevan segera pergi dengan mendorong troli-nya, meninggalkan Arlin yang kini menatap pergerakkan cowok itu hingga punggungnya hilang di antara rak-rak tinggi. 

Arlin menghela nafas sejenak, menetralkan emosinya. Yah, sudah ia duga memang akan jadi seperti ini. Tapi, mau tidak mau, Arlin sepertinya memang harus membuang semua urat malunya. Walaupun saat ini, ada sosok arwah pria dan wanita yang sedang cekikikan di pojok rak setelah melihat drama Arlin dan Jevan tadi.

Seketika gadis itu segera berlari mengejar Jevan sambil mendorong trolinya. Beberapa kali kepalanya mendongak celingak-celinguk mencari keberadaan cowok itu. Saat matanya berhasil menemukan sosok cowok bertopi hitam dengan hidung bangir yang sedang berhenti di rak susu, buru-buru gadis itu mengarahkan langkahnya ke arah sosok laki-laki itu seraya mendorong trolinya. Saat sudah sampai tepat di sebelah cowok itu, Arlin menepuk lengan Jevan, membuat cowok itu menoleh sambil mengangkat alisnya ke arah Arlin.

"Gue juga gak tertarik sama lo." ucap gadis itu.

"..tapi gue harus ada di deket lo, Van." lanjut Arlin. Jevan memandang Arlin aneh, cowok itu terlihat tidak memedulikan perkataan gadis itu dan segera berjalan sambil mendorong troli di hadapannya. Sebelum ia benar-benar beranjak dari sana, cowok itu melirik Arlin sekilas, "Trik lo basi."

Arlin sontak membelalakan matanya mendengar ucapan Jevan. Apa tadi cowok itu bilang? Triknya basi? Astaga, apa jangan - jangan cowok itu berpikir bahwa Arlin sangat menyukainya sampai berkata seperti itu. Oh astaga Arlin! Tentu saja Jevan bisa berakhir berpikir seperti itu, mengingat seluruh tingkah laku Arlin yang akhir akhir ini berubah seperti cabe-cabean

"VAN! GUE KAYAK GINI ADA ALASANNYA!" teriak gadis itu.

Jevan yang mendengarnya tidak memperdulikan teriakan Arlin yang mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya. Ibu-ibu yang sedang memilih yoghurt di rak sebelah menoleh ke arah mereka dengan tatapan penasaran. Berharap bisa mendapat tontonan gratis pertikaian anak muda seperti yang sering mereka tonton di acara katakan putus yang tayang di salah satu saluran televisi nasional.

Arlin buru-buru berlari dengan troli-nya ke arah Jevan, masih belum putus asa untuk membuat Jevan sedikit saja meliriknya dan berakhir mau berteman dengannya. Walaupun gadis itu sangat sadar apabila cara yang diterapkan gadis itu sedari awal sudah sangat salah. 

"Van! Gue gak suka sama lo! Gue kayak gini tuh karena gue punya alasan yang belum bisa gue kasih tau sekarang!" Jevan yang sedang mengantri di kasir menoleh ke arah gadis yang dari tadi masih sibuk merecokinya. Tatapannya dingin dan terkesan tidak peduli.

"Alasan apa? Kalo lo suka sama gue?"

"Idih, pede banget! Pokoknya ada! Walaupun gue bilang alasannya, lo pasti gak bakal percaya!"

Jevan kali ini terlalu capek untuk meladeni cewek di depannya. Cowok itu hanya menatap lurus ke depan sambil memasukkan tangannya ke kantong celana. Tidak memedulikan Arlin yang menatap kesal pada cowok itu di sampingnya.

Saat Jevan sudah selesai membayar semua barangnya, cowok itu berjalan santai keluar meninggalkan Arlin yang masih berada di kasir, gadis itu terlihat kalang kabut memaksa si mbak kasir yang menangani barang barangnya untuk segera mempercepat pergerakannya yang sedang memasukkan berbagai barang belanjaan gadis itu agar ia bisa mengejar Jevan.

Gadis itu berlari kencang ke arah cowok bertopi yang kini telah berdiri di hadapan bagasi mobil hitam yang sedang terbuka. Seraya membawa dua kantong kresek di kedua tangannya, Arlin berdiri terengah - engah di samping Jevan yang terlihat tidak memedulikan keberadaan gadis itu.

"Van, gue ngerti sikap gue dari kemarin pasti bikin lu eneg sama gue. Tapi gue kayak gitu be-"

"Lo ternyata orangnya emang kayak gini ya?"

Belum sempat Arlin mengeluarkan semua kalimat yang berada di kepalanya, cowok memotong penjelasan Arlin yang kini malah membuat gadis itu mengerutkan keningnya.

"Hah maksud-?"

"Gak ngerti bahasa manusia, cerewet, ngotot, gak jelas, aneh."

"Denger ya, Arlin. Terserah lo mau ngomong apa, jujur, gue gak peduli. Gue gak peduli soal alasan lo itu. Pokoknya, gue cuma mau lo berhenti mempermalukan gue di depan umum kayak yang lo lakuin tadi dan juga di kantin kemarin."

"Lo harusnya bersyukur karena lo temen Haikal. Kalo lo bukan temen Haikal, pasti lo udah abis sekarang." lanjut cowok bertopi itu.

---

Arlin saat ini tengah mengetuk-ngetukkan kepalanya pada bantal sofa ruang tengah. Kalau dipikir pikir, sepertinya cewek itu memang sudah kelewatan. Pasalnya setiap bertemu dengan Jevan, tubuhnya seperti sudah teratur secara otomatis untuk segera mengejar-ngejar cowok itu dan berujung mempermalukan dirinya. Sepertinya tubuhnya ini sangat antusias atas misinya untuk membuat Jevan selalu berada di dekatnya sebagai kunci atas kehidupan 'tenang'-nya.

Saat ini bahkan ia belum berganti baju dan membereskan barang-barang hasil belanja bulanannya. Tadi sesampai Arlin di apartemennya, gadis itu langsung melemparkan tubuhnya ke atas sofa sambil meringis mengingat pertemuannya dengan Jevan. 

Setelah Jevan mengatakan perkataan yang sangat menusuk itu, cowok itu lantas segera masuk ke dalam mobilnya dan berlalu meninggalkan Arlin di basement parkiran supermarket. Bahu Arlin yang sudah merosot semakin merosot akibat para arwah yang menertawakannya sejak saat Jevan memakinya sampai gadis itu masuk ke dalam mobilnya sendiri. Mungkin karena terlalu memikirkan perkataan cowok itu, Arlin jadi tidak terlalu memperdulikan usikan dari para hantu jelek itu. Membuat para arwah itu menyerah untuk mengganggunya.

"Gue tau sih, gue udah keterlaluan… tapi emang ada cara lain ya…?"

Arlin berucap lirih seraya memandangi ceiling apartemennya. Sepertinya ia memang harus segera mengubah caranya bersikap di sekitar cowok itu agar Jevan mau menerima keberadaannya. 

Gadis yang sedari tadi merebahkan tubuhnya di atas sofa itu akhirnya berdiri, lantas pergi ke arah dapur untuk mengeluarkan semua barang belanjaannya. Setelah itu, ia masuk ke kamarnya dan segera kembali merebahkan tubuhnya secara tengkurap di atas tempat tidurnya, dan tidak lama kemudian, gadis itu berhasil memasuki alam mimpinya.

---

Arlin sedang berpelukkan dengan Oh Sehun di sebuah taman bunga saat tiba-tiba gadis itu mendengar nada dering pada ponselnya berbunyi membuat ia terbangun dari alam mimpinya. Sejenak gadis itu mengerang, mengutuk siapa saja yang berhasil membangunkan gadis itu dari mimpinya yang sangat indah.

Jeff is calling… 

Saat melihat nama Jeffrey di log panggilan masuk itu, Arlin segera menekan tombol hijau pada ponselnya.

"Halo." ucapnya serak khas bangun tidur.

"Lo dari tadi kemana sih sampe gak bales chat gue?!" Arlin yang tiba tiba disembur seperti itu hanya berjengit sebentar sambil mengutuk cowok yang sedang menelponnya ini. 

"Kenapa sih Jeff? Gue baru bangun ini."

"Lo dimana?!"

"Di apart lah! Mau dimana lagi."

"Kenapa dari tadi gak bales chat gue sih. Lo bikin gue khawatir tau gak." Ah Arlin lupa mengabari sahabatnya ini kalau ia sudah sampai dengan selamat di apartemennya.

"Oh sorry. Lupa… hehe. Tadi gue kecapekan pas pulang Jeff, jadi langsung ketiduran."

"Ck, kebiasaan."

"Buka pintunya." lanjut Jeffrey.

"Pintu.. apa?" sahut Arlin yang masih setengah sadar.

"Pintu apart lo."

"Ngapain?"

"Cepet buka, sebelum gue disangka maling sama tetangga lo." Arlin yang baru sadar akan perkataan Jeffrey segera membuka matanya dan buru-buru berlari ke arah pintu unitnya. Saking terburu buru-nya, lutut dan jari kelingking gadis itu sampai terantuk ujung meja ruang tengahnya membuat ia mengerang keras sebelum berjalan tertatih ke arah pintu apartemennya untuk membukakan pintu.

Setelah membukakan pintu, tanpa mengatakan apapun pada Jeffrey, gadis itu membalikan badannya berjalan tertatih ke arah sofa.

"Lo kenapa?" tanya Jeffrey setelah melihat sahabatnya itu berjalan dengan aneh.

"Kepentok meja tadi… pas mau bukain lo pintu."

Tanpa bicara sepatah kata, Jeffrey segera berjalan ke arah Arlin dan berlutut di depan sofa single yang ditempati gadis itu. Cowok itu segera membawa kaki Arlin ke atas tumpuan kakinya setelah menaruh beberapa kantong plastik yang ia bawa di atas meja dekat sofa. Sesekali ia menekan lutut cewek itu perlahan membuat sang empu memukul lengannya.

"Sakit Jeff! Jangan ditekan dong!"

"Lo se-excited itu ya pas tau gue dateng? Makanya sampe bisa kepentok kek gini." ucap Jeff sambil berdiri dan berjalan ke arah dapur untuk mencari laci tempat gadis itu selalu meletakan kotak P3K dan keperluan kesehatan lainnya.

"Yeu, Pede banget. Gue baru aja bangun tidur! Jadinya masih setengah ngantuk."

Jeffrey yang saat ini tengah mengoleskan krim pereda rasa sakit tak menanggapi perkataan Arlin. Beberapa saat, situasi di sekitar mereka dilanda keheningan, mereka berdua seakan berfokus pada pikiran masing-masing sebelum si laki-laki kemudian memecah keheningan.

"Gimana tadi?" tanya Jeffrey.

"Tadi apanya? Tidur gue?"

"Pesta temen lo."

"Pesta apaan. Lo ngelindur ya?"

Jeffrey seketika menyentil pelan dahi gadis itu membuat Arlin meringis sambil memegang dahinya dan disusul oleh protes dari gadis itu.

"Lo yang ngelindur. Tadi katanya mau ke pesta Haikal?"

Sontak Arlin segera melotot kaget, lupa akan kebohongannya yang tadi tanpa sadar ia lontarkan saat di supermarket. Duh dalam hati gadis itu sudah merutuki dirinya sendiri yang bisa bisanya melupakan hal itu. 

"O-oh pesta Haikal! Iya tadi gue kesana." jawabnya antusias. Malah kini terlihat kelewat antusias yang justru membuat Jeffrey mengangkat satu alisnya.

"Emang pestanya dimana sih?" kali ini Jeffrey bertanya.

"Di… di rumahnya Haikal! Sebenernya itu bukan pesta sih Jeff, itu kayak surprise gitu! Jadi, kita pada surprise-in Haikal di rumahnya. Terus abis itu mamanya Haikal traktir kita pizza deh! Makanya gue gak mudeng pas lo nanya soal pesta, hehe."

Wah Arlin sepertinya memang punya bakat berbohong yang handal. Dalam hati, gadis itu memuji dirinya sendiri.

"Oh yaudah." ucap laki laki itu merespon lalu beranjak ke arah wastafel di dapur Arlin untuk mencuci tangannya setelah selesai mengobati luka gadis itu.

"Tuh tadi gue lewat mcd, gue beliin mcspicy kesukaan lo." Sontak langsung saja Arlin memekik senang dan membuka kantong plastik di hadapannya. Setelah berhasil menemukan burger ayam pedas dari gerai kesukaannya itu, ia segera melahapnya dan sesekali mencomot kentang yang ada di hadapannya.

Saat Jeffrey telah berhasil mendudukan diri di sebelah Arlin, cowok itu duduk memperhatikan gadis di sampingnya yang kini terlihat seperti gelandangan yang belum makan selama beberapa hari.

"Pelan pelan dong makannya, gak ada yang bakal ambil punya lo." ucap laki laki itu.

"Btw, lo ngapain kesini malem malem gini? Si Lana mana?" tanya Arlin setelah berhasil menelan semua burger di tangannya. Jeffrey yang memperhatikan kecepatan gadis itu saat makan sedari tadi hanya menggeleng gelengkan kepalanya seraya tersenyum kecil.

"Ya ngecekin lo lah. Lagian lo gak ngabarin gue, terus gak bales chat gue, ya mana bisa gue gak khawatir."

"Kalo tadi lo gak masih gak angkat telfon gue, rencananya gue mau nyari si Jevan atau Haikal buat nanyain keberadaan lo."

Arlin yang sedang meminum cola-nya sontak tersedak mendengar perkataan Jeffrey. Buru-buru Jeffrey mengelus punggung gadis itu dan mengambilkan tisu dan memberikan pada Arlin.

"Pelan pelan Lin. Gak ada yang ambil minuman lo."

"Lo gak ngehubungin Jevan sama Haikal kan? Bentar… tapi kok lo bisa tau namanya Jevan?!" ucap Arlin tak mempedulikan perkataan Jeffrey.

"Ya kan lo yang ngasih tau gue." Ah iya! Bodoh sekali Arlin. 

"Tapi lo gak ada chat Haikal kan, Jeff? Dia tadi katanya mau pergi ke rumah tantenya abis makan-makan! Ada masalah urgent gitu katanya, lo gak ada ganggu dia kan? Takutnya lo malah ngerecokin dia cuma gara-gara gue." ucap Arlin buru-buru, berusaha menetralkan wajahnya agar tidak memancing kecurigaan Jeffrey. Bisa gawat kalau laki-laki di hadapannya ini menghubungi Haikal dan mengetahui jika Arlin membohonginya. 

"Tadi gak jadi sih, karena lo langsung angkat call gue." ucap Jeffrey santai membuat gadis di hadapannya menghela nafas lega. Jeffrey memang cukup mengenal Haikal karena dulu ia menjadi kakak pembimbing kelompok Arlin dan Haikal saat ospek fakultas.

"Udahlah, lagian gue kan sekarang aman aman aja. Terus itu si Lana lo tinggalin?! Kalo dia salah paham sama gue gimana coba gara-gara lo dateng ke apart gue malem malem gini?!"

"Lana lagi nginep di rumah temen SMA-nya yang di Kuningan. Lagian Lana juga gak mungkin salah paham kok, dia bukan cewek kayak gitu." ucapan Jeffrey barusan berhasil membuat mood Arlin turun. Apa tadi barusan? Lana bukan gadis seperti itu? Rasanya sekarang Arlin ingin menjambak rambut Jeffrey sambil berteriak di telinganya kalau pacar kesayangannya itu sudah beberapa kali menyindirnya dan mengibarkan bendera perang padanya secara tidak langsung. Tapi ya, tentu saja dia tidak melancarkan rencana yang ingin sekali ia lakukan itu. Ia masih ingin Jeffrey mempunyai hubungan baik dengan Lana meskipun hal itu sebenarnya menyakitinya.

TBC

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status