Share

9. Jean

Author: reidaline
last update Last Updated: 2021-09-01 17:47:23

Tampak gadis dengan rambut panjang berwarna hitam pekat sedang turun dari motor pria berjaket hijau. Setelah mengucapkan terimakasih pada abang ojek online yang sudah mengantarkannya dengan selamat ke kampus, Arlin segera berbalik berjalan ke arah pintu masuk fakultasnya seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Semalam setelah Jeffrey mampir sebentar di apartemen gadis itu untuk mengecek kondisi Arlin, tak lama kemudian cowok itu pamit pulang karena jam dinding apartemen gadis itu sudah menunjukkan pukul satu malam. Karena tidak ingin mengganggu waktu istirahat Arlin, Jeffrey pun pulang setelah berpamitan dan berhasil membuat cewek itu untuk berjanji agar tidak menyetir mobilnya sendirian lagi.

Saat Arlin sedang berjalan di koridor fakultasnya, tiba-tiba pundak gadis itu dipukul kuat oleh seseorang di belakangnya. Saat gadis itu menoleh, mata Arlin otomatis membelalak saat menemukan seseorang yang sejak beberapa hari ini menghilang.

"ASTAGA CHERRY! GUE PIKIR SIAPA!"

Arlin berteriak seraya memukul kembali lengan perempuan di hadapannya yang kini sedang terkekeh tak bersalah.

Cherry yang berdiri di hadapannya hanya mengerling jahil pada sahabatnya seraya sesekali mencubit perut Arlin dengan pelan. Perempuan itu terlihat cantik dengan tubuhnya yang tinggi dan rambutnya yang dicat dengan warna ash brown. 

"Lagian bisa-bisanya lo jalan sambil bengong! Ya gue taboklah biar gak kesurupan."

"Sebelum gue kesurupan, gue buat lo kesurupan arwah belalang sembah duluan." ucap Arlin sambil lanjut berjalan ke arah kelas mereka yang sudah dijadwalkan untuk pagi ini. Cherry yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya terkekeh sambil merangkul pundak Arlin yang tingginya sedikit lebih pedek dari gadis itu.

"Gue masih marah ya sama lo. Gak usah pegang pegang hushhush."

"Yailah Lin, lo tau sendiri muka gue kalo lagi sakit jeleknya kayak apa. Gue gak mau lah muka gue yang lagi jelek banget gitu dilihat orang." Arlin mengangkat alisnya sejenak mendengar perkataan sahabatnya, jelas jelas tidak terima.

"Orang? Lo tuh ya emang! Duh, gue sampe bingung mau ngomong apa! Masa cuma gara-gara muka lo lagi jelek, lo gak mau gue jenguk. Lagian itu gak kayak gue bakal foto muka jelek lo terus nyebarin aib lo ke grup angkatan kan! Dari kemaren gue khawatir banget tau gak. Lo gak masuk beberapa hari terus pas gue tanya enteng banget lo bilang lo lagi sakit! Kenapa gak bilang-bilang juga! Mana lo gak ngasih ijin gue buat jenguk. Gue tuh beneran sahabat lo apa bukan si Cherr?! Heran deh gue, elah!"

Cherry yang dicecar seperti itu menutup matanya sejenak seraya mengulum senyum mendengar cecaran sahabatnya itu. "Iya, sorry ya Arlin yang paling cakep. Sekarang, sebagai permintaan maaf dari Cherry yang cantik ini, nanti kelar kelas gue jajanin cilor deh. Gimana?"

Arlin yang ditawari makanan kesukaannya itu seketika berteriak kesenangan dalam hati. Tapi tentu saja, raut wajahnya masih merenggut jual mahal terhadap tawaran sahabatnya itu. Walaupun di dalam kepalanya, ia sudah membayangkan seberapa kenyalnya makanan yang terbuat dari aci dan telur itu berada di dalam lidahnya.

Karena Arlin tak kunjung menjawab, Cherry mencebikkan bibirnya, mengetahui trik kotor sahabatnya itu. "Cilor plus cheesecake kesukaan lo di orion deh."

Mendengar ucapan Cherry, Arlin sontak menolehkan kepalanya dengan wajah puas dan mata berbinar seraya meraih tangan kanan sahabatnya itu untuk mengajaknya bersalaman.

"Deal."

"Kampret."

---

"Sumpah Bu Gina kenapa harus ngasih kita tugas kayak gitu sih. Mana banyak banget lagi tugasnya. Padahal gue baru sembuh loh! Duh, langsung cenat cenut otak gue."

Baru saja Arlin dan Cherry keluar dari kelasnya, sahabat satu satunya Arlin itu segera mengeluarkan protesnya di hadapan Arlin. 

"Harus buru buru kita kelarin sih ini. Besok pasti Pak Rendra ngasih tugas lagi." ucap Arlin.

"Kerjain bareng yuk Lin. Kepala gue udah cenat-cenut."

"Yuklah, mau dimana?"

"Orion aja kali ya ntar sore. Soalnya abis ini gue mesti nganter nyokap gue ke rumah temennya. Sekalian kita beli cheesecake buat lo."

Seketika Arlin langsung tersenyum sumringah mendengar kalimat terakhir yang dikatakan sahabatnya itu. Kepalanya mengangguk-ngangguk bersemangat seperti anak anjing, menghadap Cherry yang kini hanya memutar bolanya malas karena sudah terbiasa dengan tingkah laku sahabatnya ini.

"Oke kalo gitu sekarang kita beli cilor lo dulu." Mereka pun berjalan ke arah warung kecil yang terletak di samping gedung kampus mereka yang merupakan tempat langganan Arlin membeli cilor. 

Saat di tengah perjalanan, seperti biasa Arlin sesekali dijahili oleh para arwah yang berada di sekitar sana. Mereka sangat suka dengan keberadaan Arlin karena gadis itu cenderung kerap kali ketakutan saat dijahili mereka tanpa mereka harus mengeluarkan energi yang besar, dikarenakan Arlin yang memang bisa melihat mereka tidak seperti manusia biasa lainnya, hal itu tentu saja membuat para hantu itu dengan mudah dapat menyerap energi negatif yang keluar dari tubuh Arlin dan mengumpulkan kekuatannya untuk mengganggu orang lain yang tidak dapat melihat mereka.

Terkadang ada juga beberapa arwah yang meminta pertolongan Arlin agar mereka dapat secepatnya mengakhiri siksaan dunianya, dan tentu saja tidak pernah Arlin lakukan. Walaupun begitu, harus Arlin akui masih ada juga para arwah yang baik dan tidak mempunyai niat buruk padanya. Terkadang apabila menemui hantu sejenis itu, maka Arlin akan dengan senang hati bermain dan juga sesekali membantu mereka.

Saat Arlin dan Cherry berjalan di koridor fakultas mereka seraya berbincang kecil, tampak tiga orang laki laki sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Awalnya Arlin tidak mengenali mereka karena sedang fokus berbincang dengan Cherry, tapi ketika Cherry tiba tiba menyikut lengannya sambil berbisik pelan. Gadis itu akhirnya menyadari bahwa Haikal, Ryand dan Nathan sekarang sedang berjalan ke arah mereka. 

"Lin." sapa Haikal seraya memasang senyum manisnya.

"Widiw, hai Arlin! Ketemu lagi nih kita." ucap Nathan. Sedangkan Ryand di sebelahnya hanya tersenyum kecil sambil mengangkat tangannya untuk menyapa mereka.

Cherry melongo sejenak melihat beberapa cowok di hadapannya yang kini sedang menyapa gadis di sebelahnya.

"Hai, kalian ngapain disini?" Arlin bertanya seraya menoleh bergantian ke arah tiga cowok itu.

"Ini nih nemenin si malika ngumpulin tugas. Nyusahin banget kan Lin temen lo ini?"

Nathan berucap secara memukul pelan lengan Haikal di sebelahnya membuat sang empu mendelikkan matanya sedikit ke arah cowok itu, sebelum kembali menatap Arlin dan temannya di hadapannya. Arlin yang menyaksikan perselisihan singkat di hadapannya hanya tertawa pelan menanggapi.

"Btw, kalian lagi mau kemana? Pulang?" tanya Haikal lagi.

"Nggak Kal, ini gue sama Cherry mau ke warung samping fakultas deket sini, hehe."

"Eh, oh ya gue belum kenalan sama temen lo." ucap Nathan tiba tiba. Cherry yang disebut-sebut lantas berusaha mengulum senyumnya seraya menahan dirinya yang saat ini ingin sekali memekik kesenangan karena salah satu dari idolanya di kampus sedang mengajaknya berkenalan.

"Hai, gue Cherry." ucap Cherry seraya mengulurkan tangannya yang tentu saja segera disambut oleh Nathan. Lalu tanpa menyia nyiakan kesempatan, gadis itu segera mengulurkan tangannya pada Ryand dan juga Haikal.

Arlin yang melihat tingkah laku sahabatnya hanya mendengus menahan senyumnya.

Setelah berbincang-bincang sejenak, tiga cowok itu pamit melanjutkan langkah mereka ke arah ruangan dosen meninggalkan Arlin dan Cherry yang masih menatap kepergian mereka.

"Sumpah ya Lin!" Dramanya dimulai deh, ucap Arlin dalam hati.

"Lo kok gak bilang bilang kalo lo kenal sama mereka?! Padahal gue kan sering ngomongin mereka depan lo!" lanjut Cherry sambil berjalan mengikuti langkah Arlin.

"Gue emang cuma kenal sama Haikal kok."

"Mana ada! Jelas jelas tadi Ryand sama Nathan nyapa lo seakan-akan kalian udah kenal deket!" Arlin hanya menggeleng gelengkan kepalanya mendengar celotehan sahabatnya itu.

"Jujur sama gue! Sejak kapan lo kenal sama mereka?! Apa jangan jangan lo selama ini udah deket sama mereka tapi lo sengaja gak ngasih tau gue karena lo-"

"Hadeh, gue punya temen gini amat! Gue juga baru kenal mereka minggu lalu kali Cherr. Pas lo gak masuk itu, gue kebetulan ketemu sama mereka berempat, terus ya tiba tiba kenal aja."

"What?! Baru minggu lalu?! Gila ya Lin! Gue sakit l-sakit di rumah, lo ternyata asik-asik sama empat cowok ganteng di kampus! Eh bentar, EMPAT? BERARTI LO KENAL JEVAN JUGA DONG?!" Arlin menghela nafas sejenak berusaha untuk tidak mencekik gadis cerewet disebelahnya.

"Iye, gue kenal Jevan. Terus kenapa?"

"SUMPAH LIN GILA GILA! LO KOK GAK BILANG-BILANG SIH!"

"Dih, ini tuh bukan achievement yang harus gue gembar-gemborkan!"

"Jelas jelas ini mah namanya achievement Arlin!"

"Duh terserah lo deh." Arlin segera mempercepat langkahnya meninggalkan Cherry yang masih berteriak teriak tidak jelas membuat beberapa mahasiswa di sekitar mereka menoleh penasaran.

***

Saat ini Arlin tengah duduk di Orion, kafe langganan gadis itu bersama Jeffrey dan Cherry yang biasa mereka gunakan sebagai tempat nongkrong atau pun mengerjakan tugas. 

Arlin mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir dua jam dari waktu janjian yang sudah ditetapkan Arlin dan Cherry saat tadi siang berpisah di halaman kampusnya. Gadis itu menghembuskan nafasnya kasar, bahkan ice caramel macchiato-nya telah tandas ia minum. Arlin mengecek ponselnya berharap ada balasan pesan dari sahabatnya itu. Sebenarnya bukan masalah besar sih, hanya saja Arlin khawatir sahabatnya itu tertimpa masalah di tengah jalan mengingat Cherry yang baru saja sembuh dari sakitnya.

Namun, setelah beberapa kali mengecek ponselnya, Arlin tak kunjung mendapat balasan dari Cherry. Sebenarnya tugas kuliah Arlin pun sudah hampir selesai karena sejak tadi gadis itu memang mengerjakan tugasnya sambil menunggu sahabatnya itu. 

Tiba-tiba ponsel Arlin berdering menandakan ada telepon masuk. Saat ia melihat nama Cherry muncul di layar ponselnya, buru buru gadis itu menekan tombol hijau pada ponselnya.

"Cherr! Lo dimana?" Dengan suara bergetar, Arlin bertanya keberadaan sahabatnya yang tak kunjung datang itu.

"Sorry banget, Lin. Ban mobil gue tiba-tiba pecah di tol, ini kayaknya bakal lama deh. Lo kalo mau balik, balik aja Lin. Nanti kelar gue urusin ban mobil gue ini, gue ke tempat lo."

"Astaga… Terus gimana? Lo mau gue telfonin petugas tolnya gak? Lo sendiri ya disana? Tol mana sih? Lo mau gue susul ke sana?" Cherry terkekeh kecil mendengar rentetan pertanyaan bernada khawatir dari Arlin.

"Pelan pelan dong Lin, ini kan gak kayak gue bakal mati karena ban mobil gue pecah."

"Gue serius!" Arlin merengut tidak suka melihat respon sahabatnya yang malah melontarkan candaan.

"Ya ampun, lucu banget sohib gue yang ini wkwkwk. Gue udah telfon petugas tol Lin, ini petugasnya udah di sini kok lagi bantu ganti ban gue yang bocor. Udah aman nih gue, lo tenang aja." Arlin menghela nafas sejenak mendengar penjelasan gadis di seberang telepon. Ya setidaknya, sahabatnya itu sudah lumayan aman.

"Lo mending pulang deh, gak usah ke sini. Gue palingan bentar lagi kelar, terus langsung ke tempat lo. Sorry ya Lin lo dari tadi nunggu gue lama."

"Sans, Cherr. Ya udah kalo gitu gue balik nih ya. Lo kalo ada apa apa langsung call gue, oke? Ntar gue tunggu di apart."

"Okeii deh Lin. Ati ati lo baliknya."

"Iya, lo juga Cherr, ati ati. Jangan malah lo godain mas mas petugas tolnya." ucap Arlin menggoda temannya yang hanya direspon oleh suara tawa dari seberang teleponnya. Setelah itu gadis itu segera menutup telepon mereka.

Arlin segera membereskan barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja di hadapannya. Begitu gadis itu sudah selesai memasukkan laptop dan beberapa buku ke dalam tasnya. Gadis itu segera berdiri dan tersenyum ke arah beberapa waiters dan kasir yang berada di sana untuk berpamitan. Arlin memang sudah cukup dikenal di kafe itu karena hampir setiap minggu gadis itu mengunjungi Orion untuk mengerjakan tugasnya atau pun membeli cheesecake buatan kafe tersebut.

Gadis itu berjalan ke arah trotoar yang berada di depan Orion, berusaha mencari taksi agar ia bisa lebih cepat sampai di apartemennya. Karena tidak melihat tanda tanda adanya taksi yang lewat dari sisi tempatnya berdiri, akhirnya Arlin menyebrang ke sisi lain dari jalan raya tepat di seberang Orion. Arlin berdiri di trotoar berusaha menemukan taksi yang lewat, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. 

Tiba-tiba, mata gadis itu berhenti pada sosok anak laki-laki yang sedang berjongkok sambil menangis pelan tak jauh dari tempatnya berdiri. Mata Arlin menyapu sekitarnya berusaha mencari orangtua anak kecil itu. Sudah beberapa menit waktu berlalu namun tidak ada satupun orang yang menghampiri anak itu karena di area ini memang terlihat cukup sepi. Karena Arlin merasa kasihan dengan anak kecil tu, gadis itu pun berjalan menuju anak laki-laki yang kini masih menelungkupkan kepalanya seraya berjongkok.

"Dek, kamu gapapa? Mama kamu mana?" Anak kecil itu seketika mengangkat kepalanya, menunjukan wajahnya yang sudah basah karena air matanya. 

"M-mama masih hiks… di kantor hiks…."

"Kamu kenapa disini sendirian?" tanya Arlin pelan seraya mengambil selembar tisu dari tasnya dan mengelap wajah anak itu yang dipenuhi air mata.

"Aku… baru selesai les... nunggu jemput… belum dijemput.."

Arlin terdiam sejenak mendengar ucapan anak kecil itu. Pasalnya anak kecil di hadapannya ini terlihat seperti anak yang baru berumur lima atau enam tahun. Anak itu masih terlalu kecil untuk dibiarkan sendirian di tengah jalan seperti ini apalagi langit sudah mulai gelap. Arlin tidak habis pikir dengan orangtua dan guru les anak itu yang bisa-bisanya membiarkan anak sekecil ini berkeliaran di tempat sepi seperti ini. Bagaimana kalau anak ini diculik?

"Udah gak apa-apa, jangan nangis lagi ya. Kakak temenin kamu sampe kamu dijemput. Emang tempat les kamu dimana?"

"Di… situ."

Arlin berjinjit berusaha menemukan tempat les yang disebut anak itu. Saat ia menemukan papan berwarna ungu yang bertuliskan bimbingan belajar, Arlin menghela nafasnya sejenak. Sepertinya anak kecil ini berjalan terlalu jauh dari tempat lesnya.

Arlin kemudian mensejajarkan tubuhnya agar tingginya sama dengan anak itu lalu tersenyum menenangkan.

"Nama kamu siapa?"

Je-jean."ucapnya pelan seraya berusaha menelan tangisannya yang sudah mulai mereda.

"Jean jangan nangis lagi ya, nanti kakak tungguin sampe kamu dijemput kok. Sambil kita nunggu jemputan kamu, kamu mau makan cheesecake nggak?"

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • A Shield for Arlin   24. Matcha Roll Cake

    Sayup-sayup suara burung terdengar, gadis yang tengah berbaring di atas tempat tidur itu beberapa kali tampak mengernyit saat sinar matahari mulai menyilaukan matanya yang masih setengah terpejam. Arlin berguling ke sebelah kanan tempat tidur, berusaha meraba-raba jam kecil yang biasa diletakan di meja sebelah kanan tempat tidurnya masih dengan matanya yang terpejam. Kening gadis itu mengernyit saat telapak tangannya tidak menemukan apa yang ia cari. Perlahan Arlin membuka matanya, beberapa kali dia mengerjapkan matanya berusaha menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Kemudian mata gadis itu menyapu seluruh penjuru kamar yang jelas-jelas bukan kamar miliknya di apartemen.Mata gadis itu membulat beberapa saat, hampir saja Arlin berteriak histeris saat tiba-tiba ingatan semalam muncul di kepalanya. Oh astaga… gadis itu baru ingat kalau semalam dirinya menginap di rumah Jevan. Atau lebih tepatnya rumah kakak Jevan? Entahlah.Arlin lantas bangun dari posisi tidurnya dan segera beranj

  • A Shield for Arlin   23. Hampir aja

    Beberapa jam yang lalu… "Kamu… mau bantu saya?"Arlin mengangguk pelan, "Apa yang harus saya lakuin?""Kamu cuma perlu bawa foto janin dan ponsel saya ke orangtua saya. Itu satu-satunya cara supaya mereka bisa tau tentang kehamilan dan… kebenaran di balik kematian saya."Arlin mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca dan hatinya kian diliputi rasa bersalah dan juga prihatin terhadap wanita di hadapannya."Kamu yakin mau bantu saya?"Iya, saya bakal bantu mbak." ucap Arlin dengan mantap. Walaupun ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran gadis itu terkait kebenaran di balik kematian wanita di depannya, tapi Arlin tak memedulikannya. 'Gue cuma harus fokus membantu wanita ini, pikirnya'."Sekarang dimana foto dan HP mbak itu?""Di rumah saya."Setelah itu Arlin segera pergi ke rumah itu dengan arwah wanita tadi yang menuntun jalan. Sesampai mereka di sana, Arlin mengerutkan keningnya melihat teras dan halaman rumah bernomor dua belas itu yang terlihat sangat kotor seperti sudah la

  • A Shield for Arlin   22. Sikap Jevan

    "Brengs*k!" Jevan seketika mendorong tubuh pria yang sedang berada di atas Arlin dan mencekik leher gadis itu. Tubuh pria itu otomatis terhuyung ke lantai. Kini Jevan sudah menduduki tubuh pria asing itu dan memberikannya berbagai pukulan di sekitar wajah dan rahangnya. Jevan seolah sudah gelap mata. Tadi saat ia baru saja memasuki kamar ini, matanya langsung menangkap pria ini sedang mencekik Arlin dan tubuhnya menimpa gadis. Jevan sebenarnya tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, tapi entahlah instingnya seperti mengatakan untuk segera menyelamatkan gadis itu terlebih dahulu dari pada repot-repot meminta penjelasan pada mereka.Jevan terus-terusan memukul pria itu sampai tiba-tiba Arlin menarik jaketnya pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Udah…." Tatapan nyalang di mata Jevan seketika berubah menjadi lebih lembut. Cowok itu menghela nafas kasar dan langsung bangun dari tubuh pria itu yang sudah habis ia pukuli. Kemudian Jevan menarik tangan Arlin dan segera pergi dari ru

  • A Shield for Arlin   21. Menebus Kesalahan

    Arlin baru saja keluar dari ruang kelas usai jadwal kelasnya hari ini selesai, tentunya bersama Cherry saat tiba-tiba Jeffrey menelfonnya. Buru-buru Arlin menelpon menekan tombol hijau pada layar ponselnya. Cherry yang berdiri di sampingnya menoleh ke arah gadis itu dan mengangkat satu alisnya. Namun, saat gadis itu melihat si kontak penelpon, Cherry menyeringai ke arah Arlin."Halo.""Aku udah nyampe." ucap laki-laki di seberang telepon."Aku?""Iya, aku-kamu. Emang kenapa? Kan kita harus latihan dulu biar kamu terbiasa." ucap Jeffrey

  • A Shield for Arlin   20. Suara asing

    Sudah dua hari berlalu sejak kejadian dimana Jeffrey berhasil merebut ciuman pertamanya. Tentu saja hal itu berhasil membuat Arlin tidak bisa tertidur selama beberapa malam. Dan hari ini adalah hari keberangkatan Jeffrey ke kota tempat tinggal neneknya itu. Selain untuk menjenguk neneknya yang kabarnya sedang sakit, rencananya laki-laki itu juga akan menyelesaikan hubungannya dengan Lana secara langsung saat berada di sana.Saat ini Jeffrey sedang menyetir dan sedang berada dalam perjalanan ke kampus untuk mengantar Arlin yang kini duduk dengan tenang di sampingnya. Setelah beberapa kali beradu mulut perihal Jeffrey yang terus-terusan ngotot ingin mengantar Arlin untuk menghabiskan waktu sebanyak mungkin sebelum cowok itu berangkat ke Yogyakarta siang ini, akhirnya Arlin pun kalah karena tidak ingin berdeba

  • A Shield for Arlin   19. Lo mau nunggu gue kan?

    "JELAS MASALAH BUAT GUE YANG UDAH SEJAK LAMA SUKA SAMA LO." ucap cowok itu dengan keras, nafasnya terengah-engah."...dan gue tau… lo juga suka sama gue."Arlin membelalakan matanya terkejut. Sedetik kemudian, gadis itu merubah raut wajahnya dan memutar bola matanya malas. "Lo gila.""Iya, gue emang udah sinting.""Bisa-bisanya lo suka sama gue disaat lo aja masih punya Lana? Dan sekarang lo ngakuin perasaan lo? Lo egois banget.""Gue emang egois. Dari awal gue selalu pura-pura gak tau soal perasaan lo, sementara di saat yang sama gue selalu berada di deket lo dan pacaran sama cewek lain."Arlin terdiam mendengarkan penuturan cowok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status