DI dalam kamar Natasya.
“Kenapa semua jadi seperti ini? Kenapa semuanya kacau? Gue, gue udah gak punya siapa-siapa. Gue harus gimana?” gumam Natasya sambil duduk di sudut kamar dengan tangan memeluk erat kakinya.
“Gak, semua ini gak adil! Kenapa semuanya gak adil? Dulu Fely yang di bela sekarang Keyra, kenapa gak ada yang bela gue?! Gue benci hidup gue!” jerit Natasya sambil menjambak rambutnya dan jangan lupa air mata yang mulai menetes melewati pipinya.
Dalam diam Natasya meratapi nasibnya yang cukup menyedihkan. Dalam diam dia menangisi jalan hidupnya.
Di lain tempat.
Saat ini mereka sedang duduk berdampingan di kamar inap Keyra. Bima menatap sosok adiknya dengan raut wajah lesu, sedangkan Arka duduk di kursi samping berangka dengan tangan yang masih setia menggenggam tangan Keyra sedangkan yang lainnya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang bermain ponsel, membaca buku dan mengerjakan tugas kuliah.
“K
Hari semakin malam dan Keyra belum ada tanda-tanda akan sadar. Dokter sedang memeriksa kondisinya saat ini. Dengan langkah pelan sang dokter keluar dari ruang inap Keyra.“Bagaimana dok?” tanya Mama Bima dengan raut wajah khawatir.“Maaf, dengan berat hati saya menyampaikan ini. Nona Keyra di nyatakan koma dengan kurung waktu tak tahu sampai kapan” ucap sang dokter dengan raut wajah datar.“Enggak! Anda pasti salah, sebentar lagi pasti anak saya bangun!” ucap Mama Bima dengan raut wajah tak terima. Dengan raut wajah syok Mama Bima menatap ke arah sang dokter. Sang suami yang melihat kondisi istrinya pun membawa sosok sang istri ke dalam dekapannya.“Mah tenang, jangan seperti ini. Keyra pasti baik-baik aja. Dia hanya perlu istirahat dengan waktu cukup lama. Kalau putri kita sudah baik, dia pasti akan sadar dan menemui kita” ucap Papa Bima sambil mempererat pelukannya saat merasakan tubuh istrinya mencoba mem
Tiga hari kemudian mereka mulai membiasakan diri tanpa sosok Keyra, tentu saja kalimat itu untuk keluarga Keyra, Satria, Ami dan Arka. Siapa lagi memangnya, sosok yang benar-benar dekat dengan Keyra hanya beberapa orang. Yah, walau teman-teman Arka sudah dekat dengannya tapi hubungan mereka tak sedekat itu. Mereka dekat hanya sebagai teman sekedar kenal tak lebih.Arka saat ini menemani Keyra di dalam ruang inap. Tangannya menggenggam erat tangan Keyra.“Cepet sadar ya, jangan lama-lama tidurnya” ucap Arka sambil mengelus pelan kepala Keyra.“Lu tau gak? Gue udah buat dia musnah” ucap Arka dengan kekehan di akhir kalimat.“Orang yang dari dulu mau gue bunuh udah mati di tangan gue, tapi bukan hanya gue yang nyiksa dia. Abang lu sama Satria juga ikut nyiksa. Bahkan gue kebagian sedikit” ucap Arka yang menceritakan semuanya kepada Keyra tentang apa yang terjadi beberapa hari terakhir ini.“Menurut lu ke
Sudah hampir satu bulan lamanya Keyra koma dan Arka masih setia menunggu Keyra sadar dari komanya. Tapi hingga sekarang belum ada tanda-tanda dari Keyra akan sadar dan ada masanya kondisi tubuh Keyra menurun, tapi masih bisa di tangani oleh pihak medis. Di tengah-tengah penantiannya, tak ayal terkadang ada pikiran-pikiran negatif hinggap di otak Arka. Tapi dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan cara menyibukkan diri dengan tugas kuliah dan beberapa berkas perusahaan. Arka mengerjakan itu di dalam ruang inap Keyra, dengan tenang. Seperti saat ini dia sedang fokus pada berkas di depannya. Sesekali dia menatap ke arah Keyra dengan senyum sekilas.“Kapan bangun? Gak kangen sama gue?” tanya Arka dengan senyum manisnya.“Cepet bangun, kita mulai dari awal” ucap Arka dengan lembut dan sorot mata menyorotkan kerinduan.“Jangan ganggu gue dulu, mau fokus cari uang buat nikah soalnya” ucap Arka dengan senyum geli dan kembali sibuk ke
Di dalam kamar, terlihat sosok Arka yang berdiri di balkon kamar dengan minuman soda di tangannya.“Gue ngerasa, takdir sedang mempermainkan gue” ucap Arka sambil menatap langit malam dengan perasan bercampur aduk.“Sebulan lebih dia koma tapi belum juga ada tanda-tanda akan bangun” ucapnya dengan lirih sambil menutup matanya dengan pelan. Menikmati embusan angin malam yang terasa dingin.“Ngapain lu di situ bang?” tanya Sinta, adik Arka dengan raut wajah datar.“Menikmati kesunyian” balas Arka dengan tenang dan mata masih setia terpejam.“Istirahat bang, akhir-akhir ini tidur lu gak teratur. Lu sekarang juga lagi sakit, jangan nyakitin diri lu sendiri kayak gini” ucap Sinta sambil berjalan mendekati sosok abangnya yang terlihat rapuh.“Gue bukan anak kecil Sin, gue tahu apa yang sedang gue lakuin” ucap Arka sambil menatap ke arah Sinta dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Setelah kejadian tadi Arka mendudukkan dirinya di tepi ranjang sambil menatap ke lantai dengan sorot mata datar. Tatapannya sangat datar hingga hanya ada kekosongan di bola matanya. Semua lamunannya buyar saat mendengar panggilan telepon masuk. Panggilan pertama hingga ke tiga tak dia jawab, entah karena tak mood atau pura-pura tak mendengarnya. Hingga panggilan ke empat dia mulai mengangkat telepon itu.“Apa?” ucap Arka tanpa basa-basi.‘Si Keyra udah sadar’ ucap orang seberang sana dengan nada suara santai. Arka masih diam di tempat mencerna ucapan orang tadi.‘Oy! Masih di sana ‘kan lu?’ ucap Satria dengan nada suara sedikit keras.“Gue OTW” ucap Arka dan tanpa permisi dia sudah mematikan panggilan dan berlari keluar rumah dengan membawa kunci motor dan ponsel. Saat ini tujuannya hanya satu yaitu, Keyra.Saat melewati kamar adiknya, Arka bisa mendengar isakan dari dalam kamar. Dengan refleks
Hari berganti pagi, dengan perlahan Arka mulai membuka matanya. Pemandangan pertama yang dia lihat adalah ruang putih dan bau obat. Hingga ingatan kemarin malam datang ke otaknya. Dengan gerakan cepat Arka bangun dari tidurnya dan menatap ke sekelilingnya. Di sampingnya ada sosok Keyra menatap ke arahnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Apa?” tanya Keyra dengan raut wajah malas. Arka yang mendengar suara Keyra sedikit tak percaya. Beberapa detik dia diam sambil menatap sosok Keyra dengan raut wajah kosong. Hingga dengan tiba-tiba dia bangkit dan berjalan ke sosok Keyra berniat memeluknya tanpa melihat sekelilingnya.Arka memeluk Keyra dengan sangat erat, menyalurkan semua perasaannya selama ini. Bahkan tanpa dia sadari air matanya sudah menetes tanpa permisi.“Kenapa bangun sekarang?” gumam Arka di dekat telinga Keyra dengan parau.“Bersyukur gue bangun sekarang, dari pada gak bangun-bangun” ucap Keyra dengan malas.
Satu minggu setelah Keyra sadar, saat ini dirinya sedang membaca novel di tangannya dan Arka sibuk mengurus berkas-berkas kantor Papanya. Saat Keyra sadar dan kondisinya mulai membaik dengan tenang Mamanya menitipkan Keyra kepada Arka.Setelah dia sadar, sikap Arka berubah 180°. Itu sedikit membuat Keyra risi tapi dia tak bisa apa-apa. Ada satu hari saat dia mengomentari perilaku Arka dan mendapat teguran dari Mamanya. Mamanya bilang ‘jangan terlalu galak dengan tunangan sendiri, sebentar lagi juga mau nikah’ Keyra yang mendengar perkataan Mamanya hanya bisa diam membisu tanpa bantahan.“Key” panggil Arka sambil menatap ke sosok Keyra dengan sorot mata teduh.“Hm?” balas Keyra dengan tenang sambil membuka halaman novel berikutnya.“Ck, gue di sini Key” ucap Arka dengan nada suara kesal.“Iya apa?” balas Keyra sambil menatap Arka dan meletakkan novelnya di atas pangkuan tanpa menu
Sore harinya, Arka sedang fokus ke ponselnya. Bahkan pandangannya tak teralih sedikit pun dari layar ponsel.“Lu lagi apa sih Ar? Ayolah gue bosen, mau jalan-jalan” ucap Keyra dengan nada suara merajuk.Arka masih diam di tempat tanpa ada niatan membalas ucapan Keyra barusan. Keyra yang tak mendapatkan respons dari Arka mulai kesal dan dengan tenaga dalam dia melemparkan apel ke arah Arka. Apel itu mengenai pipi Arka dengan cukup keras.“Apa?” tanya Arka sambil memegang pipinya yang terasa sakit.“Bosen!” teriak Keyra dengan raut wajah tak santai.“Oh bosen” balas Arka dan kembali sibuk ke ponselnya. Keyra yang melihat reaksi Arka seperti itu, sedikit merasa kesal dan membalikkan badan membelakangi sosok Arka.Tanpa sepengetahuan Keyra, Arka mulai memasukkan ponselnya ke dalam saku celana dan berjalan ke arah Keyra tanpa suara. Dengan tiba-tiba Arka mengendong Keyra dengan sekali angkat.