Share

Pernikahan Abnormal

Gadis itu bangun dan termenung. Di lihatnya sprei putih itu kini sudah mengeluarkan darah segar. Darah keperawanan yang menjadi segel seorang gadis. Dan kini bahkan segel itu sudah terbuka dan segel itu sudah terlepas. Sakit hatinya sudah tak terkira. Derai air matanya bahkan sudah terpecah. Tetapi gadis itu bahkan tidak sanggup untuk mengeluarkan suara tangisnya. Karena dia bahkan harus mengiklaskan semuanya demi uang yang akan dia dapat kedepannya.

Gadis itu kini beranjak dari posisi tidurnya. Menatap ke sampingnya. Dimana di sebelahnya ada seorang pria paruh baya kini masih terlelap dengan suara ngoroknya. Kakek tua itu berusia sekitar 55 tahun. Dan kini kakek tua itu adalah suaminya. Masih melekat dalam pikiranya saat ijab kabul itu terucap dari mulut pria paruh baya itu. Saat itu adalah saat paling menyakitkan untuk Liliana, karena dia harus menelan pahitnya kehidupan dengan menikah dengan seorang pria paruh baya yang pantas menjadi Ayahnya.

Liliana di beri maskawin yang sangat banyak, diantaranya adalah seperangkat perhiasan, satu unit mobil dan rumah mewah. Tidak ketinggalan Liliana pun di beri sebuah ATM yang isinya tidak akan ada habisnya. Karena jika habis suaminya berjanji akan mengisi kembali dengan nominal yang tak bisa di bayangkan.

Bukan lagi puluhan juta, tetapi ratusan juta. Liliana di beri nafkah bulanan oleh suaminya sekitar 200 juta rupiah setiap bulannya. Itu adalah surat perjanjian yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak, sebelum Liliana di pinang dan di jadikan sebagai istri simpanan oleh bandot tua tersebut. Dan pernikahan pun berjalan lancar di hadiri oleh Liliana dan Ayah Liliana sendiri.

Benar sekali, Ayah Lilianalah yang telah menjual lilianan kepada kakek tua itu. Dikarenakan mereka sangat membutuhkan uang untuk biaya berobat sang ibu. Ibu Liliana sangat membutuhkan uang untuk biaya berobatnya. Sang ibu telah di vonis mengidap penyakit kangker otak stadium 3. Dan mereka sangat miskin karena uang yang mereka miliki kini telah habis din pakai untuk biaya berobat.

Baiklah Liliana memang kini sudah syah menjadi istri dari bandot tua itu. Bahkan semalam Liliana sudah tersentuh oleh keserakahan pria yang seumur dengan Ayahnya sendiri. Ayah Liliana sediri sebetulnya tidak tega harus menikahkan Liliana dengan pria seumurannya. Tetapi dia sudah tak sanggup lagi untuk mencari uang sebanyak itu. Demi nyawa istrinya tercinta akhirnya dia harus tega menikahkan putri sulungnya kepada pria kaya raya itu.

Liliana gadis berusia tujuh belas tahun dan masih bersekolah di sekolah menengah atas itu kini sudah berstatus seorang istri simpanan dan sudah bukan perawan lagi. Kini dia beranjak bangun untuk membasuh seuruh tubuhnya dari sisa keringat yang telah membanjiri tubuhnya. Lagian gadis itu merasa tidak nyaman dengan cairan yang lengket di pangkal pahanya. Sungguh sangat mengganggu. Dia harus segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan itu semua.

Ketika gadis itu mulai melangkah tiba-tiba kakinya terasa lemas. Langkahnya terhenti. Sebuah denyutan hebat kini sudah terasa kembali. Sakit di daerah pangkal pahanya membuat dia merasa tak sanggup untuk melanghkah lebih cepat.

"Ya Tuhan, rasanya sakit sekali ...." Gadis itu meringis kesakitan. Tetapi dia berusaha untuk berjalan kembali walaupun semuanya tampak seperti keong. Perlahan tetapi pasti Liliana masuk ke dalam kamar mandi. Dia melepas handuk yang ia kenakan dan kini dia bercermin dengan tubuh polos tanpa sehelai benangpun. Kini tubuh putihnya tampak berwarna, karena suami tuanya itu telah memberikan beberapa kissmark di leher dan dadanya. Sunguh membuatnya geram.

Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur. Dia tak bisa beranjak dari nasib buruk ini. Karena secara Agama Liliana memang wajib melayani sang suami sebaik mungkin. Liliana harus menjadi istri yang baik jikalau Liliana ingin ibunya tetap mendapatkan sokongan uang dari pria itu. Pria yang sangat tua dan menjijikan. Sangat menjijikan untuknya.

Pria itu bahkan botak dan gendut. Tetapi apalah daya, karena pria botak itu adalah suaminya sekarang. Liliana menghela napas berat. Sesak rasanya untuk sekedar menghirup oksigen. Seolah bumi tidak lagi menyediakan oksigen untuknya.

"Bandot tua itu sudah mengambil sesuatu yang sangat berharga buatku, keperwananku yang takkan bisa kembali, ya Tuhan apa takdir hidupku, akun sungguh tak sanggup menjalani takdir ini, tetapi aku harus bertahan demi ibu, demi kesembuhan ibu, kalau bukan demi ibu aku tidak akan pernah bisa bertahan, semua ini terlalu berat untukku," tangis gadis itu lirih. Air mata mengalir deras membasahi pipi cantik Liliana.

Gadis itu mulai menyalakan keran air yang kini sudah membasahi seluruh tubuhnya. Dia menangis sambil di guyur air shower. Tak sanggup untuk menahan semua beban dalam hatinya. Gadis itu tak henti terisak. Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu kamar mandi. Dan itu sontak membuat Liliana terkejut. Liliana langsung mengambil handuk dan melilitkan di dadanya. Gadis itu kini mencoba untuk membuka pintu kamar mandi.

Kreekkk.

Suara pintu kamar mandi terbuka dan ternyata seseorang tengah berdiri di hadapannya. Seorang pria yang sedari tadi ada dalam benaknya. Siapa lagi kalau bukan suaminya.

"Kenapa kamu menangis baby?" tanya pria itu sambil mengerutkan dahinya.

"Lian tidak apa-apa ko, Om," jawab Liliana kepada sang suami.

"Jangan panggil aku om Baby, panggil Papi saja, Papi tidak suka kamu memanggil suamimu sendiri dengan sebutan Om," sahut pria yang bernama Abraham wicaksana.

"Pa-Papi ...."

"Nah begitu dong, kamu sangat seksi dan manja, Papi sangat senang mendengar sugar baby-ku bersuara begitu merdu," kata Tuan Abraham wicaksono pada istri kecilnya.

"Papi mau mandi?" Liliana berkata begitu pelan dengan tubuh bergetar ketakutan. Liliana takut suaminya itu meminta lagi tubunya kembali. Rasa sakit bekas semalam masih dia rasakan saat ini. Jika suaminya meminta lagi, maka habislah dia. Liliana pasti akan sangat kesakitan.

"Betul sekali Baby-ku, ayo kita mandi bersama, Papi hanya ingin kamu menggosok punggung Papi yang gatal ini," kata pria paruh baya itu sambil menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Liliana kini hanya bisa menelan saliva. Ketakutan sudah menjalar sukma. Rasa cemas pun sudah serasuk jiwa. Bolehkan untuk sekedar menolak untuk sekali ini saja. Karena pangkal pahanya masih berdenyut ngilu.

"Pa-Papi."

"Iya Baby Lian?" jawab sang suami pelan.

"Hanya mandi saja kan, Papi?" Gadis itu sungguh ketakutan bahkan sekedar untuk bertanya saja.

"Iya Baby, hanya mandi saja, Papi tahu kamu masih kesakitan kan, bekas pertempuran hebat kita semalam, jadi Papi akan mengijinkan Baby-ku ini untuk beristirahat, bagaimana, apa kamu senang?" ungkap sang Papi kepada sugar Baby-nya.

Kini Liliana bisa bernafas dengan lega. Tatkala mendengar ucapan Bangka tua yang kini sudah mulai membuka seluruh pakainya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status