"woy,"teriak Anggara pada seseorang yang tengah tak sadarkan diri di sel yang bersebelahan dengan nya.
Tak butuh waktu lama orang yang ia teriaki itupun tersadar.
"Lo kenapa disini,"tanya Anggara pada laki-laki yang tak lain adalah Toni.
"Lo juga kenapa ada disini?"tanya balik Toni.
"Panjang ceritanya,"ujar Anggara mengusap wajah nya kasar.
Toni mengedarkan pandangannya ke sekeliling.Ada banyak juga orang-orang yang di masukkan ke dalam sel sepertinya.Sel itu membentuk sebuah lingkaran dan ditengahnya ada brankar.
Awalnya mimik wajah Toni biasa saja tapi begitu pandangannya menangkap beberapa benda tajam ia pun langsung tercekat.
"Bro apakah ini hari terakhir kita ada di dunia ini?"tanya Toni mendekat ke pembatas sel dirinya dengan sel milik Anggara.
"Gue nggak tau,tapi kayaknya iya,"jawab Anggara menghela nafas untuk kesekian kalinya.
Toni menggeleng cepat,bagaimanapun dia tak ingin mati dengan cara nyeleneh,ia ingin ma
Azka mengecek kondisi wanita di depannya,dan hasilnya benar-benar sudah pulih.Hanya mungkin jangan terlalu banyak gerak agar jahitannya tak robek."Seharusnya Lo gak usah nyembuhin gue,toh nantinya kalian bakalan bunuh kita semua kan?"Azka tak menghiraukan ucapan Tasya itu,ia justru memilih menggembok kembali sel Tasya.Azka dibuat hampir serangan jantung begitu ia berbalik dan sudah ada sesosok berhoodie abu-abu yang berdiri sedikit jauh darinya.Semua mata tahanan di dalam sel pada menyipit,tak terlalu jelas siapa yang datang itu.Hanya ada sedikit cahaya yang menyinarinya.Sesosok itu mulai berjalan dan perlahan-lahan membuka topi yang menutupi wajahnya.Tangannya mengacak rambut yang hanya sebahu dengan pelan.Langkahnya terhenti tak begitu jauh dengan jarak Azka.Anggara seketika berdiri dan berjalan ke pintu sel."Safira,"serunya setelah dengan jelas mengetahui wajah seseorang yang datang tersebut."Saf,lari Lo ngapain sih disini,"
Sekertaris Jo memberi hormat pada Tuannya dengan cara membungkukkan badannya.Laki-laki itu terlihat berkeringat dingin,mulutnya komat-kamit seolah ingin mengatakan sesuatu yang sangat sulit untuk ia katakan.Matanya terpejam sejenak,dan menghembuskan nafas yang panjang."tuan,"serunya yang langsung mendapat kode diam dari Daniel."Dimana anak itu?"tanya Daniel yang awalnya menatap ke layar komputer kini beralih ke sekertaris pribadinya.Sekertaris Jo menggeleng."saya pikir dia masih belum pulang,"jawabnya menunduk takut jika tuannya akan marah seperti biasanya.Dan benar saja Tuannya itu malah marah besar.Semua barang yang ada di depannya di jatuhkan tanpa sisa,Daniel bahkan menendang kursi kebesarannya.Ekspresi wajahnya benar-benar menyiratkan kemarahan,kulit wajah yang mulanya berwarna putih bersih kini menjadi merah padam.Tangannya terkepal kuat seolah laki-laki itu tengah menahan gejolak kekesalan dalam dirinya,mungkin dia akan meluapkan semuan
Cetas.Cetas.Cetas.Suara tebasan cambuk menggema di seluruh ruangan yang hanya diisi oleh empat orang termasuk sang pencambuk juga.Safira menyeringai melihat wajah mangsanya yang memperlihatkan ekspresi kekecewaan.Anggara,Toni dan juga Tasya merasakan sakit dipunggungnya masing-masing.Ketiganya hanya bisa pasrah.Bagaimana tidak pasrah tangan mereka saja diikat dengan tali.Meski begitu hanya ada satu diantara ketiganya yang masih tersenyum lebar,yaitu Anggara.Padahal pria itu sudah mendapat cambukan lebih banyak dari kedua temannya yang lain,dan terlebih baju belakangnya sudah mengeluarkan banyak cairan merah."Bagaimana?gue baru beli pecut ini loh,sayang dong kalau rasanya nggak bikin sakit,"ujar Safira sembari duduk di kursi yang menghadap langsung ketiganya."Apakah kita pernah melakukan kesalahan?sampai Lo harus ngelakuin hal seperti ini?"tanya Toni mencari kepastian dari sahabatnya itu.Jika pun ketiganya melakukan kesalahan,mereka pas
Dafa dan Safira berada diruangan yang sama.Entah mengapa ruangan itu berhawa mencekam dan sedikit gerah.Mereka saling melayangkan tatapan,tatapan yang seolah menyiratkan ingin saling membunuh satu sama lain."Siapa yang nyuruh Lo buat bunuh mereka?"Safira memain-mainkan korek apinya.Menyala dan dimatikan sampai berulang kali."Gue nggak pernah nyuruh Lo buat culik dan bunuh mereka loh.Lo dapat perintah ini dari siapa?"Dafa sudah diselamatkan dari kejaran polisi oleh Safira.Bahkan Safira memberikan apartemen yang terbilang cukup luas.Makan juga udah disediain.Tapi kenapa Dafa justru bertindak tanpa perintah dari Tuannya.Hal itu yang membuat Safira marah.Bisa-bisanya Dafa yang akan dijadikan mata-mata dan tangan kiri Safira malah berbuat seperti ini.Hilang sudah kepercayaan Safira pada laki-laki itu.Safira menodongkan pistol yang sudah di isi oleh peluru di depan kepala Dafa."Kalau ke datangan Lo disini cuman jadi beban lebih baik mati saja.Lo itu sebenar
Bola mata berwarna kecoklatan itu nampak kosong menatap kolam renang yang dalamnya sekitar 45 meter dibawah tanah.Sangat dalam kan?tentu,bahkan dasar kolam renangnya saja tak nampak,hanya ada kegelapan.Dipinggiran ada tangga yang langsung menuntun siapa saja yang ingin turun kebawah,tapi ingat harus memakai tabung oksigen agar tak mati karena kehabisan nafas.Kolamnya berbentuk bulat,airnya?jangan ditanya karena sangat bersih.Dan di dalam tak ada ikan maupun hewan berbahaya lainnya.Byurrrr.Jika malaikat maut punya hak untuk mencabut nyawa siapa saja tanpa menunggu perintah Tuhannya,mungkin malaikat maut akan memilih gadis bernama Safira itu.Bahkan gadis itu tak membawa tabung oksigen maupun kacamata untuk masuk kedalam kolam renang.Sungguh Safira sangat nekat dan ugal-ugalan.Dengan sangat lihai Safira menyelam masuk,ia berenang layaknya seekor ikan yang memang hidupnya diperairan.Gadis itu semakin masuk kedalam,bahkan tubuhnya sudah tak terliha
Seorang anak laki-laki menatap ke sungai dengan jengah,ini sudah beberapa kalinya dia terus menunggu sesuatu muncul dari air tersebut.Rasa bosannya sudah tak bisa diajak kompromi lagi,ia bangkit dan berjalan ingin pulang ke panti asuhan.Tapi sebuah umpatan berhasil membuat langkahnya terhenti dan secara otomatis iapun berbalik.Kira-kira begini umpatannya."Bangsat"***Kalau tau begini mending aku tak terjun saja tadi.Lihat,bahkan aku tak tau ini sudah sampai di kedalaman berapa.Tolonh ku mohon setidaknya pasang lampu disini,kolam kok gelap banget.Mau naik keatas sayang banget,mau ngelanjutin takut mati kehabisan nafas.Safira dibuat dilema akan hal itu.Nafasnya kian menipis,tapi gadis kecil itu masih belum menemukan persimpangan jalannya.Bangsat,sebenarnya ini dimana sih.Lama-lama bisa mati didalam sini.Disini tak ada hiu kan?atau mungkin ikan pemakan daging?tapi kata ibu aman,aman apanya orang Safira sampai
"mau bunuh diri ya?"ucap Safira menopangkan dagunya di pembatas jembatan.Remaja yang hendak bunuh diri itupun seketika tersentak begitu gadis kecil muncul secara tiba-tiba.Matanya tak lepas sedikitpun dari gadis kecil itu.Mata coklat milik Safira menatap ke remaja yang terlihat kacau balau.Ia tak tersenyum,ia juga tak memperlihatkan rasa sedih ataupun ingin menghentikan laki-laki yang hendak bunuh diri."Surga itu tempat seperti apa ya?"Safira melontarkan pertanyaan, pertanyaan yang membuat laki-laki itu mengkerut."Memangnya kau yakin bakalan masuk surga,"sarkas laki-laki itu sembari pindah posisi dan menghadap ke arah Safira."Tidak juga,"jawab enteng Safira.Gadis itu juga tahu kalau dia tak bakalan menjajal indahnya surga, kesehariannya saja menyiksa orang kok minta yang indah-indah (surga)."Pulanglah,anak kecil sepertimu tak baik berkeliaran di malam hari begini,"tukas laki-laki itu mengusir gadis yang telah mengganggu aksinya.
Bagai tersambar petir di siang bolong,dada gadis itu terasa sesak dengan nafas yang tak beraturan.Ia baru saja lari tapi saat sampai di tempat tujuan ia justru disuguhkan dengan pemandangan yang tidak pernah ia inginkan atau harapkan.Terlalu lemas kakinya pun tak bisa menopang tubuhnya sendiri.Seluruh tubuhnya tambah bergetar begitu tangan besar nan berurat memegangi pundaknya.Ia menoleh.Daniel tersenyum manis,amat manis.Hal itu hampir membuat Safira mencakar-cakar wajah tampan ayahnya."Tidak apa-apa"Sederet kalimat yang terlontar dari mulut sialan Daniel.Safira masih mencari lebih jelas apakah yang ia lihat itu nyata atau hanya ilusinya saja.Daniel berjongkok,tangannya terulur merapikan poni anaknya.Senyuman masih tak memudar sedikitpun."Ayah,"seru Safira mendapat deheman dari ayahnya."Apa yang kau lakukan pada wanita itu?"jari telunjuk Safira menunjuk kearah wanita yang tengah dicabik-cabik oleh dua singa.Itu singa jantan dan betina,