Share

Bab 9

Author: Fahira Khanza
last update Last Updated: 2024-04-26 19:20:54

Dret

Dret

Ponsel yang sedari tadi berada di tangan Risa bergetar, ada sebuah pesan masuk. Dan begitu dibuka olehnya, sang kekasihlah si pengirim pesannya.

[Masukkan semua serbuk itu ke dalam teh.] Sebuah pesan yang dikirim oleh Arjuna membuat Risa tersenyum.

Belum sempat ia membalas pesan Arjuna, terdengar suara ketukan pintu dan suara sang majikan yang memanggil namanya.

Gegas Risa bangkit dari pembaringan lalu melangkah menuju pintu.

"Ada apa, Bu? Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Risa begitu pintu terbuka. Nada suaranya begitu hormat dan patuh, selayaknya seperti seorang pembantu yang menghormati majikan.

"Ris, tolong buatkan kopi sama teh hangat ya. Sekalian tolong antarkan ke kamar."

"Baik, Bu."

Begitu sang majikan pergi, Risa kembali masuk ke dalam kamar. Wanita itu menyingkap kasurnya lalu mengambil obat yang berupa serbuk yang sejak tiga hari yang lalu diberikan oleh Arjuna padanya.

Rahma tersenyum sinis, bayangan dirinya akan kembali mereguk kenikmatan di atas ranjang bersama orang yang dicintainya memenuhi angan-angan.

Sungguh, tak hanya Arjuna yang merasa candu dengan pelayanan Risa. Namun, Risa pun juga demikian. Wanita itu menyukai setiap sentuhan yang diberikan oleh sang kekasih yang notabenenya adalah seorang lelaki yang beristri.

"Ah, Mas Arjuna memang the best!" lirih Risa dengan senyum tak hilang dari bibirnya.

Selanjutnya, wanita itu melangkah menuju dapur, membuatkan dua minuman yang dipesan oleh sang majikan.

"Semoga kamu tidur nyenyak malam ini sampai besok pagi ya, Rahma, biar tidak ada yang menggangu malam panjangku bersama suamimu," lirih Risa sembari memasukkan seluruh serbuk ke dalam minuman teh hangat milik Rahma. Perempuan itu tampak tertawa cekikikan, seolah-olah ia yakin jika rencananya akan berjalan dengan begitu mulus.

Wanita itu gegas memindahkan dua minuman ke atas nampan. Bibir itu menyeringai sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar sang majikan.

****

"Sayang ... Sayang." Arjuna mencoba memanggil-manggil sang istri yang tengah tertidur. Arjuna ingin memastikan, apakah obat itu sudah benar-benar bereaksi.

"Sayang, Rendy minta nenen loh." Aejuna kembali berucap, dan lagi-lagi tak ada sahutan dari sang istri.

Belum merasa yakin, Arjuna menepuk-nepuk pelan pipi Rahma.

Arjuna tersenyum senang. Perlahan ia menuruni ranjang lalu melangkah secara mengendap-endap menuju pintu kamar.

Sebelum Arjuna berlalu pergi, lelaki itu menyempatkan menoleh ke arah sang istri, ia kembali memastikan jika sang istri sudah tertidur. Kemudian, ia melanjutkan langkahnya saat melihat dua manusia beda generasi telah tertidur pulas di atas ranjang.

Kali ini langkah Arjuna begitu tenang menuju kamar Risa. Tanpa mengetuk pintu, Arjuna langsung meraih gagangnya lalu membuka pintu begitu saja.

"Hai, Sayang ...." Risa yang sudah mengenakan pakaian andalannya yaitu lingerie berwarna merah maroon langsung menoleh ke arah sang kekasih.

Penampilannya begitu membuat hasrat Arjuna naik. Bahkan lelaki itu sampai menelan salivanya dengan susah payah. Apalagi kali ini Risa menggelung rambut panjangnya ke atas, hingga menampilkan leher jenjangnya yang putih mulus tanpa cacat.

Cepat, Arjuna menutup kembali pintu kamar. Tak lupa ia juga menguncinya. Setelahnya, ia langsung mendekat ke arah Risa yang berdiri dengan senyum manis terpahat di bibir sensualnya.

Sejenak mereka berpelukan, hingga akhirnya Arjuna mengingat sesuatu, membuat lelaki itu kembali mengurai pelukannya.

"Ada apa, Sayang?"

"Biasalah, geser lemari dulu. Takutnya nanti Rahma tiba-tiba patroli kayak kemarin itu."

Arjuna melangkah menuju lemari yang berdiri di sudut kamar.

"Kan dianya udah dikasih obat tidur. Aman lah, Sayang."

Arjuna tak menggubris. Dengan mudahnya ia menggeser lemari plastik yang berisi pakaian milik sang kekasih. Tidak banyak, hanya beberapa helai saja.

Ya, Arjuna telah membuat lubang yang tak begitu lebar. Hanya pas dengan badan untuk ia keluar. Lubang itu langsung tembus ke samping rumah. Arjuna menyiasati lubang itu dengan memberikan penutup berupa kayu triplek yang dicat dan dibentuk sedemikian rupa dengan tembok yang ada di sekelilingnya. Hingga tak membuat siapapun menyadari jika ada lubang di bagian sana.

Ya, selicik dan seniat itu perselingkuhan mereka.

"Nah, gini kan enak. Tenang mau ena-ena. Kalau ada patroli, tinggal lompat."

Selanjutnya, Arjuna melangkah mendekat ke arah Risa. Membuat jarak yang memisahkan keduanya mulai terkikis dan akhirnya keduanya pun menyatu.

Hingga tak butuh waktu lama untuk membuat udara yang semula terasa dingin menjadi gerah. Suara berupa kenikmatan mulai terdengar bersahut-sahutan mengiringi malam panas keduanya.

****

Rahma mengerjap pelan saat sayup-sayup suara adzan berkumandang menerobos gendang telinganya.

Rahma meraup udara dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kesadarannya.

"Rasa-rasanya nyenyak banget tidurnya semalam." Rahma menggeliat, mengendurkan otot-otot di tubuhnya.

Begitu kesadaran sudah terkumpul, Rahma menatap ke arah sang suami yang tengah tertidur. Ia tersentak kaget kala melihat tubuh sang suami yang hanya berbalut celana kolor dan tubuh bagian atas yang bertelan jang dada.

"Apa semalam ....?"

Pikiran buruk bersarang di kepala Rahma. Bagaimana tidak, ia hapal betul jika sang suami akan tertidur hanya mengenakan celana kolor jika di waktu malamnya mereka saling memadu cinta di atas peraduan.

Gegas Rahma meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas. Selanjutnya ia membuka menu perekam cctv. Rahma langsung memutar kejadian di jam sebelum ia tertidur.

Kedua bola mata Rahma yang sejatinya masih terasa ngantuk, langsung membelalak seketika saat melihat Risa seperti tengah mengambil sesuatu di bawah kasurnya begitu ia pergi dari kamar Risa.

Semua terekam dengan jelas, bahkan sampai di mana sang suami masuk begitu saja ke dalam kamar Risa.

Lagi-lagi Rahma dibuat terkejut saat sang suami menggeser lemari, dan disana terlihat saat sang suami membuka sebuah pintu kecil yang ada di dinding.

"Oh, ternyata kemarin kamu lari lewat sana, Mas? Oke, baiklah." Rahma merasa geram.

Bahkan, ia sampai meremas benda pipih yang ada di genggamannya.

Seiring video itu berjalan, rasa mual terasa di perut Rahma. Hingga akhirnya wanita itu lebih memilih untuk menekan keluar dari aplikasi perekam layar cctv. Tak kuat jika harus melihat setiap adegan yang terpampang dengan jelas di layar ponselnya.

****

"Semalam aku tidur nyenyak banget ya, Mas?" tanya Rahma saat mereka melakukan acara sarapan.

"Iya, nyenyak pakek banget. Aku bangunkan karena Rendy mina nenen saja kamu tetep tidur loh."

"Iya kah, Mas? Berati nyenyak banget dong."

"Iya, beneran. Mungkin kamu terlalu capek, Sayang, makanya tidurnya bisa nyenyak begitu," ucap Arjuna sembari melempar senyum ke arah Rahma. Setelahnya, ia kembali menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Jika sang majikan sedang sarapan, Risa masih sibuk menyiapkan sayuran yang akan ia masak untuk makan siang. Risa menunduk, menatap ke arah tangan yang sedang memotong-motong sayuran. Akan tetapi, ia mendengar dan menyimak obrolan sepasang suami istri itu. Toh jarak mereka tak begitu jauh, sebab meja makan menjadi satu ruang dengan dapur.

"Kok bisa ya? Padahal, biasanya, kalau Rendy bergerak sedikit saja aku langsung terbangun loh. Tidurnya kayak orang habis minum obat tidur ya, Mas? Atau kayak orang mati?"

Ucapan Rahma sontak saja membuat Arjuna tersedak-sedak. Gegas Rahma menuangkan segelas air putih lalu diberikan kepada sang suami.

Arjuna menerimanya, lalu ia mulai meneguk cairan bening itu hingga tersisa separohnya saja.

"Lalu gimana sama Rendy, Mas?" Rahma sengaja mengalihkan pembicaraan. Wanita itu hanya ingin memberikan senam jantung untuk dua manusia pengkhianat itu.

"Mas minta bantuan sama Risa. Lah, kamu nggak bisa dibangunin. Jadi ya Risa aku suruh bikinkan susu dan kuminta dia buat momong Rendy waktu nangis."

"Diasuh sama Risa, Rendy diam, Mas?"

"Iya. Digendong udah nggak nangis lagi," ucap Arjuna, ia mengarang cerita. Pasalnya, Rendy semalam memang bangun, namun setelah diberikan susu, bayi itu kembali diam dan tidur.

"Wah, sepertinya Risa memang cocok menjadi ibu Rendy."

"Aduh!"

"Uhuk-uhuk."

Satu teriris jarinya, dan yang satunya terbatuk-batuk begitu mendengar ucapan Rahma.

"Lah, kalian ini kenapa? Kok responnya kayak kaget begitu? Maksudnya aku itu, Risa udah cocok untuk nikah lalu punya bayi. Ih, pikiran kalian ngadi-ngadi aja deh. Nggak mungkin dong sekelas Mas Arjuna mau memberikan aku madu seorang pembantu." seloroh Rahma yang pura-pura tak tau jika sepasang pengkhianat itu kini terlihat gugup dan berwajah pucat pasi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kenapa g mati aja kau sekalian njing. berat betul buat bikin kopi utk suamimu. dasar istri dungu melebihi binatang. walaupun kau akhirnya punya bukti, tapi g segitu juga bodohnya,anjing!!!
goodnovel comment avatar
Risnawati Ris
bagus dan menjadi kan pembaca jadi penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 83

    Rahma terduduk dengan jantung yang terus berdebar-debar. Kata demi kata yang diucapkan oleh Hakim Ketua mampu dicerna dengan begitu baiknya. Tak bisa dipungkiri, masih ada sedikit rasa denyut saat ia mendapati jika rumah tangganya benar-benar hancur, mengingat biduk rumah tangga yang berlangsung terbilang tidak sebentar. Dan seketika setetes air mata menitik dari kedua sudut mata Rahma saat Hakim Ketua mengabulkan gugatannya. Tak ada yang Rahma tuntut, termasuk nafkah untuk sang buah hati. Apa yang Rahma harapkan dari sosok seorang Arjuna? Jangankan untuk memberi uang nafkah, mengingat anaknya saja tidak. Oleh sebab itulah Rahma memilih untuk tidak menuntut apapun itu. Rahma telah bertekad, akan membesarkan sang buah hati seorang diri. Dalam batinnya ia bersyukur karena perceraiannya berlangsung dengan begitu lancar tanpa kendala. Ditambah Arjuna yang tak pernah hadir dalam panggilan persidangan, membuat langkah Rahma untuk mendapatkan status sebagai seorang janda dengan begitu mud

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 82

    Malam kian larut, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Arjuna kembali pulang. Brak!Brak!Arjuna menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Risa yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Risa beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Risa mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Risa terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenarnya sudah ia letakkan di atas pintu, lalu segera membukanya, dan bersamaan dengan pintu yang terbuka, tiba-tiba ....Brugh!Tubuh Arjuna tersungkur, sebab Arjuna yan

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 81

    "Mas, tadi mantan istrimu kok gitu ya?" tanya Risa setelah kepergian Rahma setelah selesai mengantarkan pesanannya. "Padahal, setau aku dia itu tipe orang emosional. Padahal tadi aku pengen sekali berantem sama dia. Membalaskan rasa sakit hatiku, setidaknya biar dia tau bagaimana rasanya dipermalukan," imbuh Risa. "Nggak tau. Ah, sudahlah, lupakan kejadian itu. Ambil positifnya saja, misal hal itu tidak terjadi, tidak mungkin kan kita bakalan bersatu dan memiliki bisnis yang luar biasa ini?" respon Arjuna, membuat Risa terdiam untuk sekedar mencerna dan memikirkan apa yang ia katakan. "Hm, bener juga sih. Tapi ya gimana, sakit hati kalau belum dibalaskan ya tetep saja kerasa," ucap Risa yang masih kekeh dengan pendirian. "Sudahlah, ayo siapkan semuanya. Acara akan segera dimulai." "Mas, nanti Mbak Marni nanti jangan dikasih nasi kotak ya. Aku masih kesel, bisa-bisanya dia sumpahin kita kena tipu." "Apa nggak keterlaluan kalau nggak diundang?" "Halah, biarin saja lah. Biar

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 79

    "Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Rahma begitu melihat Risa dan Arjuna melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Risa menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Risa mendekat ke arah Rahma yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Risa dengan begitu lancarnya. Ia mengibaskan tangannya, seolah tengah menunjukkan beberapa perhiasan yang menghiasi jemarin dan pergelangan tangannya. Bahkan sebelum memutuskan menemui Rahma yang sudah di depan, Risa langsung mengeluarkan kalung dari balik kaos agar terlihat di manik hitam milik Rahma.Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 79

    Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 6 pagi, dan sepagi itu Rahma sudah kembali dari pasar guna membeli bahan-bahan untuk membuat pesanan. Setelah membawa masuk semua barang belanjaannya, Rahma melangkah menuju ke arah kamar. Melihat keadaan sang bayi yang ditunggu oleh salah satu tetangga Rahma. Singkat cerita, 100 kotak nasi sudah siap. Segera Rahma membawa keluar lalu memasukkannya ke dalam mobil. "Gapapa kan, Bude, kalau Bude ikut antar buat gendong Rendy? Perjalanannya lumayan jauh, kasihan kalau aku dudukkan sendiri," ucap Rahma dengan nada sedikit tidak enak. Berbanding terbalik dengan tetangganya yang tersenyum dengan tulus. "Gapapa, Mbak Rahma. Ayo berangkat, biar nggak buru-buru nanti di jalan," ucap Bude Sumi. Rahma mengangguk, selanjutnya kedua perempuan dewasa itu pun melangkah menuju dimana mobil terparkir. Lalu detik kemudian, kendaraan roda empat itu mulai bergerak dan melaju membelah ramainya jalan raya. "Kalau Mbak Rahma banyak pesanan, Bude mau kok kalau

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 78

    Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Rahma telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Rahma mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Rahma berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan dengan senyum merekah dan perasaan lega."Semoga saja sidang berikutnya Arjuna nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Ma?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Rahma berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap kalau se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status