Share

PART V Masih Sendiri Hingga Kini

“Terkadang alasan kita masih sendiri bukan karena belum ada pengganti, tetapi lebih memilih berhati-hati dalam meletakkan hati”

“Mengapa masih sendiri?”

Pertanyaan tersebut seringkali terdengar di telinga Alana. Terkadang terdengar lucu, akan tetapi tidak jarang pula terdengar menyebalkan. Sebelumnya Alana pernah berpikir dua kali untuk pada akhirnya berani menuliskannya. Karena hal ini adalah sebuah jawaban dari pertanyaan banyak orang, yang terkadang hanya Alana jawab dengan sebuah senyuman dan tidak begitu dihiraukan. Karena dengan membaca ini, berarti kamu membaca sebagian kecil dari dunia Alana, yang sebenarnya tidak seindah kelihatannya.

Setelah mendapatkan pertanyaannya yang diluar dugaan dari Arga. “Alana, kalau semisal aku suka kamu bagaimana?”

Alana terdiam menatap jam dinding yang seolah berhenti dan memikirkan cara menanggapi yang baik. Karena sebenarnya di dalam hati Alana maerasa tercabik. Alana tahu dan ingat betul kalau dia dengan Arga memiliki janji tidak akan saling menyukai. Akan tetapi, saat ini Arga menyatakan hal seperti itu, entah perasaan Arga yang nyata atau hanya candan semata, tidak bisa diketahui secara pasti. Arga sering mengajak Alana makan di beberapa tempat, keliling kota, bercanda tawa, belajar bersama, berbagi cerita, dan Arga ingin menggandeng Alana saat pesta Malam Gelar Kesenian, bebarapa Alana setuju, tetapi untuk hal terakhir Alana hanya menanggapi dengan candaan.

Sebenarnya Alana lebih nyaman menjadi teman, untuk menepati janji dan tidak ingin menyakiti perasaan Alisa, pacarnya Arga, dan dia terpaksa mengatakan hal yang tidak terduga pula. Alana tahu dia dan Arga tidak bisa bersatu, karena sudah berjanji, jadi dia akan berusaha menepati. Alana merasa lebih suka menjadi teman dengan Arga.

Setelah tiga puluh menit, Alana merenung, kemudian dia menjawab pesan Arga

“Ya, boleh saja Arga, kan kata semisal belum terjadi” jawab Alana dengan polos

“Jika, kalau, semisal, seaindainya hanya perumpamaan, belum kejadian kan?, jadi santai saja Arga” Alana berusaha untuk mencairkan suasana malam yang dingin dan menegangkan tersebut

Lalu, tidak lama kemudian Arga membalasnya

“Maaf, tadi ponselku dibajak temanku, Alana” balas Arga yang sangat kelihatan untuk menyangkal dan mencari alasan

“Oke” Alana hanya membalas singkat, walaupun Alana mengetahui itu alasan yang tidak masuk akal, karena itu hampir tengah malam dan setelah Alana mencari tahu, Arga tidak sedang bersama teman-temannya

Hari-harinya di sekolah terjadi seperti biasa, Alana berusaha menganggap pertanyaan tersebut tidak pernah ada dalam hidupnya. Dan, Alana saat ini masih sendiri.

Tidak sengaja Arga berpapasan dengan Alana di tangga lantai dua. Kemudian Arga jalan dengan melambatkan langkahnya sambil tersenyum pada Alana. Lalu, Alana menoleh dan memanggil Arga.

“Arga, perjanjian kita waktu itu masih berlaku?” tanya Alana

“Iya, bisa jadi, eh tapi, maksudku iya, Alana” balas Arga dengan sedikit terbata-bata

“Iya atau tidak? Kamu kenapa jadi kelihatan bingung Arga?” tanya Alana sambil menikkan sebelah alisnya dengan bermaksud menggoda Arga

“Iya” jawab Arga dengan singkat

“Baiklah, Arga aku ke kelas dulu ya?” Alana mengatakan hal tersebut sambil terkekeh

“Iya, cepat masuk sana, nanti kamu terlambat” balas Arga dengan sedikit kesal dengan Alana hari ini

Sepulang sekolah, Alana masih duduk di dalam kelas dan sedikit mengamati beberapa anak yang bermain sepak bola.

[POV Alana]

Alana masih sendiri. Hingga kini.

Alana pun tidak mengerti. Mengapa untuk sebagian orang, sendirian adalah hal yang menyeramkan. Padahal sebenarnya tidaklah seseram  itu. Apalagi untuk sebagian orang yang berteman dengan waktu sepertiku. Ada beberapa hal yang memang harus dilewati dan di nikmati seorang diri. Rasanya seperti “Ini belum saatnya.”

“Mengapa tidak dicoba dulu?” pertanyaan dari salah satu teman dekat Alana di kelas, Alexa. Dan kalimat itu terus saja terngiang-ngiang.

Sudah. Sering. Namun, pada akhirnya gagal, sepertinya salah di aku yang belum mampu diajak membuat cerita bersama. Ketika dianya sudah serius, aku yang merasa berada di cerita yang salah dan nggak seharusnya aku lanjutkan, seperti aku dan Arga. Aku selalu bertanya, mengapa sulit sekali rasanya? Mengapa aku tidak bisa membuka hati dan mencoba untuk merangkai cerita yang baru?. Ini memang membingungkan. Aku lupa kapan terakhir kali menjalin sebuah cerita. Sudah cukup lama. Itu pula hanya sebentar. Biasa lah, perkara anak SMA yang baru mengenal cinta.

Aku sudah lupa bagaimana rasanya disayangi dan menyayangi.

Lupa bagaimana rasanya merindukan dan dirindukan.

Lupa bagaimana rasanya diperjuangkan dan memperjuangkan.

Aku ingin, sungguh, aku benar-benar ingin mencoba. Namun, aku merasa sebesar apapun usahaku, perasaan punya kemampuan dan caranya sendiri. Ia tidak bisa direncanakan untuk kepada siapa kita jatuh cinta. Tidak bisa juga dipaksa bertekad untuk berkomitmen pada sebuah titik. Sendirian memang tidak baik, tetapi sendirian menjadi jalan terbaik untuk saat ini. Masih banyak mimpi yang belum tercapai, yang memaksaku untuk menggunakan waktu sebaik mungkin. Akan tiba saatnya, pasti, hanya saja bukan sekarang.

Perasaan ini lebih mengenalku daripada aku mengenal diriku sendiri. Jadi, rasanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sulit memang mencari yang tepat. Sesulit membuka hati untuk seseorang yang akan masuk ke duniaku. Mungkin aku yang tidak mudah berbagi ruang untuk orang lain. Namun, aku pun tidak suka memaksakan sesuatu.

Aku tidak ingin menyakiti siapa pun, apalagi seseorang yang dengan tulus menyayangiku tetapi aku tidak dapat membalas apa-apa. Hal ini selayaknya cerita dari tiap buku antologi puisi yang aku tulis. Tiap pusi atau cerita membutuhkan waktu terbaiknya. Aku hanya perlu menunggu. Menikmati segala prosesnya, menghargai kesendirian, agar ketika sudah dipertemukan, aku memiliki tujuan dan tidak lagi kebingungan.

“Jadi, mengapa masih sendiri?” pertanyaan banyak orang pada Alana

“Jadi, mengapa aku masih sendiri?” Alana balik bertanya pada dirinya sendiri

“Karena semesta masih mencari separuh perasaan yang sengaja aku hilangkan, karena yang terbaik pasti berhasil menemukan.”

“Atau mungkin mengapa aku tidak bisa membuka hati untuk yang lain, karena dia bukan kamu ternyata.”

Beberapa bulan berlalu, Alfa telah jauh mengarungi hidup Alana dan membawa seberkas cahaya serta mengundang tawa yang tidak akan terlupa. Alfa suka bercanda bahkan terlalu banyak berbagi tawa tidak hanya pada Alana, tetapi juga kepada perempuan lainnya.

Tetapi Alfa berubah.

Alana sedikit meratapi nasib saat ini. Menjadi jauh bukan karena jenuh, tetapi karena tidak ingin saling menyakiti. Atau mungkin memang sudah tidak ada topik lagi. Ketika aku tak sengaja melihat Alfa dengan yang lain, seperti ada yang berantakan tetapi bukan kamar, seperti ada yang retak tetapi bukan vas bunga. Ya, itu hati. Hati Alana sebenarnya sedang resah dan hancur berkeping-keping.

Mengapa aku butuh waktu yang cukup lama untuk benar-benar menyadari bahwa dia sebenarnya yang paling berarti.

Kagum saja dari jauh, dari pada tahu lalu menjauh. Selayaknya hubunganku dengannya yang semakin hari semakin meregang.

Andai aku bisa mengatur hatiku untuk lebih cepat menyadari bahwa dia yang paling mengerti, mungkin dia tak akan kulewati.

“Salah di aku yang terlalu susah membuka hati atau salah di dia yang cepat berpindah hati?”

 Mengapa kisah cinta yang Alana rasa tak sesederhana cerita cinta teman-temanku di luar sana.

“Semesta tolong pertemukan aku dengannya lagi. Ada sesautu yang belum saatnya usai. Ada sesuatu yang seharusnya belum cepat selesai. Sampaikan rasaku padanya semesta. Aku ingin jumpa dan saling sapa. Rindu akan canda tawa dianatara kita. Jangan biarkan senja kehilangan langitnya” pinta Alana pada semesta yang suka bercanda, persis seperti Alfa.

“Satu windu berlalu dengan cepatnya. Kini, usiaku menginjak 18 warsa. Tetapi, masih ada satu keinginanku yang belum terwujud atau lebih baik mungkin tidak perlu untuk terwujud. Dulu, aku pernah meminta pada Tuhan agar di saat usiaku 17 warsa, dihadirkan orang yang istimewa. Tuhan memang mengahdirkan orang-orang istimewa dalam hidupku, tetapi aku lupa untuk meminta kepada Tuhan agar orang-orang yang istimewa tidak cepat pergi begitu saja. Aku lupa meminta kepada Tuhan agar orang yang kusayangi bisa terus bersamaku selamanya.” Bisik Alana sambil menatap langit angkasa dengan isakan tangis air mata.

“Kenapa kisah cinta romansaku begitu lucu. Lucu untuk ditertawakan lebih tepatnya. Mengapa aku sukar merasakan kisah cinta seperti layaknya putri dan pangeran di negeri dongeng, atau romeo dan juliet, atau minimal seperti teman-temanku yang diantara keduanya saling menyukai dan menyayangi. Selama ini aku merasa cintaku seolah bertolak belakang. Antara aku yang suka dia tidak. Dia sayang akunya biasa saja. Hati mudah terbolak-balik, tetapi aku harap perasaan dia padaku akan selalu baik. Tuhan, jika memang waktu dan jarak tidak berpihak pada aku dan dia. Pintaku tolong jaga dia dan kelilingi dia dengan rasa bahagia” Alana merapal doa pada Tuhan

Hingga kini, Alana masih terlalu takut untuk membuka hati. Dia belum siap jika harus merasakan patah hati lagi. Sepertinya, Alana butuh waktu untuk sendiri. Biarlah yang terbaik yang suatu saat nanti dapat menemukan dengan caranya sendiri yang entah seperti apa.

Terkadang, satu hal yang Alana tahu, keinginan kita yang begitu kuat terhadap suatu hal, akan sulit digantikan oleh hal lain, walaupun hal tersebut hampir sama. Karena sejatinya, di dunia ini tidak ada yang sama persis untuk dua hal atau utuk dua kali waktu. Akan memakan waktu yang sangat lama untuk bisa mengganti sesuatu lama menjadi sesuatu yang baru. Pemulihan setiap orang berbeda-beda. Namun sedihnya, seringkali mereka yang bercinta tidak sabar untuk menunggu waktu pulihnya luka.

Alfarion berubah, sekali lagi Alfa benar-benar menjauh.

Alfa terlihat aneh akhir-akhir ini. Alana tidak mengerti semua yang sudah terjadi. Alfa seolah tiba-tiba menjauh darinya, semenjak Alana kenal dengan Arka.

Arka, cowok populer dan idaman para cewek di SMA Nusantara karena banyak yang dia bisa. Jago basket, jago gitar, jago menyanyi, anak band, anak OSIS, anak Rohis. Pesona cool, keren, dan ganteng maksimal yang terpancar dari auranya, membuat seolah tidak ada cewek yang menolak ajakannya. Apalagi dia menolak menjadi pacarnya. Bisa dibilang Arka boyfriend material.

Sayangnya satu hal, karena kehadiran Arka, Alfa memilih menjauh dari Alana.

Tetapi mengapa?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status