Home / Horor / AFRAID / Bab 2

Share

Bab 2

Author: Vie Junaeni
last update Last Updated: 2023-07-10 20:10:20

"Aaaaaaa! Pergi! Pergi!"

Gadis itu melempar sosok hantu perempuan itu dengan bantal. Lagi-lagi dia menghilang meninggalkan tawa cekikikan yang membuat bulu kuduk meremang. Degup jantung gadis itu terdengar sangat kencang bahkan melebihi suara detik pada jarum jam dinding yang terdengar.

"Please... jangan ganggu aku, ku mohon pergilah dari sini, pergi!" pinta Alina lalu ia berkomat kamit membaca surat Al Ikhlas, karena mirisnya hanya surat pendek itu yang ia tau.

Sosok perempuan itu muncul dari balik pintu kamar mandi. Ia tertawa lagi lalu menghilang entah kemana. Mungkinkah itu sosok kuntilanak seperti yang pernah ia tonton di film - film horor?

Alina berusaha turun dari ranjang dengan menggenggam infus di tangannya. Gadis itu mencari sosok perempuan tadi di kamar mandi, lalu di kolong kasur, kemudian dibalik tirai jendela. Tak ada juga ia temukan sosok perempuan yang tadi.

Gadis itu sesungguhnya ketakutan tetapi ia merasa sangat penasaran. Baru kali itu ia dapat melihat sosok hantu. Hati kecilnya hanya ingin memastikan lagi apa yang dia lihat.

"Itu hantu apa bukan, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Ngapain, Mbak Alina?"

"Astagfirullah!"

Suara suster yang datang tiba-tiba itu mengagetkan Alina sampai membuat gadis itu bersandar lemas di dinding.

"Suster mah... ngagetin aja!" seru Alina sambil kembali ke kasurnya.

"Makan bubur dulu, ya, lalu minum obat yang sudah saya siapkan ini,” ucap Suster tersebut.

Alina mengamati tanda pengenal suster bertuliskan “Diah” itu dengan saksama.

“Mbak Alina, saya mau ukur suhu dan tensi darahnya juga."

“Iya, Suster.”

Seorang anak laki-laki berusia kurang lebih lima tahun masuk ke kamar Alina. Anak itu memegangi baju suster itu dan bermain cilukba dengan gadis tersebut dari balik baju sang suster. Wajah bocah itu terlihat pucat.

"Suster, itu anak ngapain di belakang suster pake main cilukba segala sama saya?” tanya Alina.

"Anak yang mana, Mbak?"

Suster Diah terlihat sangat heran seraya menengok ke belakang, ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada siapapun dia temui.

"Hai! Siapa nama kamu?"

Alina masih fokus pada anak kecil yang mengajaknya bermain cilukba itu.

"Mama."

Anak itu mengucap mama sambil menarik-narik baju suster dan memeluk pinggang suster.

"Mbak, Mbak Alina!" seru suster itu berusaha menyadarkan Alina dari fokusnya.

"Ya, Suster."

"Siapa yang Mbak lihat?" tanya suster Diah yang mulai merasakan hawa merinding pada tengkuknya.

"Dia panggil Suster barusan, Mama."

Jawaban Alina sukses membuat tangan wanita yang menggunakan seragam warna hijau pastel itu mulai gemetar. Ketakutan terpancar di wajah wanita itu saat memperhatikan tingkah laku gadis di hadapannya.

"Suster bawa anak, ya, tuh dia manggil mama lagi katanya sambil nunjuk suster?"

Alina menunjukkan senyuman dengan deretan gigi rapi pada anak itu.

"Mbak, ja-ja-jangan bercanda."

"Bercanda gimana maksud Suster?" tanya Alina tak mengerti.

"A-anak, anak saya sudah meninggal, Mbak."

Alina langsung menoleh pada sosok anak kecil tadi. Benar saja sosok anak itu sudah menghilang. Kini, bukan hanya suster Diah yang gemetar dan ketakutan, tetapi gadis itu juga merasakan hal yang sama.

"Ma- ma-maaf, saya permisi, Mbak."

Suster itu buru-buru pergi meninggalkan ruangan sampai alat tensi darah tertinggal di atas kasur Alina. Tak lama kemudian suster yang bernama Irma datang ke ruang perawatan gadis itu. Ia segera merapikan alat tensi yang tertinggal berikut dokumen perkembangan kesehatan gadis itu.

"Sus, itu suster barusan kenapa ya, sampai alat tensi ketinggalan dan buru-buru pergi?" tanya Alina.

Suster Irma memeriksa mata Alina, suhu tubuhnya normal, tekanan darah juga normal. Wanita itu menelisik gadis di hadapannya dengan saksama.

"Kamu lagi enggak mengigau atau berhalusinasi kan, Nak?" tanya suster Irma.

"Maksud Suster? Saya baik - baik ajak kok, Sus, malahan saking baiknya saya mau tanya kapan saya bisa pulang?" tanya Alina berharap dia segera pergi dari tempat itu.

Perlahan demi perlahan juga ingatan gadis itu membaik.

"Hmmm... begini ya, tadi itu suster Diah yang periksa kamu tadi, dia ketakutan."

"Oh, masalah tadi ya, saya juga nggak ngerti, Sus, kenapa saya bisa lihat anaknya yang sudah meninggal."

Alina menarik selimutnya lebih tinggi, ia takut jika anak itu kembali ke ruangan itu. Ia akan segera bersembunyi di balik selimut itu.

"Apa benar perkataan kamu itu?" tanya Suster Irma.

"Perkataan yang mana ya, Sus?"

"Soal anak tadi yang kamu lihat."

"Kan tadi saya udah bilang saya juga heran dan enggak ngerti kenapa bisa melihat anak itu. Tadi saya lihat anak itu mengikuti suster Diah, makanya saya heran kok suster bawa anak saat memeriksa pasien, kenapa enggak dititipin, terus nanti kalo ketularan penyakit gimana terus—"

"Tetapi anak itu sudah meninggal!" potong suster Irma menegaskan.

"Nah itu, bagaimana mungkin saya bisa melihat anak itu kalau dia sudah meninggal. Apa mungkin anak yang berbeda kali, ya, yang mukanya mirip."

Alina berusaha mencoba pemikiran logis lainnya karena nyalinya ciut juga jika ia bertemu dengan hantu. Apalagi sebelumnya ia melihat sosok yang ia yakini sebagai hantu tadi.

"Apa ini anak yang kamu lihat?"

Suster Irma menunjukkan kalung berfoto yang di dalamnya terpampang wajah anak tadi. Anak laki-laki yang tampan menurutnya. Gadis itu mengangguk membuat raut wajah suster Irma lebih pucat dan panik.

"Iya, itu mukanya mirip banget," jawab Alina.

"Saya akan memanggil Dokter Ridwan kemari dan membawa dokter psikologis untuk kamu."

Suster Irma menarik kalung itu dari hadapan Alina dan menyimpannya di saku kembali.

"Psikolog? Tapi, saya enggak gila, Sus!"

Alina meraih lengan suster Irma.

"Saya enggak bilang kamu gila, saya hanya ingin memastikan kondisi kamu," ucap wanita berusia 40 tahun itu.

"Tapi kenapa harus psikolog, sih?"

"Nanti tanya saja dengan Dokter Ridwan, saya permisi dulu."

Alina memandang suster Irma yang sudah keluar dari ruangannya, dia masih heran dengan penglihatannya bagaimana bisa seseorang yang sudah meninggal dapat ia lihat.

"Tadi kayak lihat hantu perempuan masa sekarang lihat hantu anak kecil, sih. Ini rumah sakit serem banget kali ya, banyak hantunya," gumam gadis itu seraya merebahkan dirinya ke posisi terlentang.

Ia lantas memiringkan tubuhnya ke kiri. Pandangannya lurus mengamati lukisan pedesaan di dinding ruang perawatan itu.

"Hai, Kakak!"

******

To Be Continue...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AFRAID   Bab 140

    Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha

  • AFRAID   Bab 139

    Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung

  • AFRAID   Bab 138

    Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w

  • AFRAID   Bab 137

    Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah

  • AFRAID   Bab 136

    Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil

  • AFRAID   Bab 135

    Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir

  • AFRAID   Bab 134

    Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka

  • AFRAID   Bab 133

    Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m

  • AFRAID   Bab 132

    Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status