Share

AH, SEMALAM BERSAMA

Pria berwajah oriental itu akan melangkah pergi, saat terdengar beberapa kali dering ponsel. Akhirnya, dia terpaksa mengambil benda pipih dari tas wanita itu. Dia segera mematikannya agar si wanita bisa tidur pulas saat ditinggal.

Nadio Mahatma--nama pria itu-- segera menutupi tubuh Karmila dengan selimut karena terlihat menggigil. Nadio memandangi wajah Karmila. Kemudian, dia segera beranjak menuju pintu.

“Untung cantik.” Pikiran nakalnya mulai bergerilya. Tangan Nadio masih sempat mencium jemari Karmila sekilas lalu melangkah ke arah pintu.

"Pergi, lu! Gua kaga sudi!" Tiba-tiba Karmila meraung-raung dengan mata terpejam.

Kejadian yang dialaminya sedemikian membuat trauma. Nadio segera berbalik ke arah Karmila. Pria ini membetulkan selimut yang tersingkap.

"Elu jahat ma gua! Pergi lu!"

"Sst ... tenang! Lu udah aman. Ada di rumah gua."Tangan kekar Nadio mengusap peluh yang membasahi wajah dan leher wanita tersebut.

"Tolongin! Gua dikejar mereka, " ucap Karmila sembari mendekap erat tubuh Nadio.

Air mata tak berhenti mengalir dari kelopak mata wanita dengan mulut beraroma alkohol tersebut. Nadio terenyuh melihat hal itu, lalu mengusap buliran-buliran bening dan membelai lembut punggung sang wanita. Nadio yang berusaha menahan gejolak kelakiannya sedari tadi, jadi goyah.

Gesekan tubuh mereka, membuat hasrat Nadio tak terbendung. Pria bermata cokelat ini mengecup pelan bibir Karmila. Sang wanita mengecap-ngecap sesaat, semakin membuat aliran darah Nadio mendidih.

"Sayang, bentar aja,” bisiknya di telinga Karmila dan tanpa menunggu jawaban, Nadio memaksakan kehendak.

“Tidaaak!” teriak Karmila sambil mendorong tubuh Nadio sekuat tenaga. Wanita tersebut langsung lari ke luar kamar dan terjatuh di tangga. Nadio yang telah salah paham segera menyusul.

Tampak Karmila sedang kesakitan mencoba bangkit, tetapi terjatuh kembali.

“Tolong! Jangaan ...!” pinta wanita ini mengiba dengan bercucuran air mata. Sementara, di lutut dan siku ada luka berdarah. Nadio semakin merasa bersalah lalu berlutut, berniat membantu Karmila berdiri.

“Jangan dekat-dekat!” teriak Karmila dengan tatapan nanar.

"Tenang! Gua mau tolong lu,” ucap Nadio berusaha mendekat, tetapi ditendang oleh kaki sang wanita. Akhirnya, tubuh Karmila lunglai. Dia meringkuk dengan kedua kaki ditekuk. Nadio yang merasa bersalah, tak mau memaksakan kehendak lalu beranjak ke kamar.

Nadio mengambil selimut dan segera menghampiri Karmila yang sudah tertidur pulas. “Pindah ke kamar, ya?” tanya Nadio, tetapi wanita tersebut hanya terdengar dengkurannya.

Karmila dibopong oleh Nadio ke kamar. Dengan perlahan, sang pria menurunkan tubuh wanita berambut ikal ke pembaringan. Ada tetesan air mata dari kedua sudut mata Karmila yang terpejam.

"Sa-kiit ...," rintih Karmila lirih, membuat Nadio panik, apalagi tampak cairan merah mengalir dari lutut dan siku sang wanita.

Nadio segera turun dari ranjang mencari handuk kecil dan sebuah wadah dari toilet lalu diisi air hangat dari dispenser. Kemudian Nadio mengambil kapas dan obat luka dari kotak P3K. Pria ini beranjak ke pembaringan lalu membersihkan luka dan mengobatinya. Tampak Karmila tertidur kembali.

•••¤¤•••¤¤•••¤¤•••

Sinar mentari menerobos masuk lewat celah-celah jendela, menerpa dua tubuh yang terlelap di atas pembaringan. Tubuh Nadio mendekap erat tubuh Karmila. Karmila tampak tidur tenang dalam dekapan Nadio.

‘Tok … tok … tok’

“Den Nadio … sudah siang, Den.”

Suara ketukan pintu serta sebuah panggilan terdengar dari luar kamar.

‘Tok … tok … tok’

“Den Nadio … sudah siang.”

Terdengar lagi ketukan pintu serta sebuah panggilan dari luar. Beberapa saat kemudian terdengar langkah kaki meninggalkan kamar tersebut.

“Auch … pusing,” keluh Karmila dengan separuh kesadaran.

Demi mendengar suara dalam dekapannya kesakitan, Nadio membuka mata, seketika memegang kepala Karmila.

“Kita ke dokter,” ucap Nadio penuh kecemasan. Dia khawatir ada tubuh Karmila yang terkilir.

“Auch … Hah! Siapa lu? Gua di mana? Lu apain aja tubuh gua, heh?” teriak Karmila penuh kemarahan, sembari melepas dekapan Nadio.

Karmila bergegas bangkit dari tidur, dengan tubuh masih sempoyongan. Wanita ini mencoba berdiri dari pembaringan. Terasa ada rasa perih di lutut, siku dan nyeri di pergelangan kaki. Namun, dia tak menghiraukan rasa sakit.

Rasa marah memenuhi rongga dada Karmila lalu menyeruak berubah menjadi sebuah tangisan.

Wanita berambut ikal ini teringat sepintas, kisah tragis yang dialami semalam. Dia telah dijebak oleh Lisa. Karmila menyesal sempat mencicipi sedikit minuman beraroma lemon pemberian bartender. Hanya meminum seteguk, dia telah merasakan pening.

Dalam keadaan mabuk berat dia melarikan diri dari seorang pria hidung belang. Semalam Karmila sudah terlampau mabuk, hanya sepintas dia ingat … ada seorang pria yang membopongnya masuk mobil.

Pria inikah yang menolong gua?

Ngapain gua semalam?

Kenapa ada rasa perih? Beragam tanya memenuhi rongga hati Karmila.

“Tenang Karmila! Tenang! Lu semalam mabuk berat, gua ajak ke sini, biar aman,” jelas Nadio sembari berdiri dari ranjang.

Tangannya mengambil kotak tisu dari atas nakas lalu menyodorkan ke arah Karmila. Nadio mendongak ke arah jam dinding. Alangkah kaget dirinya, melihat jam dinding, jarumnya telah menunjukkan pukul enam pagi.

“Oh My God … udah siang!” pekik Nadio spontan berlari ke arah kamar mandi.

Tinggal Karmila dalam kebingungan. Wanita ini masih dengan sisa isak tangis, mengambil tas dari atas nakas.

Kenapa dirinya tak memakai celana dalam? Karmila mencarinya, tak ketemu. Entahlah semalam yang diingat Karmila secara samar, hanya pelukan dan tendangan kakinya lalu dia berlari dan pingsan.

Sakit karena terkilir ditambah lagi rasa pengar membuat kepalanya berat. Karmila segera mengambil sebuah bungkusan dari dalam tas lalu memakainya.

Beruntung dia selalu menyediakan celana dalam pengganti, persiapan jika tamu bulanan datang setiap saat. Karmila mengambil sepatu high hells yang diketemukannya di kolong pembaringan. Pergelangan kaki kanan yang terkilir tak dihiraukan. Dia tahan sekuat tenaga.

Karmila dengan langkah tertatih-tatih keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga. Saat wanita ini sampai di ujung anak tangga matanya beradu pandang dengan sepasang mata tua yang sedang mempersiapkan sarapan di meja makan.

“Maaf, permisi,” sapanya dengan canggung kepada Bik Inah, sosok tua tersebut.

Karmila dengan menahan berjalan ke arah pintu, segera tubuhnya menghilang di balik pintu. Bik Inah bengong lalu mengikuti ke arah pintu lalu membukanya. Tampak oleh wanita tua tersebut, si wanita masuk taksi, lalu pergi.

Wanita barusan siapa, ya? Kok bisa dari arah kamar Den Nadio?

Apa mungkin kekasih Den Nadio?

Apa iya … sudah bertahun-tahun Den Nadio paling anti dengan wanita, pikir Bik Inah dengan keheranan.

Bik Inah kembali melangkah ke arah meja makan lagi. Belum selesai rasa heran Bik Inah, Nadio menuruni anak tangga dengan ekspresi panik.

“Bik, tadi ada lihat wanita keluar rumah?”

“iya, Den … barusan Bibik lihat naik taksi, emang kenapa?” tanya Bik Inah sambil senyum di kulum, sembari menatap majikan gantengnya dari atas sampai ke bawah.

Nadio menjadi salah tingkah dibuatnya, memang pria muda ini tak pandai berbohong di hadapan Bik Inah. Secara Bi Inah mengasuhnya sedari bayi, jadi hubungan mereka sudah layaknya ibu dengan anak.

Nadio lebih nyaman curhat masalah pribadi ke Bik Inah daripada ke mamanya. Orang tua Nadio telah lima tahun terakhir tinggal di Singapura, praktis Nadio hanya tinggal sendiri, sedang Bik Inah tinggal tak jauh dari rumah mewah ini.

“Bullshit! Kenapa tadi, nggak gua antar pulang dulu ya, Bik,” sahut Nadio sambil menepuk jidat.

“Apa? Den Nadio punya pacar sekarang?" tanya Bik Inah bertambah heran dengan perilaku sang tuan muda pagi ini.

Nadio hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Bik Inah. Meski dia sempat kelimpungan oleh tatapan menyelidik pembantunya. Dari peristiwa semalam, dia tahu Karmila adalah gadis baik-baik yang dijebak oleh temannya sendiri. Dan dirinya? Pria bodoh yang tega hendak memaksakan kehendak.

Nadio sibuk mondar-mandir, sejenak menekan beberapa tombol angka pada ponsel. Beberapa kali melakukan panggilan, tidak ada nada sambung. Guratan kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya. Beruntung semalam sempat menyimpan nomor ponsel Karmila.

“Bik, Nadio pergi dulu sekalian ke kantor,” kata sang pria muda sembari mencium punggung tangan Bik Inah, lalu meminum segelas susu dengan buru-buru.

Nadio melangkah setengah berlari, dia harus segera bisa memastikan keadaan Karmila.

Motor sport yang dipakainya kali ini, agar lebih leluasa melaju di jalan raya. Hanya ada nama Karmila yang ada di otaknya. Dalam otaknya masih terasa dekapan hangat serta tangisan Karmila semalam, melekat tak mau hilang.

Seketika tersungging senyum di bibir Nadio.

“Etdah … busyeett, ngapain gua jadi roman kayak gini.” Nadio bingung dengan jalan pikirannya sendiri. Semakin Nadio memungkiri rasa di hati, semakin penasaran yang menderanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rafiqa Zulfira
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status