共有

HAMPIR CELAKA

last update 最終更新日: 2022-07-03 03:58:29

Sebuah taksi berhenti di depan sebuah indekos. Karmila turun, lalu melangkah ke arah pintu gerbang. Sebelum sempat langkah kaki memasuki ke halaman, terlihat olehnya dua orang lelaki kekar sedang berbicara serius dengan Lisa.

Dari kejauhan, Karmila cukup mengenali siapa dua orang lelaki tersebut. Mereka adalah bodyguard yang sempat Karmila temui di tempat pesta semalam. Karmila balik arah dan beruntung taksi yang ditumpangi barusan, belum beranjak pergi. Dia pun mengetuk kaca taksi.

‘Tok … tok … tok’

Kaca taksi terbuka, Pak Sopir menoleh ke arah Karmila. “Ya, Neng, ada barang tertinggal?” tanyanya.

“Aku ikut lagi, Pak.”

Karmila masih menoleh ke arah belakang karena khawatir ada yang mengikuti. “Silakan, Neng,” ucap Pak Sopir. Karmila segera membuka pintu belakang lalu masuk taksi.

“Pertokoan Genteng Biru ya, Pak.”

“Baik, Neng,” sahut Pak Sopir.

Karmila menyalakan ponsel dan bermaksud menghubungi seorang teman. Benda pipih tersebut menyala bersamaan dengan panggilan masuk. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar. Beberapa kali panggilan tak dihiraukan, akhirnya Karmila memberanikan diri menjawab.

“Hallo, selamat pagi,” ucap Karmila ragu-ragu.

“Karmila Ardiana? Lu di mana? Gua Nadio, yang nolongin lu semalam,” sahut seseorang di ujung telepon.

“Nadio? Ehm ...,” sejenak Karmila mengingat sesuatu, “oh ya, eh lu! ... Mau ngapain lagi?”

“Lu di mana sekarang?” tanya Nadio lagi, dengan nada cemas.

Karmila memberikan sebuah nama rumah makan. Selama perjalanan wanita ini hanya diam. Dia bingung dengan situasi yang sedang dialaminya sekarang. Mau menyalahkan siapa lagi atas kejadian semalam, Karmila hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

Dia yang terlalu percaya kepada Lisa dan nyaris celaka. Sekarang wanita muda ini mencoba berpikir jernih, agar dapat jalan keluar terbaik. Hari ini, dia harus berangkat kerja, sementara sekarang, nggak bisa pulang ke indekos.

*****

Tersisa suapan terakhir, saat Nadio Mahatma memasuki rumah makan. Mata Karmila terbelalak dengan penampilah sang pria yang maskulin, jauh berbeda dengan saat dirinya meninggalkan rumah mewah tersebut. Nadio menghampiri Karmila.

“Kaki lu, gimana? Kita harus ke dokter!” Tatapan Nadio tajam ke arah manik mata Karmila, sukses membuat jantung sang wanita berdebar lebih kencang.

“Gua nggak sakit, gua sehat. Kenapa harus ke dokter? Gila lu!” Karmila pikir kesakitan yang dideritanya bisa disembuhkan dengan pergi ke tukang pijat, tak perlu konsultasi dokter. Itu berarti dia tak perlu cuti kerja.

Tanpa berucap sepatah kata, Nadio melangkah ke meja kasir lalu membayar semua tagihan Karmila. Hanya satu yang ada di pikiran Nadio, mereka harus ke dokter. Dia melirik kaki kanan Karmila yang bengkak.

Meskipun dia tak tahu persis penyebab kaki Karmila jadi bengkak, tetapi dia harus bertanggung jawab. Entahlah, kenapa semalam dirinya menjadi khilaf, saat melihat tubuh Karmila yang molek. Hingga kaki Karmila cidera demi mempertahankan diri.

“Kenapa lu kaga pulang? Takut? Kalo perlu gua yang ngomong ke orang tua lu," tegas Nadio, tetapi bernada khawatir.

“Gua merantau di sini, gua indekos. Tadi sempat pulang, tapi teman gua yang jebak semalam, ada bersama bodyguard yang ngejar gua.” Tatap mata Karmila yang menyiratkan ketakutan, tak urung membuat hati Nadio tereyuh.

“Ikut gua, sekarang!” Nadio menarik tangan Karmila tanpa menoleh dan segera beranjak pergi.

“Ke mana?” tanya Karmila berusaha melepas pegangan Nadio, tetapi sia-sia. Sang pria semakin mempererat pegangannya. Karmila terpaksa mengikuti langkah kaki Nadio, meski dengan tertatih-tatih. Dalam keadaan bingung, Karmila dibonceng Nadio ke arah pusat kota.

“Pegangan yang kencang!” teriak Nadio sembari menarik tangan Karmila ke arah pinggangnya.

Mau nggak mau, Karmila berpegangan erat, karena motor dalam kecepatan tinggi. Sekitar dua puluh menit berkendara, motor berhenti di depan sebuah klinik kesehatan. Nadio sibuk menghubungi seseorang dengan ponselnya.

“Ayo turun! Niat sembuh, kan? Mau pakai kursi roda?” tanya Nadio sembari memasukkan ponsel ke kantung celana. Pria ini tampak tersenyum penuh arti.

Karmila yang masih kesal dengan aksi penculikan Nadio turun perlahan. Kaki kanan semakin terasa nyeri dan berasa berat. Tampak kakinya besar sebelah karena bengkak.

“Auch!” jerit Karmila tertahan, tetapi jelas terdengar oleh Nadio.

“Sakit? Maaf!” ucap Nadio seketika membopong tubuh Karmila.

“Apa-apaan, sih? Turunin gua!” teriak Karmila sambil memukul dada Nadio dengan dua tangannya.

Bukannya diturunkan, Ario bahkan dengan santai melangkah ke arah lobby. Kemudian, seorang suster datang membukakan pintu. “Selamat pagi, Pak Nadio. Silakan masuk. Anda sudah ditunggu dr. Angga,” sapa wanita berseragam putih tersebut.

“Selamat pagi. Bisa minta tolong, ambilkan kursi roda? Stok terbaru,” pinta pria berambut gondrong tersebut sambil membuka handle pintu ruang pemeriksaan.

“Silakan tunggu di dalam, Pak. Segera saya antar. Permisi,”jawab wanita tersebut mengangguk hormat lalu beranjak pergi.

“Turunkan gua! Sekarang ...!” teriak Karmila dengan nada kesal. Nadio menatap wajah Karmila lalu tersenyum.

“Yakin?” tanya pria masih dengan senyum tersimpan di kedua pipi. Karmila mengangguk mantap.

“Baiklah,” ucap Nadio sambil membungkuk lalu menurunkan tubuh Karmila.

“Aauch ...!” pekik Karmila yang spontan memegang punggung Nadio dan sang pria segera membopongnya ke pundak.

“Dibilangin kaga percaya,” ujar Nadio gegas memasuki ruangan dengan tubuh Karmila menelungkup di pundak. Badan Nadio yang kekar bagai tak terbebani.

“Selamat pagi, Dio,” sapa dokter yang telah menyambut mereka dengan senyum simpul.

“Selamat pagi, Ga. Tolong obati sampe sembuh,”balas Nadio yang langsung menidurkan Karmila di pembaringan. Wanita berambut ikal ini meringis kesakitan, seraya berusaha duduk.

Nadio berdiri di samping pembaringan. Peluh bercucuran dari dahi dan lehernya. Dia mengambil sapu tangan dari saku celana lalu mengusapnya.

“Coba gua periksa. Calon bini?” tanya dr. Angga sambil mengerling ke arah pria berambut gondrong tersebut.

“Ngaco! Gua tabrak dia,” sanggah Nadio segera sambil menjauh lalu duduk sambil memainkan ponsel. Sementara itu, Karmila beberapa kali merintih saat dr. Angga memeriksa kakinya.

“Perlu dirontgen ini. Agar tepat penanganan,” ujar dr. Rontgen lalu beranjak ke arah meja pemeriksaan dan duduk berhadapan dengan Nadio.

“Parahkah sakit saya, Dok?” tanya Karmila khawatir. Wanita ini memandangi bagian kakinya yang bengkak.

“Kita bisa tahu dari hasil rontgen.” Pria berjas putih menjawab sambil menulis berkas lalu menyodorkan kepada Nadio. “ Bawa ke tempat rontgen,” pinta dr. Angga.

Tak lama kemudian, suster masuk ruangan dengan mendorong sebuah kursi roda. “Permisi. Mau dipake sekarang?” tanya wanita berseragam putih tersebut. Karmila tersenyum ke arah suster dan bergerak hendak turun.

“Saya bantu Nona,” ucap suster sigap mendekatkan kursi roda lalu membantu Karmila turun lalu duduk di kursi roda. Wanita berambut ikal ini tampak meringis menahan sakit sambil memegang paha kanan.

“Gua langsung cabut,” ucap Nadio gegas mendekat ke arah Karmila.

“Habis rontgen, ke sini lagi,”balas dokter muda.

“Okey. Kami cabut dulu,” ucap Nadio. Pria berambut gondrong ini segera mendorong kursi roda menuju tempat rontgen.

Ponsel Karmila berdering dari dalam tas. Wanita ini pun segera mengambil lalu mengangkat telepon. “Selamat pagi, Kak,” jawab Karmila menerima panggilan.

“Selamat pagi. Lu, masih ingat hari ini ada rapat? Udah siapin berkas?” tanya seorang wanita dari seberang telepon.

“Ingat, Kak. Berkas udah gua siapin dari kemarin,” balas Karmila dengan hati berdebar.

Dia berharap rapat dilaksanakan di lantai dasar, bukan di atas. Wanita ini membayangkan betapa ribetnya, kalau dirinya harus ke lantai atas dengan berkursi roda. Karmila bertekat akan masuk kerja full tanpa cuti, agar dapat bonus akhir tahun. Namun, dengan keadaannya yang sekarang, menjadi cukup sulit.

“Lu ada di mana, sih? Gua cari ke meja lu kaga ada barusan,”sahut wanita tersebut.

“Maaf, Kak. Gua masih periksa gigi. Sebelum jam 9, pasti udah nyampe. Meeting jam 10, kan?” tanya Karmila memastikan.

Sementara senyum mengembang di bibir Nadio memegang sebuah kartu nama. Tertera Karmila Ardiana ( Divisi advertising) PT Hutama Manggala.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • AFTER ONE NIGHT STAND   HUKUM TABUR TUAI

    Dalam ruangan hanya terdengar tarikan napas para penghuninya. Tak ada yang mau bersuara. Masing-masing meresapi peristiwa haru yang terjadi di hadapan mereka. Karmila tampak paling bahagia karenanya.Ia merasa rencana membuat rumah makan bersama Bude Darmo dan Rasti akan berjalan tanpa hambatan, bahkan bisa lebih mudah terwujud. Ia optimis, Pendi yang telah berubah akan ikut andil membantunya."Alhamdulillah, bisa bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucap Pendi lalu tersenyum tipis."Alhamdulillah, saya ikut senang, meski tak tahu soal mafia. Dengan itikad baik Mas Pendi dalam menangkap pelaku pengerusakan, saya sebagai pimpinan di sini mengucapkan terima kasih. Tindakan heroik Mas Pendi membuat kredibilitas kafe terjaga. Jika masa bersyarat sudah berakhir dan Mas ingin bergabung di kafe. Saya bisa merekomendasikan Mas untuk menjadi karyawan tanpa interview," ucap manager dengan wajah sumringah.Tawaran kerja barusan ditanggapi Pendi dengan wajah berseri-seri. Pria bertato terseb

  • AFTER ONE NIGHT STAND   BAPAK KANDUNG PENDI

    "Ada laporan masuk. Pelaku pengerusakan telah ditangkap polisi, Pak," jawab sekuriti yang berdiri."Syukurlah!" seru Karmila dengan perasaan lega."Maaf, yang buat laporan siapa, Pak?" tanya Nadio yang penasaran."Seorang pria yang sekarang sedang berada di pos penjagaan. Katanya mengenal baik Bapak dan Ibu," jawab sekuriti sambil melihat ke arah Nadio dan Karmila. "Apa benar namanya Pendi?" tanya Nadio segera."Benar, Pak. Berarti orang itu benar-benar mengenal Bapak dan Ibu?" tanya balik sekuriti."Gimana gak kenal? Dia itu anak dari bude saya, Pak," sahut Karmila sambil tertawa kecil. Demikian pula Nadio."Wah, kebetulan sekali. Pak, tolong ajak orang tersebut kemari. Kita ajak berdiskusi," ucap manager sambil menatap sekuriti."Baik, Pak!" seru sekuriti dengan tangan memberi hormat. Pria tersebut segera balik badan dan berlalu.Setelah kepergiaannya, kini tinggal seorang sekuriti dan tukang parkir yang berpandangan dengan raut wajah bahagia. Mereka merasa lega karena tak harus me

  • AFTER ONE NIGHT STAND   ORANG GILA

    Nadio segera mengambil foto dengan ponsel lalu mengirimkan kepada Mr. Bram dan polisi yang sedang menyelidiki kasus mereka.Saat tukang parkir datang dengan maksud akan membantu arah kendaraan saat keluar dari parkir, tak kalah kaget. Pria berseragam hijau tersebut tak enak hati kepada Nadio dan Karmila."Saya minta maaf, Bapak dan Ibu. Silakan tunggu sebentar. Saya akan lapor ke sekuriti soal ini," ucap pria tersebut dengan sorot mata penyesalan."Ok. Silakan. Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" protes Nadio kesal.Karmila hanya menatap keduanya dengan pikiran tak menentu. Wanita ini merasa ngeri juga dengan kejadian barusan. Kehidupan rumah tangganya diselimuti berbagai masalah yang beruntun. Baru saja merasa lega dengan penjelasan Mr. Bram yang telah mulai menguak kasus sedikit demi sedikit. Namun, dengan insiden yang terjadi ini, membuat Karmila teringat traumanya kembali. "Honey, apa yang salah dengan kita?" tanya Karmila dengan wajah memelas.Nadio yang mendengarnya, langsung

  • AFTER ONE NIGHT STAND   SIAPA DIA?

    "Maaf, boleh saya tahu? Siapakah yang telah menyerahkan map ini ke waiter?" tanya Nadio sambil menduga-duga sosok pemberi barang bukti tersebut. Seketika, Mr. Bram tersenyum tipis sambil berkata,"Orang terdekat Bapak dan Ibu." Pasutri muda ini pun seketika terkejut lalu saling berpandangan. Mr. Bram memahami kebingungan keduanya. Pria berpenampilan layaknya aktor laga tersebut mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Tampak dirinya menghubungi seseorang. Mr. Bram sesaat berbicara lalu mengaktifkan speaker. "Silakan berbicara langsung dengan Bapak Nadio dan istri," ucap Mr. Bram dengan senyum yang membuat pasutri di hadapannya semakin penasaran. "Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Bapak!" teriak Karmila dan Nadio berbarengan. Mereka tak bisa mempercayai dengan suara yang terdengar. "Ya, ini Bapak, Nak. Maafkan, telah membuat kalian kaget," balas Pak Rahmat dari ujung telepon. Ucapan pria separuh baya tersebut seketika membuat wajah pasangan muda berseri-seri. Mereka tak menyan

  • AFTER ONE NIGHT STAND   SOSOK PEMBERI BARANG BUKTI

    "Salam kenal, Bu. Saya Mr. Bram Akira yang akan menangani kasus. Semoga berkenan," balas pria tersebut seraya membungkukkan badan. "Salam kenal kembali, Mr. Bram. Kami berharap bisa tuntas secepatnya," balas Karmila lalu membungkukkan badan pula. "Silakan duduk Mr. Bram!" pinta Nadio. Ketiganya kemudian duduk berhadapan. Secera kebetulan seorang waiter sedang lewat di depan mereka. Nadio seketika memanggilnya. Saat pria tersebut datang menghampiri, Nadio meminta untuk menghidangkan tiga minuman. "Baik, Pak. Saya akan segera membawakan pesanan. Mohon ditunggu. Permisi," ucap waiter tersebut lalu membungkuk. "Silakan," balas Nadio segera. Waiter segera berlalu meninggalkan tempat. Kini ketiganya kembali mengadakan pembicaraan. Di saat asik mengobrol datang seorang waiter lain dengan membawa sebuah map. Pria muda berambut cepak style tentara tersebut mengucapkan salam. Namun, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk. "Kenapa itu?" tanya Karmila kaget. Nadio dan Mr. Bram

  • AFTER ONE NIGHT STAND   RENDEZVOUS

    Tentu saja, penjelasan Nadio semakin membuat Karmila keheranan. Wanita berambut ikal tersebut memang orang yang lugu. "Hal biasa semacam itu di luar negeri. Pasangan tanpa komitmen resmi dan tetap bertanggung jawab kepada anak biologis. Mungkin saja, Tuan Ongki sudah melalaikan tanggung jawab." "Akhirnya ada rasa dendam karenanya," ucap Karmila mencoba menduga-duga. "Ya, begitulah." Pembicaraan terhenti, pada saat mobil mereka tak bisa bergerak karena tepat di depan mata ada kerumunan warga. Sesaat kemudian datanglah mobil patroli polisi dan ambulans. "Honey, kecelakaan?" tanya Karmila sembari mengawasi gerak-gerik para petugas yang sedang mengeksekusi korban. "Sepertinya pembunuhan," jawab Nadio segera. Rupanya mereka tak perlu menunggu lama untuk mengetahui dengan yang terjadi. Dari pembicaraan warga yang sedang berkerumun, mengarah pada kasus mutilasi. Karmila bergidik seketika mendengarnya. Korban adalah seorang dokter. Tiba-tiba terdengar ponsel Karmila berbunyi dan terter

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status