Setelah Dimas pergi, Aiden langsung berbicara empat mata dengan Fahmi. Ia berencana untuk membawa Felly pergi dari kota Jakarta. Ia tidak ingin Felly bertemu dengan Javier untuk sementara waktu, agar penyembuhan pada Felly cepat selesai.
Dan menurut Aiden, itu adalah pilihan yang sangat tepat.Sepuluh tahun mengikat hubungan, tentu saja bukan hal yang mudah untuk di lupakan begitu saja. Terlebih, sikap dan sifat Felly yang sudah jauh berubah dari yang dulu, membuat Aiden memutuskan untuk menjauh demi menjaga kewarasan bersama."Kamu yakin?" tanya Fahmi mengerutkan dahi."Insya'allah Om. Aiden akan bawa Felly ke tempat yang lebih tenang dan jauh dari keluarga, maaf bukan maksud Aiden ingin menjauhkan Felly sama om dan tante tapi—" kata Aiden berusaha menjelaskan alasan nya."Saya mengerti Aiden. Dan juga jangan panggil Om dan Tante lagi. Sekarang kamu sudah menjadi menantu ku, panggil kami Mama dan Papa seperti Felly," ujar Fahmi begitu bijak."Papa titip putri Papa sama kamu, jangan sakiti dia. Dia harta terindah yang Papa miliki," imbuh Fahmi sambil menepuk bahu Aiden."Aiden akan berusaha untuk membahagiakan Felly Pah," kata Aiden dengan begitu yakin."Papa hanya bisa mendoakan kalian semoga kalian bahagia, nanti Papa akan mencoba untuk kembali membujuk Papi kamu," ujar Fahmi begitu sendu, seolah berat untuk berpisah dengan putri semata wayang nya. namun ia juga tidak memiliki jalan lain, kini putri nya sudah resmi menjadi seorang istri. dan demi menyembuhkan luka di hati putri nya, maka mau tak mau kini Fahmi menyerahkan semuanya kepada sang menantu."Iya Pah, dan Aiden mau izin pulang dulu. Aiden titip Felly, nanti Aiden akan segera kembali lagi," ucap Aiden dan di balas anggukan kepala oleh Fahmi.Tujuan Aiden saat ini adalah rumah orang tua nya. Walaupun pernikahan nya mendapatkan penolakan dari keluarga nya. Namun Aiden tetap bersikeras dan berusaha bersikap baik baik saja, karena biar bagaimana pun Dimas adalah ayah kandung nya yang akan selalu tetap ia hormati.Menempuh perjalanan hampir satu jam, kini akhirnya mobil yang di kendarai Aiden sudah tiba di kediaman mewah milik orang tua nya. Laki laki itu bergegas untuk turun dan memasuki rumah.Seperti dugaan nya, saat memasuki rumah nya, Aiden langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang Papi yang kini duduk di ruang tamu, seolah menyambut kedatangannya."Papi," panggil Aiden memulai pembicaraan."Papi kecewa sama kamu!" ucap Dimas datar.Memang sangat jelas terlihat, bagaimana wajah teduh yang biasanya bijak itu kini terlihat berbeda. Begitu dingin, datar bahkan seolah enggan untuk menatap anak sulung nya."Pi, bukankah Papi sama Mami ingin Aiden segera menikah? Dan kini Aiden sudah menikah kenapa Papi malah—" ucap Aiden namun terhenti karena di potong oleh Dimas."Papi memang menyuruhmu untuk segera menikah tapi bukan dengan adik kamu sendiri!" seru Dimas dengan amarah yang kembali memuncak."Dia bukan adik aku Pi, kami tidak ada ikatan darah sama sekali!" kata Aiden tegas."Tapi sayang, kamu dan Felly itu saudara. Dia adik sepupu kamu tetap dia sama seperti Cara," ujar Chaca ikut menimpali.Dirinya dan Leona adalah kakak beradik. yang mana itu berarti Felly adalah keponakan nya. Dan bagaimana bisa, kini gadis itu menjadi menantu nya? sangat sulit untuk Chaca Terima, tapi keputusan anak tiri nya begitu sulit untuk di ubah."Felly bukan saudara ku Mi, dan dia bukan adikku! Dia istriku sekarang! Aiden mohon beri kami restu," ucap Aiden dengan mengatupkan kedua tangannya di dagu."Aiden, Felly itu anak dari kakak nya Mami. Kalian tidak bisa seperti ini Sayang," kata Chaca pelan."Tapi Aiden bukan anak kandung Mami!" seru Aiden seketika membuat Chaca terdiam.Deg!Untuk pertama kalinya Chaca mendengar seruan Aiden seperti ini. Memang apa yang di katakan Aiden kenyataan, dia bukan ubu kandung nya. Tapi entah mengapa Chaca merasa bahwa ada sesuatu yang sangat menusuk di relung hatinya."AIDEN!" bentak Dimas kala melihat Chaca terdiam dan memundurkan langkahnya perlahan."Ma—Mami maaf, Aiden tadi A—Aiden tidak sengaja. Ma—mami ... " ucap Aiden menyesal, ia begitu merutuki mulut nya sendiri yang sudah berucap sekasar itu pada mami nya.Aiden tau pasti mami Chaca sangat terluka mendengar ucapan nya. Dan kini ia sungguh sangat menyesal."Mami, Aiden tidak bermaksud .... " lirih Aiden."Tidak apa, memang benar kok. Mami bukan mami kandung kamu," Chaca mencoba tersenyum walau air mata sudah memenuhi kelopak nya."Mami cuma bisa berdoa untuk yang terbaik buat kamu. Jaga keponakan Mami baik baik yah," ucap Chaca lalu ia berangsur mundur dan pergi.Aiden berusaha mengejar Chaca namun tangannya di cekal oleh Dimas."Kamu lihat apa yang kamu lakukan?" kata Dimas datar."Pi, Aiden gak sengaja tadi. Aiden minta maaf bukan begitu maksud Aiden. Aiden hanya—""Apapun alasan kamu, kamu sudah melukai Mami kamu! Papi kecewa sama kamu!" ucap Dimas lalu ia pergi menyusul istrinya."Aaaarrkrkkkkhhhh!" Aiden berteriak sambil menjambak rambutnya frustasi.Aiden sangat menyayangi Chaca. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti perasaan mami nya itu. Chaca adalah Mami terbaik untuk aiden, ia tidak mungkin bisa menyakitinya. Dan kini untuk pertama kali nya Aiden mengatakan kata kata yang membuat sang Mami menangis.Sementara itu di dalam kamar, Chaca masih merenung, mencerna setiap kejadian yang terjadi. Mengapa ini semua begitu Rumit? Pikirnya."Sayang, kamu gapapa?" tanya Dimas menghampiri Chaca."Tidak mas, aku tidak apa. Hanya sedikit hemm," Chaca tidak bisa meneruskan ucapan nya. Ia bingung harus bagaimana.Sebenarnya ia bahagia bila Aiden menikah dengan Felly, namun ia juga mengerti bagaimana perasaan Dimas.Bagi Dimas itu sangat mustahil, dari ipar menjadi besan. Apa tanggapan orang orang nanti, mereka masih terhitung keluarga dan sekarang menjadi besan."Apakah mbak Astrid sudah tau akan hal ini?" tanya Chaca."Aku rasa belum, sepertinya baru kita yang tau," kata Dimas malas."Mas, kan memang benar bahwa Aiden bukan anak kandung ku. A—" ucap Chaca terputus kala Dimas berbicara."Jangan bicarakan ini lagi oke. Aiden anak kita, selamanya akan jadi anak kita," kata Dimas lalu segera memeluk Chaca dengan erat.Dimas tau bahwa saat ini hati Chaca sedang terluka, Dimas tau bagaimana Chaca begitu menyayangi Aiden selama ini. Dimas beruntung karena Chaca sama sekali tidak pernah membedakan antara Aiden dan juga Caramel. Mereka berdua sama di mata dan hati Chaca.Padahal tanpa Dimas tau, tujuan Chaca ingin berbicara tadi karena Chaca ingin meluruskan status Aiden dan Felly. Chaca ingin mencoba membujuk Dimas agar merestui Aiden dan Felly. Namun apalah daya bila Dimas tidak memberikannya kesempatan untuk berbicara.Beberapa tahun kemudian ... “Daddy mau pergi lagi?” tanya Chyra saat melihat mommy nya mulai mengemasi pakaian.“Iya Sayang. Kenapa hem?” tanya mommy Felly sambil merapikan pakaian suaminya.“Gapapa sih, Cuma Chyra sepi aja kalau Daddy gak pulang. Memang nya Daddy berapa lama mom?” tanya nya lagi, tangan nya ikut merapikan alat mandi Daddy nya. Felly menghentikan pergerakan tangan nya, ia menatap anak ketiga nya itu dengan sayu. Sejak Arshen memilih sekolah di luar negri, Chyra memang lebih dekat dengan Aiden, dan bila Aiden tugas keluar kota maka Chyra akan selalu sendiri.Jangan tanyakan Boy, karena memang sedari kecil ia memang tidak terlalu dekat dengan Chyra karena Chyra sangat aktif dan usil. Boy lebih suka akrab dengan Els.“Sayang, kan masih ada kak Boy dan Els,” kata Felly mengusap kepala putri nya.“Mommy tau kenapa Chyra tanya begini.” Kata Chyra dengan wajah datar, lalu ia menghela napas nya panjang, “Chyra ke kamar dulu mom. Mau belajar,” imbuh nya lalu ia memilih untuk
"Akak, Ila mau itu, ( Kakak, Chyra mau itu )" Chyra menunjuk ke sebuah mainan milik Boy yang sengaja di letakkan di lemari yang lebih tinggi."Chyra, itu punya kakak Boy. Nanti kamu di marah lagi sama Boy!" ucap Arshen menghela napas nya kasar."Api Ila mau itu ( Tapi Chyra mau itu )" rengek nya dan hampir menangis."Akak hiks hiks hiks ... " Dan benar saja, kini Chyra sudah menangis di hadapan Arshen. membuat Arshen mau tak mau mengambilkan mainan tersebut."Sayang, kenapa ini hem?" tanya oma Chaca yang baru saja kembali dari dapur."Chyra mau ini Oma. Tapi Arshen takut nanti Boy marah lagi," ungkap Arshen pelan.Bukan Arshen takut kepada adiknya, hanya saja ia takut Boy kembali menyakiti Chyra seperti sebelumnya. Arshen memiliki hati yang begitu lembut dan penyabar, namun sangat berbeda dengan Boy yang memiliki sikap angkuh dan arogan. Entah sifat darimana yang ia ambil, yang jelas kedua orang tuanya tidak ada yang seperti itu."Omaa, Ila punya Mobil yeee! ( Oma, Chyra punya mobil
"Hiks hiks hiks," isak tangis kembali terdengar saat Aiden membuka pintu kamar nya. Sejak Felly melahirkan anak ke-emlat mereka, kini Felly menjadi lebih cengeng dan lebih sering menangis, menyendiri bahkan terkadang ia suka marah - marah hingga yang paling parah, ia membanting barang - barang di kamar nya. "Sayang ... Kamu kenapa hem?" tanya Aiden yang langsung melemparkan tas kerja nya dan menghampiri sang istri yabg tengah menangis di pojokan kamar, dengan lutut yang di tekuk. "Asi nya gak keluar lagi, hiks hiks ke—kenapa gak mau keluar hiks hiks, kasian dede nangis terus hiks hiks." Memang benar baby Els sedang menangis, dan Aiden pun langsung mengambil baby Els dari ranjang tempat tidur nya. Ia juga mengajak sang istri untuk beranjak dan duduk di atas tempat tidur, sambil tangan satu lagi ia gunakan untuk menggendong baby Els. "Aku buatin susu formula saja yah. Gapapa kok," ujar Aiden memberikan solusi, namun Felly dengan cepat menggelengkan kepala nya. "Gak boleh! Ba
HoeekkkkHoeekkkHoeekkkSuara dari arah kamar mandi lagi itu, membuat tidur seorang Aiden sedikit terganggu. Ia mengucek matanya sebentar lalu menatap ranjangnya kosong. Kemana istrinya?Lagi, ia mendengar seseorang muntah dari dalam kamar mandi. Dengan cepat, Aiden berlari menuju kamar mandi tanpa memperdulikan keadaannya."Sayang, kamu gapapa?" tanya Aiden panik saat melihat sang istri terkulai lemas di lantai kamar mandi sambil bersandar pada closed."Kakak," gumam Felly begitu lirih. Kepalanya sangat pusing dan rasa nya terus melandanya."Kamu kenapa?" tanya Aiden lagi, perlahan, Felly membuka matanya, dan ia langsung terkejut saat melihat suaminya ikut berjongkok di depannya."Kakakkkkkk!" pekik Felly langsung memalingkan wajahnyaKesal, itulah yang ia rasakan, bagaimana bisa Aiden berlari mengejarnya dan dengan santai berjongkok di depannya tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya."Kenapa?" tanya Aiden sedikit panik saat belum menyadari keadaannya."Kemana baju kaka
Saat mendapat kabar bahwa siang ini Felly dan Aiden akan segera pulang. Mami Chaca dan papi Dimas segera membawa baby Ar pulang ke rumah mereka yang memang letaknya tak berada jauh dari rumah utama.Mereka menghargai Javier yang memang belum siap untuk bertemu Felly, dan mereka tak mau memaksakan hal itu."Sayang, bagaimana perjalanannya?" tanya mami Chaca saat melihat kedatangan Felly dan Aiden."Alhamdulillah, lancar Mi. Dimana baby Ar, Felly gak sabar mau gendong," ujar Felly yang memang tak sabar bertemu anaknya."Sayang, kita bersih-bersih dulu, baru habis itu kita temui baby Ar," ucap Aiden."Iya benar Sayang, kalian bersihkan dulu tubuh kalian. Kalian habis perjalanan jauh, gak baik kalau langsung gendong bayi," imbuh mami Chaca.Felly menurut, ia segera beranjak ke kamarnya dan mandi serta mengganti pakaian. Sebenarnya Felly masih sedikit ragu untuk pulang ke rumah mertuanya. Meskipun papi Dimas sudah menerima cucunya, namun sikapnya pada Felly masih begitu acuh dan kadang kas
Setelah usia baby Ar sudah satu minggu, kini akhirnya ia akan di bawa ke Jakarta terlebih dulu oleh mami Chaca dan mama Leona. Sementara Felly dan Aiden masih akan di Bali untuk meneruskan baby moon nya.Keadaan Felly masih begitu labil, terkadang ia mau menyusui anaknya, namun terkadang dia bisa tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Maka dari itu, keluarga menyarankan agar Felly rileks dulu. Mereka akan membawa baby Ar pergi, sambil menunggu Felly siap dengan keadaan.Seperginya semua keluarga, kini Aiden dan Felly sedang duduk di balkon sambil menikmati sunset. Aiden memeluk Felly dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu kanan Felly."Apa yang kamu pikirin hem?" tanya Aiden dengan lembut."Hemm, tidak ada," jawab Felly singkat. "Kakak ... " panggilnya."Iya Sayang," jawab Aiden."Apakah Felly, ibu yang jahat?""Kenapa begitu?""Karena Felly tidak mau menyusui baby Ar," gumam Felly lirih."Bukan tidak mau Sayang, tapi belum terbiasa. Kakak yakin, Felly akan menjadi seorang i