Setelah pamit dari rumah orang tua nya, Aiden kini melangkah memasuki rumah utama. Tujuannya adalah untuk bertemu dengan oma dan opa nya.
"Assalamualaikum," ucap Aiden saat memasuki rumah, terlihat oma Tamara dan opa Adi tengah duduk menonton tv di ruang keluarga bersama Daddy Arya."Walaikumsalam," jawab semuanya sambil mengadahkan kepala melihat siapa yang datang."Oma," panggil Aiden dan langsung menghambur memeluk sang Oma."Ada apa hem? Dateng dateng kok begini tumben," ucap oma Tamara mengusap kepala Aiden."Aiden ada apa? Sepertinya ada masalah? Katakan?" kata Daddy Arya mengerutkan dahi nya.Entah mengapa, laki laki itu seolah merasa seperti ada sesuatu yang ingin di sampaikan oleh keponakan nya. Bukan tanpa alasan, Karena tidak biasanya Aiden datang dan seperti itu."Aiden sudah menikah," ucap Aiden tiba tiba, membuat semua orang yang ada di ruangan itu seketika langsung membulatkan mata nya dengan sempurna."M—menikah? Kamu mau menikah?" Opa Adi dengan suara terbata, berusaha menajamkan pendengaran nya, bila mana tadi dirinya salah dengar."Bukan mau Opa, tapi memang sudah. Dan Papi tidak memberikan nya restu, Aiden juga udah nyakitin perasaan Mami," ucap Aiden tiba tiba terisak kala mengingat mami Chaca yang menangis karena nya.Oma Tamara langsung menarik napas nya dengan sedikit berat, "Kamu sudah menikah? Dengan siapa Nak? Dan kenapa bisa Papi kamu tidak setuju juga kamu menyakiti mami kamu, coba jelaskan sama Oma," kata oma Tamara lembut, mencoba menghilangkan rasa keterkejutan nya."Aiden sudah menikah dengan Felly," ucap Aiden lirih."Hah!" semua orang terkejut bahkan Mommy Jenar yang baru datang dengan membawa botol bayi pun sampai terjatuh karena kaget mendengar ucapan Aiden."Aiden," gumam Jenar tak percaya."Ba—bagaimana bisa kamu menikah sama Felly Nak? Kamu tau dia anak dari kakak nya Mami kamu, jelas saja Papi kamu tidak setuju," kata opa Adi."Opa, salahkah bila memang Aiden katakan Aiden mencintai Felly?" tanya Aiden pelan."Kamu yakin mencintai dia? Bukan hanya sekedar kasian karena keadaan nya saat ini?" tanya daddy Arya."Yah, Aiden mencintainya Dad, bahkan sejak dia masih kecil," lirih Aiden lagi lagi membuat keempat orang di sana terkejut."Aiden sudah berusaha menepis perasaan itu Dad, tapi waktu Aiden tau bahwa Vier menyakiti Felly, Aiden ikut terluka dan mengharuskan untuk kembali mencintai nya. Daddy, Mommy, Opa dan Oma Aiden mohon restui pernikahan kami." Aiden mengatupkan kedua tangannya di dagu dengan mata yang berkaca kaca.Meskipun Aiden sudah dewasa, namun di mata oma Tamara dan opa Adi dia tetaplah cucu kecil nya. Karena memang sedari kecil Aiden hidup bersama mereka, "Aiden tidak pernah meminta apapun dari dulu, Aiden selalu menuruti kemauan Opa dan Oma. Dan sekarang Aiden mohon beri kami restu. Bila Papi dan Mami tidak bisa memberikannya, setidaknya kalian memberi kami restu," imbuh Aiden, jujur mendengar ucapan Aiden membuat hati mereka teriris. Terlebih Jenar, hatinya ikut perih saat melihat mata Aiden berkaca kaca."Oma merestui kalian Nak. Bahagia lah, bawa Felly kemari dan tinggal disini bila memang Papi dan Mami kamu tidak mengijinkan kamu membawanya ke rumah mu," ucap oma Tamara membelai kepala Aiden."Opa juga merestui kalian, doa terbaik selalu Opa panjatkan untuk kalian semua cucu cucu Opa," sambung opa Adi."Iya Aiden, tinggallah disini. Mungkin itu—" ucap Arya namun terhenti kala mendengar suara dari arah belakang nya."Kalau abang mau tinggal disini sama istri abang, biar Vier yang pergi dari sini," ujar Javier datar dan dingin seketika membuat semua mata menatap ke arahnya."Vier," ucap Jenar sambil menatap Vier, seolah mengatakan jangan seperti itu."Aku tidak perduli Abang mau menikah dengan siapa. Yang jelas aku tidak mau abang membawa dia ke rumah ini saat masih ada aku!" ujar Javier lagi.Aiden hanya terdiam dan matanya langsung bertatap pada mata Javier yang kini tengah menggendong seorang bayi.Mereka beradu pandang hingga akhirnya Javier memutuskan pandangan tersebut.Javier masih belum bisa bertemu dengan Felly, karena baginya setiap kali ia melihat wajah Felly maka Amarah nya akan kembali memuncak dan rasa bersalahnya pada Celena dan juga Felly sendiri tentu nya semakin dalam. Ia sudah lelah dengan semua itu, jadi menghindar adalah cara terbaik. Itu pikir Javier."Baiklah, abang bawa dia kemari tapi besok! Biar aku membereskan barang ku dulu hari ini, bawa dia kemari setelah aku pergi," ucap Javier mengalah saat semua mata memandang ke arah nya.Saat Javier tengah meletakkan putrinya, tiba tiba Aiden masuk ke dalam kamar nya.Javier tau, namun ia tak menghiraukan nya, tangan nya masih sibuk menepuk nepuk si kecil agar kembali tertidur. "Ada apa Abang kesini?" tanya Javier tanpa menatap wajah Aiden."Kenapa kamu sebenci itu sana Felly? Padahal kamu yang sudah membuatnya menjadi seperti ini?" tanya Aiden datar."Justru karena aku yang membuatnya menjadi seperti ini, aku tidak mau lagi bertemu dengan nya. Karena itu hanya akan melukai dia dan aku, juga tentu saja dengan Celena. Aku tidak mau memikirkan wanita lain lagi, kesalahan ku pada Celena sudah terlalu banyak, aku tidak ingin menambah nya lagi. Setiap kali aku melihat Felly maka aku akan semakin merasa bersalah, dan nanti pasti aku akan luluh kembali dengan melihat sorot matanya, aku akan kembali memikirkan dia dan membuat celena kembali terabaikan. Aku tidak mau membuat celena sedih lagi," jelas Javier panjang lebar.Aiden mengerti, ia hanya diam mendengarkan semua isi hati Javier. Aiden tidak tau harus berkomentar apa, karena bila dia yang di posisi Javier ia belum yakin bisa menjalani nya."Selamat Bang, aku doakan semoga kalian bahagia dan segera di beri momongan. Tapi maaf aku mohon dengan sangat jangan pernah bawa dia menemui ku, dan bila suatu saat bertemu anggap tidak mengenal ku bila kau sedang bersama nya," ujar Javier."Felly gadis yang baik, aku yakin dia bisa menjadi istri yang baik buat Abang. Yah dia pantas sama Abang, abang sempurna dan baik. Bahagiakan dia Bang," imbuh Javier menepuk bahu Aiden sambil menarik napasnya dengan kasar."Kamu tidak perlu pergi dari rumah ini. Aku akan membawa Felly pergi meninggalkan kota Jakarta. Jadi kamu tidak perlu khawatir bila bertemu dengan nya. Dan juga terimakasih, atas luka yang kamu berikan padanya secara tidak langsung kau memberikan ku kesempatan untuk membahagiakan nya, Abang pamit. Jaga baby D dengan baik," ucap Aiden memeluk Javier lalu ia pamit pergi."Semoga kalian bahagia," gumam Javier pelan lalu ia kembali memfokuskan diri pada baby D.Beberapa tahun kemudian ... “Daddy mau pergi lagi?” tanya Chyra saat melihat mommy nya mulai mengemasi pakaian.“Iya Sayang. Kenapa hem?” tanya mommy Felly sambil merapikan pakaian suaminya.“Gapapa sih, Cuma Chyra sepi aja kalau Daddy gak pulang. Memang nya Daddy berapa lama mom?” tanya nya lagi, tangan nya ikut merapikan alat mandi Daddy nya. Felly menghentikan pergerakan tangan nya, ia menatap anak ketiga nya itu dengan sayu. Sejak Arshen memilih sekolah di luar negri, Chyra memang lebih dekat dengan Aiden, dan bila Aiden tugas keluar kota maka Chyra akan selalu sendiri.Jangan tanyakan Boy, karena memang sedari kecil ia memang tidak terlalu dekat dengan Chyra karena Chyra sangat aktif dan usil. Boy lebih suka akrab dengan Els.“Sayang, kan masih ada kak Boy dan Els,” kata Felly mengusap kepala putri nya.“Mommy tau kenapa Chyra tanya begini.” Kata Chyra dengan wajah datar, lalu ia menghela napas nya panjang, “Chyra ke kamar dulu mom. Mau belajar,” imbuh nya lalu ia memilih untuk
"Akak, Ila mau itu, ( Kakak, Chyra mau itu )" Chyra menunjuk ke sebuah mainan milik Boy yang sengaja di letakkan di lemari yang lebih tinggi."Chyra, itu punya kakak Boy. Nanti kamu di marah lagi sama Boy!" ucap Arshen menghela napas nya kasar."Api Ila mau itu ( Tapi Chyra mau itu )" rengek nya dan hampir menangis."Akak hiks hiks hiks ... " Dan benar saja, kini Chyra sudah menangis di hadapan Arshen. membuat Arshen mau tak mau mengambilkan mainan tersebut."Sayang, kenapa ini hem?" tanya oma Chaca yang baru saja kembali dari dapur."Chyra mau ini Oma. Tapi Arshen takut nanti Boy marah lagi," ungkap Arshen pelan.Bukan Arshen takut kepada adiknya, hanya saja ia takut Boy kembali menyakiti Chyra seperti sebelumnya. Arshen memiliki hati yang begitu lembut dan penyabar, namun sangat berbeda dengan Boy yang memiliki sikap angkuh dan arogan. Entah sifat darimana yang ia ambil, yang jelas kedua orang tuanya tidak ada yang seperti itu."Omaa, Ila punya Mobil yeee! ( Oma, Chyra punya mobil
"Hiks hiks hiks," isak tangis kembali terdengar saat Aiden membuka pintu kamar nya. Sejak Felly melahirkan anak ke-emlat mereka, kini Felly menjadi lebih cengeng dan lebih sering menangis, menyendiri bahkan terkadang ia suka marah - marah hingga yang paling parah, ia membanting barang - barang di kamar nya. "Sayang ... Kamu kenapa hem?" tanya Aiden yang langsung melemparkan tas kerja nya dan menghampiri sang istri yabg tengah menangis di pojokan kamar, dengan lutut yang di tekuk. "Asi nya gak keluar lagi, hiks hiks ke—kenapa gak mau keluar hiks hiks, kasian dede nangis terus hiks hiks." Memang benar baby Els sedang menangis, dan Aiden pun langsung mengambil baby Els dari ranjang tempat tidur nya. Ia juga mengajak sang istri untuk beranjak dan duduk di atas tempat tidur, sambil tangan satu lagi ia gunakan untuk menggendong baby Els. "Aku buatin susu formula saja yah. Gapapa kok," ujar Aiden memberikan solusi, namun Felly dengan cepat menggelengkan kepala nya. "Gak boleh! Ba
HoeekkkkHoeekkkHoeekkkSuara dari arah kamar mandi lagi itu, membuat tidur seorang Aiden sedikit terganggu. Ia mengucek matanya sebentar lalu menatap ranjangnya kosong. Kemana istrinya?Lagi, ia mendengar seseorang muntah dari dalam kamar mandi. Dengan cepat, Aiden berlari menuju kamar mandi tanpa memperdulikan keadaannya."Sayang, kamu gapapa?" tanya Aiden panik saat melihat sang istri terkulai lemas di lantai kamar mandi sambil bersandar pada closed."Kakak," gumam Felly begitu lirih. Kepalanya sangat pusing dan rasa nya terus melandanya."Kamu kenapa?" tanya Aiden lagi, perlahan, Felly membuka matanya, dan ia langsung terkejut saat melihat suaminya ikut berjongkok di depannya."Kakakkkkkk!" pekik Felly langsung memalingkan wajahnyaKesal, itulah yang ia rasakan, bagaimana bisa Aiden berlari mengejarnya dan dengan santai berjongkok di depannya tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya."Kenapa?" tanya Aiden sedikit panik saat belum menyadari keadaannya."Kemana baju kaka
Saat mendapat kabar bahwa siang ini Felly dan Aiden akan segera pulang. Mami Chaca dan papi Dimas segera membawa baby Ar pulang ke rumah mereka yang memang letaknya tak berada jauh dari rumah utama.Mereka menghargai Javier yang memang belum siap untuk bertemu Felly, dan mereka tak mau memaksakan hal itu."Sayang, bagaimana perjalanannya?" tanya mami Chaca saat melihat kedatangan Felly dan Aiden."Alhamdulillah, lancar Mi. Dimana baby Ar, Felly gak sabar mau gendong," ujar Felly yang memang tak sabar bertemu anaknya."Sayang, kita bersih-bersih dulu, baru habis itu kita temui baby Ar," ucap Aiden."Iya benar Sayang, kalian bersihkan dulu tubuh kalian. Kalian habis perjalanan jauh, gak baik kalau langsung gendong bayi," imbuh mami Chaca.Felly menurut, ia segera beranjak ke kamarnya dan mandi serta mengganti pakaian. Sebenarnya Felly masih sedikit ragu untuk pulang ke rumah mertuanya. Meskipun papi Dimas sudah menerima cucunya, namun sikapnya pada Felly masih begitu acuh dan kadang kas
Setelah usia baby Ar sudah satu minggu, kini akhirnya ia akan di bawa ke Jakarta terlebih dulu oleh mami Chaca dan mama Leona. Sementara Felly dan Aiden masih akan di Bali untuk meneruskan baby moon nya.Keadaan Felly masih begitu labil, terkadang ia mau menyusui anaknya, namun terkadang dia bisa tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Maka dari itu, keluarga menyarankan agar Felly rileks dulu. Mereka akan membawa baby Ar pergi, sambil menunggu Felly siap dengan keadaan.Seperginya semua keluarga, kini Aiden dan Felly sedang duduk di balkon sambil menikmati sunset. Aiden memeluk Felly dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu kanan Felly."Apa yang kamu pikirin hem?" tanya Aiden dengan lembut."Hemm, tidak ada," jawab Felly singkat. "Kakak ... " panggilnya."Iya Sayang," jawab Aiden."Apakah Felly, ibu yang jahat?""Kenapa begitu?""Karena Felly tidak mau menyusui baby Ar," gumam Felly lirih."Bukan tidak mau Sayang, tapi belum terbiasa. Kakak yakin, Felly akan menjadi seorang i