"Aku malas menjelaskan semua sama kamu. Karena kamu pasti nggak akan percaya sama aku. Kamu selalu berpikiran negatif tentang aku. Bener 'kan?"
Bella menghembuskan nafas kesal. "Ya udah, kalau kamu nggak mau jelasin sama aku. Aku udah tau betapa buruknya kamu sekarang Mas.” Kalimat itu membuat sepasang suami istri ini berhenti berkata-kata lagi. Itu adalah kalimat terakhir untuk malam ini. Bella berdiri dengan cepat dan berjalan keluar lalu menutup pintu dengan kasar. Sementara Bara sudah lelah dengan semua yang terjadi di dalam harinya. Ia tidur di kamar dengan lelap. Sementara Bella duduk di sofa ruang tengah. Ia memandangi bingkai foto yang indah. Sepasang pengantin yang sangat serasi. Hati Bella tidak bisa menahan rasa kesal yang bercampur rasa sedih. Kedua matanya kini di banjiri oleh air mata hangat. Pundaknya naik turun di iringi suara hidung yang tersumbat akibat tangisan. "Mbak, Bella ... " panggil suara ragu-ragu itu dari belakang. Bella tidak menengok karena ia tidak mau Marni tahu kalau dirinya sedang menangis. Bella mencoba menahan suara agar tidak serak. "Aku lagi pengin tidur di sini, Mir. tolong jangan ganggu ya, Mirna," ucap Bella dengan tegas. Mirna hanya bisa melihat dengan kasihan punggung majikannya itu. Subuh tiba namun Mirna tidak membangunkan majikannya. Ia merasa kasihan karena saat itu Bella benar benar tidur dengan lelap sekali. Pukul tujuh Bella membuka matanya. Ia menghirup bau masakan di dapur. Kepalanya sedikit pening. Ia mencoba untuk duduk dan melihat dari cahaya yang masuk ke ruang tamu. "Udah siang banget, ya Allah. Aku belum solat shubuh," ucapnya lalu segera menuju ke toilet yang ada di belakang. Ternyataernyata hari ini dirinya datang bulan. "Mbak, Mirna masakin nasi goreng. Pasti enak banget rasanya," kata Mirna dengan wajah berseri. Bella tidak berkata apapun. Ia langsung saja melahap nasi goreng yang sudah di sediakan di piring berwarna putih. Bella mengunyah dengan penuh khidmat. Sejak malam perutnya memang lapar tetapi ia enggan beranjak ke dapur. Saat ini benar- benar seperti surga. Bangun langsung ada makanan di depan mata. Makanan kesukannya lagi. "Mbak, semalem kenapa? Nangis ya?" tanya Mirna setelah melihat Bella selesai dengan sarapannya. Mata Bella yang begitu sembab membuat Mirna kasihan. Bella tidak menjawab. Ia membersihkan sisa makanan di sekeliling bibir dengan tisu. Sungguh ia tidak ingin membahas apa yang terjadi saat malam itu. "Semalem Mirna bangun gara-gara sempat mendengar suara keras dari Mbak Bella. Keras banget sih, Mbak suaranya? Baru kali ini loh, Mirna mendengar suara Mbak sekeras itu," kata Mirna perempuan banyak omong itu. "Nggak apa-apa kok, Mir. Aku lagi datang bulan lagi nggak pengin cerita banyak. Aku bangunin Mas Bara dulu ya. kamu udah beresin dapur belum? sana beresin dapur dulu," ucap Bella lalu pergi menuju ke kamarnya. Syukurlah pintu tidak di kunci oleh sang suami. Dilihatnya seprei polos berwarna abu abu yang berantakan. Lalu ada laki laki tidur dengan terlentang berwajah pulas. Bella duduk di sisi ranjang. Ia memperhatikan wajah suaminya dengan penuh rasa sayang. Wajah yang menemaninya sejak lima tahun ini. Wajah yang penuh kesabaran. Meski mereka berdua belum di karuniai seorang bayi mungil. Wajah manis itu sangat membuat hati Bella berucap syukur. Tangan Bella dengan lembut membelai pipi suaminya. Pipi dengan sedikit rambut tipis di sisi keduanya membuat Bella merasa gemas. "Maafin aku, ya, Mas. Semalam mungkin aku terlalu marah berlebihan sama kamu. Aku sayang banget sama kamu, Mas," ucap Bella dalam hati terdalamnya. Kini Bella melihat meja kecil yang di atasnya terdapat ponsel milik Bara. Ponsel itu menyala. Tangannya langsung meraih benda persegi panjang tipis itu. Sudah beberapa hari ini ia tidak melihat lihat apa yang ada di dalam ponsel suaminya. Ia menemukan pesan W******p yang masuk. Matanya membelalak melihat deretan chat yang banyak. Foto profilnya perempuan semua. "Aku nggak terima wanita-wanita ini ngechat suamiku. Kurang kerjaan banget, sih, mereka," seru Bella dengan perasaan membatu. "Mas, bangun, Mas!" beberapa kali Bella menepuk-nepuk lengan Bara. "Masih ngantuk Bella, udah sana kamu keluar aja," jawab Bara dengan setengah sadar. "Bangun Mas, udah siang. Udah jam delapan," kata Bella dengan kesal. Bara duduk dengan cepat. Wajahnya menampakkan geram kepada sang istri. Tubuhnya menggeliat sebentar lalu mengucek kedua matanya. "Ini apa maksudnya?" tanya Bella dengan memperlihatkan layar ponsel tepat di depan muka pria berwajah kusut itu. "Sini!” Tangan Bara merebut ponsel miliknya dengan keras. "Kamu ngapain, sih? pegang-pegang Hpku?" tanya Bara dengan wajah geram tanpa melihat ke arah istrinya. Ia sedang fokus membuka pesan yang ada di layar ponselnya. "Masa aku nggak boleh sih, lihat-lihat apa yang ada di Hp kamu. Sejak kapan Mas?" "Ya boleh, tapi izin dulu dong," jawab Bara masih menggerutu. "Memangnya aku ini siapa? Orang lain? Aku ‘kan, istrimu, Mas. Kamu aneh banget deh, masa pinjem Hp aja harus izin," gerutu Bella. "Kalau ada data yang tiba-tiba ke hapus gimana? Kerjaan aku sebagian juga ada di Hp ini," Bara membela diri dengan kedua matanya terbuka lebar menatap istrinya. "Oke, aku minta maaf," kata Bella dengan pasrah. Ia menghembuskan nafasnya lalu mengeluarkan kalimat lagi. "Aku nggak suka ada cewe yang chat kamu kaya gitu," kata Bella dengan membelakangi suaminya sambil melipat kedua tangannya. "Apaan sih, chat apa?" tanya Bara yang kini sudah berdiri di depan Bella. "Ya, kamu baca aja tuh, di Hp kamu!" "Udah, aku udah baca kok, terus apa?" tanya suaminya dengan bingung. "Temen-temen kantor kamu itu nggak penting banget tahu nggak, mereka chat kamu kaya gitu. Gimana kabarnya? Selamat beraktivitas ya, kamu lagi ngapain? Sudah makan belum?" kata Bella sambil berbicara dengan kesal. "Lah, emang kenapa? Mereka cuma temen aku," ucap Bara tanpa ada rasa bersalah. "Tapi Mas, chat yang kaya gitu justru nanti akan semakin sering dan selanjutnya kamu bakal kepincut sama temen kamu. Chatingan setiap hari, ngirimin foto satu sama lain habis itu saling jatuh cinta. Iya, 'kan?" "Ya nggak mungkin lah, mereka udah tahu aku punya istri," kata Bara dengan tegas. "Aku juga udah punya istri. Jadi untuk apa aku jatuh cinta sama cewek lain?" Bella menunduk dengan kalimat suaminya itu. Apa dirinya yang salah selama ini? Ia terlalu cemburuan dengan suaminya. Bara keluar dari kamar meninggalkan Bella yang berdiri mematung di depan jendela kamar yang bercahaya.Kemeja berwarna putih dan rok hitam pendek serta pakaian dalam perempuan berada di atas lantai. Semua barang barang iu terlihat berantakan. Seolah seperti sengaja di lempar di atas lantai keramik berwarna putih itu. Kedua mata Bella mendadak terbuka lebar. Hatinya berdegup kencang. Pikirannya benar benar kacau. Segera saja ia melangkahkan kaki ke kamar Bara. Terdengar suara wanita yang manja. Tangan Bella langsung saja membuka pintu itu dengan cepat. Tak di sangka pemandangan mencengangkan telah ada di depan mata. Bara dan Arum dengan mata panik mereka melihat kedatangan Bella. Mereka berdua berselimut di atas ranjang. "Keluar kamu dari sini!" teriak Bella dengan suara serak. Air matanya tak terbendung. Bara dan Arum saling memandang dengan panik. "Keluar kamu dari sini pelakor!" Bella mengarahkan jari telunjuknya ke Arum yang masih menutupi tubuh dengan selimut.
“Mbak Bella ke mana sih, Mas Bara? Sudah malam begini kok belum pulang juga yah?" tanya Marni sambil menuangkan air putih di gelas majikannya. "Udah kamu nggak usah tanya-tanya itu. Tugas kamu di sini cuma masak sama bersih-bersih ngerti?" Wanita dengan pipi chubby itu mengangguk dengan perasaan kecewa. Ia langsung pergi dari ruang makan setelah selesai menyiapkan makan malam untuk majikannya. "Mbak Bella ke mana ya? Sudah aku telfon berakali-kali tapi nggak diangkat juga," ucap Marni dengan risau. Ia teringat kembali saat malam itu terbangun akibat suara umpatan marah yang keras sekali. "Ya Allah, semoga keluarga Mbak Bella baik-baik aja. Amin ya Allah," doa Mirna dengan serius. Bara yang sibuk mengunyah makanannya tiba-tiba mendengar ponselnya berbunyi. "Bara, kenapa kamu baru angkat telepon dari aku?" Suara kesal seorang wanita terdengar. "Aku j
“Mau apa kamu ke sini, Mas?” tanyaku melihat Mas Bara yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah.“Bella?” Mas Bara mendekatiku. Aku langsung saja menyingkir dari pijakanku. Aku samasekali tidak sudi berdekatan dengan penghianat seperti dia.“Aku ke sini mau jemput kamu,” ucap Mas Bara dengan lirih.“Aku mau di sini aja,” jawabku dengan jutek.Mas Bara duduk di kursi kayu. Dia menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Apa dia mencoba untuk tidak emosi di rumah ibuku?“Mama akan ke rumah nanti. Kamu harus ada di rumah Bella. Apa yang akan mas katakan jika kamu tidak ada di rumah,” “Mama mau ke rumah?” tanyaku tak percaya. Aku juga merasa kasihan dengan Nama jika ke rumah dan tidak ada aku. Dia pasti akan sedih dan mencariku.“Ya, untuk itu kami harus pulang sekarang juga,” seru Mas Bara setengah tegas.Aku melirik bingung sambil memegang keningku. Di tengah pertengkaran aku dan Mas Bara. Kenapa Mama harus berkunjung ke rumah?“Eh, ada kamu Bara. Kok,
Aku tidak bisa tidur. Pikiranku sangat kacau sekali. Aku terus memikirkan kenapa Mas Bara bisa selingkuh dari aku. Aku berdiri menatap cermin. Tanganku meraba wajahku dengan ragu-ragu. “Apa aku ini tidak cantik lagi bagi Mas Bara?” tanyaku dalam hati. Mataku meneteskan air mata kesedihan. Wajah Arum tiba-tiba muncul di benakku. Mungkin Arum memang lebih cantik di banding aku. Wajah Arum yang terlihat dewasa. Alis tebal yang sempurna serta bibirnya yang memikat kaum Adam. Ya dia memang cantik. Tapi kenapa aku harus menjadi korban perselingkuhan. Kenapa Ya Allah? Aku sudah berusaha menjadi wanita Solehah. Aku berhijab karena ingin menjadi istri yang taat. Aku tidak ingin mengumbar aurat ku. Karena nanti suamiku yang akan di tanyakan nanti di akhirat. Ya Allah apa keputusan aku memakai jilbab ini adalah salah? Ya Allah memang aku akui sejak aku memakai Jilbab Mas Bara seperti risih denganku. Ia seakan tidak setuju aku berhijab. Tapi salahkah aku mencoba untuk lebih taat denga
Sejak semalam Mas Bara terus mengirim pesan Wa. Aku membacanya tapi tidak ku balas. Biarkan sajalah aku hilang respect dengan Mas Bara. Sore ini aku berniat pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah bukan karena aku ingin bertemu dengan Mas Bara tapi karena mama akan ke rumah. “Padahal aku masih kangen sama ibu. Tapi mau gimana lagi. Mama mau ke rumah jadi Bella harus pulang deh,” ucapku dengan memeluk ibu dari samping. “Udah nggak papa 'kok sayang. Kamu pulang itu taat dengan suami dan juga Mama. Mereka berdua yang saat ini memang penting. Mereka berdua harus kamu urus. Bukan begitu?” kata ibu dengan senyum damai. Aku mengangguk paham dengan apa yang di katakan ibu. Ya di sini aku bersama ibu juga karena aku ingin mendapatkan pahala. Namun aku juga harus mengurus mama mertuaku dan juga suamiku Mas Bara. Aku juga tidak tahu nanti di rumah akan seperti apa. Pasalnya aku sedang marah dengan Mas Bara. Tetapi kata Mas Bara aku harus bersikap pura-pura bahagia dan mesra di de
Aku duduk di kursi sambil bermain ponsel. Menunggu beberapa menit. Nanti aku akan keluar dan tidur di ruang tengah saja. Melihat wajah Mas Bara rasanya aku ingin muntah. “Kalau kamu nggak mau tidur di sini ya udah. Aku mau tidur dulu. Kalau kamu berubah pikiran nggak papa. Kamu boleh tidur di sini,” kata Mas Bara berkata lembut. Aku hanya diam dengan hati yang membatu. Dasar laki-laki sialan. Aku nggak terima kalau dia selingkuh dariku. *** “Mbak, bangun Mbak?” Suara Mirna membuat mataku terbuka sedikit. Aku melirik jam dinding yang ada di ruang tengah ini. Jam lima pagi. “Mbak, ibu Linda nggak sadar, Mbak. Kayaknya pingsan deh, soalnya Mirna bangunin dari tadi nggak mau buka mata, Mbak,” seru Mirna dengan raut gelisah. Aku sungguh kaget. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke kamar mama. Aku sangat berharap mama akan baik-baik aja. Kubuka pintu kamar mama dan wajah mama terlihat pucat sekali. Ini pasti karena mama terlalu kecapean. “Semalam mama t
Aku membuka mataku saat mendengar suara mama yang memanggilku. Ku lihat Mas Bara yang tertidur pulas. Aku langsung saja bangkit dari sofa dan mendekat sisi ranjang. “Iya, Ma ada apa?” tanyaku dengan lembut sambil mengucek mataku. “Mama pengin pipis,” jawab Mama dengan melihat ke arah toilet. “Kata suster, Mama pipisnya lewat selang dulu. Mama tinggal pipis aja ya langsung di ranjang ini nggak papa kok,” ucapku dengan lirih. “Nggak mau ah, Mama mau pipis di toilet aja. Mama nggak enak rasanya pipis di sini,” Mama melihat ke bawah dengan tidak nyaman. Aku pun terpaksa mencopot selangnya dengan hati-hati semampuku saja. Aku berusaha membuat mama berdiri dengan hati-hati. Ya Allah mama benar-benar membutuhkan aku sekali. Kalau sampai aku bercerai dengan Mas Bara. Pasti Mama sangat syok sekali. “Mama bisa pipis di sini beneran?” tanyaku dengan melihat Mama lalu ke melihat toilet. “Iya, mama mau pipis di dalem aja,” jawab mama sambil menunjuk dengan dagunya. Mama
Aku berjalan menuju ke ruangan ibu. Aku berjalan dengan langkah cepat karena aku sangat kesal sekali dengan Mas Bara. Dia lebih mementingkan perasaan Arum di banding mamanya sendiri. Dasar Mas Bara bener-bener sudah gila. Tanganku membuka pintu dengan pelan. Ku lihat mama yang tersenyum menyambut kedatanganku. Mama pasti sangat tidak sabar untuk memakan nasi goreng. “Alhamdulillah akhirnya Mama bisa makan nasi goreng ini,” seru mama dengan wajah sumringah melihat aku membuka bungkus nasi goreng. Mama memakan nasi goreng dengan lahap. Lalu menanyakan kepadaku dimana Mas Bara. “Mungkin Mas Bara pulang ke rumah. Nggak tahu juga sih Ma. Soalnya Bella udah nelpon tapi mas Bara nggak ngangkat. Mungkin Mas Bara nggak nyaman ma,” ucapku dengan lembut sambil melihat mama yang lahap makan nasi goreng. “Hm, gimana sih Bara, masa kamu di tinggal disini sendirian,” gerutu mama. Setelah satu jam mama makan dan berbincang sedikit. Kini mama mengantuk dan akhirnya tidur. Aku ya