Kemeja berwarna putih dan rok hitam pendek serta pakaian dalam perempuan berada di atas lantai. Semua barang barang iu terlihat berantakan. Seolah seperti sengaja di lempar di atas lantai keramik berwarna putih itu.
Kedua mata Bella mendadak terbuka lebar. Hatinya berdegup kencang. Pikirannya benar benar kacau. Segera saja ia melangkahkan kaki ke kamar Bara. Terdengar suara wanita yang manja. Tangan Bella langsung saja membuka pintu itu dengan cepat. Tak di sangka pemandangan mencengangkan telah ada di depan mata. Bara dan Arum dengan mata panik mereka melihat kedatangan Bella. Mereka berdua berselimut di atas ranjang. "Keluar kamu dari sini!" teriak Bella dengan suara serak. Air matanya tak terbendung. Bara dan Arum saling memandang dengan panik. "Keluar kamu dari sini pelakor!" Bella mengarahkan jari telunjuknya ke Arum yang masih menutupi tubuh dengan selimut. Wajah Arum menampakkan wajah kesal. Ia seakan tidak perduli dengan makian Bella. Namun setelah di bujuk dengan halus oleh Bara. Akhirnya Arum mau untuk pergi dari rumah milik Bara dan Bella. "Ingat ya, Mas. Kita belum selesai," bisik Arum dengan jelas tepat di telinga sang kekasih. Wanita tidak tahu diri itu pergi dengan pakai kemeja putih di balut jaket berwarna navy dan rok pendek hitam. Kedua mata Bella menyoroti tajam punggung Arum yang mulai menjauh. Bella benar benar membenci perempuan murahan itu. Perempuan yang berhasil membuat dirinya terluka parah. Bella merasakan sakit yang begitu sakit di dalam hatinya. Kini Bella mulai menghampiri suaminya dengan geram. "Sekarang semuanya udah jelas. Kamu bohong sama aku. Kamu bilang Arum cuma temen kamu tapi nyatanya Arum bahkan tidur di kamar sama kamu. Kamu gila ya, Mas?" "Maafin aku Bella. Aku janji nggak akan ngelakuin itu lagi. Kita berdua belum sampai ke arah itu. Kita berdua cuma bermesraan aja," jelas Bara membela diri. "Aku nggak perduli itu, Mas. Satu hal yang pasti. Kamu udah selingkuh dari aku dan aku nggak akan maafin kamu. Aku mau semuanya berakhir. Biar aku yang pergi. Kamu sama Arum aja. Aku udah sakit, Mas. Sakit!" ucap Bella dengan berlinang air mata sambil menunjuk-nunjuk dadanya sendiri. "Bella, kamu jangan gitu Bella. Aku nggak mungkin pisah sama kamu. kasihan Mamaku," kata Bara dengan wajah frustasi. Pria berambut cepak itu memagangi keningnya. "Kalau gitu kamu pilih, Mas. kamu pilih Arum atau aku?" tanya Bella dengan suara bergetar. Bara tampak bingung dengan melihat ke segala arah. Matanya seakan mencari pertolongan. Jawaban apa yang akan ia berikan kepada Bella. Ia sangat mencintai Arum sang janda muda. Namun, ia tentu sangat menyayangi sang Mama. Kalau dirinya berpisah dengan Bella. Hal itu akan membuat mama sangat sedih dan pasti penyakitnya akan kambuh. Bara tidak akan melakukan hal bodoh itu. "Nggak bisa jawab kamu, Mas?" tanya Bella dengan tegas. "Bu-bukan seperti itu Bella. Kita bisa bicarakan ini baik-baik," kata Bara dengan wajah seakan memelas di depan sang istri. "Bicara baik-baik seperti apa yang kamu mau, Mas?" tanya Bella merasa sangat murka di dalam hatinya. "Ya aku nggak bisa ninggalin Arum. Aku cinta sama dia. Aku juga nggak bisa pisah sama kamu. Karena aku sayang sama Mamaku. Aku takut Mama akan kambuh," jelas Bara lalu tertunduk. "Egois banget kamu ini." Bella segera pergi dari hadapan suaminya. Hatinya remuk saat sang suami mengatakan kalau dia mencintai wanita lain. Apalagi yang bisa dipertahankan dalam pernikahannya sekarang ini. Ia sudah sangat kecewa dengan cinta palsu sang suami. "Bella, kamu mau ke mana?" tanya Bara melihat wanita berkerudung panjang dengan gamis abaya itu memasukkan baju ke dalam koper. "Nggak usah perduli sama aku. Sudah jelas kamu lebih memilih wanita itu dibanding aku," kata Bella dengan hati yang remuk. Ia langsung saja buru-buru pergi dari rumah. Kini kakinya sudah keluar dari pintu rumah. "Bella!" panggil Bara dengan suara tinggi. Tapi sayang, sang istri sudah jauh di sana. Motor matic warna putih itu sudah melaju. "Sial!" Bara menendang pintu dengan keras. Sementara Bella sudah sangat sakit hati. Ia menangis di jalan yang ramai itu. Hanya motor dan koper kecilnya yang tahu betapa ia sudah sangat banyak mengeluarkan air mata. Kaca helm Bella menutupi semua wajahnya. Ia menangis dalam ruang kecil itu. Beberapa kali ia menyeka air mata namun takkan bisa membuat tetesan hangat itu berhenti. Hati Bella sudah benar benar hancur lebur. Suami yang selama ini menemaninya dalam lima tahun ini ternyata selingkuh di depan kedua matanya sendiri. Sementara Bara terlihat panik di dalam kamarnya. Ia duduk di atas ranjang namun wajahnya menampakkan kegelisahan. Bagaimana jika Bella sang istri benar benar akan meminta cerai kepadanya. Bara takut terjadi hal buruk dengan mamahnya. Suara ponsel berbunyi nyaring menyanyikan lagu barat kesukaannya. lagu dari band paramore. Langsung saja tangannya mengambil ponsel yang ada di meja lampu. Di lihatnya ada nama mamahnya di layar ponselnya. Wajahnya terlihat kebingungan. "Aduh! kenapa disituasi seperti ini Mama harus nelpon segala," ucapnya sambil memegang keningnya. Namun pria berwajah tampan dan putih ini berusaha menarik nafas dengan tenang. Ia berharap mamah tidak tahu kejadian yang menimpanya. "Halo, Bara?" panggil sang mama dengan lembut. "Halo, Mah. Gimana kabarnya?" tanya Bara dengan suara ramah yang di buat-buat. "Kabar mama baik sayang. Mama nelpon Bella kenapa nggak di angkat yah?" "Oh mungkin Bella lagi sibuk, Mah." "Mama nelpon ke nomor toko roti, katanya dia nggak ada di sana." "Oh iya, tadi Bella bilang katanya dia mau ke mall beli sesuatu. Kalau nggak salah dia mau beli make up yang udah habis,” jawab Bara dengan asal. Ia berharap Mamanya tidak akan curiga dengan apa yang di katakannya. "Oh begitu, Mama cuma mau bilang kalau nanti dua hari lagi Mama mau ke rumahmu. Mama kangen sama kalian berdua," kata Sang Mama dengan suara terdengar antusias. "Mampus!” bisik Bara dengan cepat. "Apa, Bar?" tanya Mama. "Oh nggak, tadi ada tikus lewat di pojokan. Oh Mama mau ke sini ya? Wah! Nggak sabar ketemu Mama. Bara juga kangen sama Mama," ucap Bara dengan suara senang. "Ah, kamu pasti bohong Bara." "Nggak kok, Mah Bara kangen banget sama Mamah." “Ya sudah, kalau begitu nanti Mamah mau nginep seminggu. Bolehkan, Bar?" tanya Mamah sangat bahagia. "Iya, Mah pasti boleh." "Oh ya, gimana kabar kamu sama Bella? baik baik saja kan?" "Ba-baik kok, Mah."“Mbak Bella ke mana sih, Mas Bara? Sudah malam begini kok belum pulang juga yah?" tanya Marni sambil menuangkan air putih di gelas majikannya. "Udah kamu nggak usah tanya-tanya itu. Tugas kamu di sini cuma masak sama bersih-bersih ngerti?" Wanita dengan pipi chubby itu mengangguk dengan perasaan kecewa. Ia langsung pergi dari ruang makan setelah selesai menyiapkan makan malam untuk majikannya. "Mbak Bella ke mana ya? Sudah aku telfon berakali-kali tapi nggak diangkat juga," ucap Marni dengan risau. Ia teringat kembali saat malam itu terbangun akibat suara umpatan marah yang keras sekali. "Ya Allah, semoga keluarga Mbak Bella baik-baik aja. Amin ya Allah," doa Mirna dengan serius. Bara yang sibuk mengunyah makanannya tiba-tiba mendengar ponselnya berbunyi. "Bara, kenapa kamu baru angkat telepon dari aku?" Suara kesal seorang wanita terdengar. "Aku j
“Mau apa kamu ke sini, Mas?” tanyaku melihat Mas Bara yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah.“Bella?” Mas Bara mendekatiku. Aku langsung saja menyingkir dari pijakanku. Aku samasekali tidak sudi berdekatan dengan penghianat seperti dia.“Aku ke sini mau jemput kamu,” ucap Mas Bara dengan lirih.“Aku mau di sini aja,” jawabku dengan jutek.Mas Bara duduk di kursi kayu. Dia menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Apa dia mencoba untuk tidak emosi di rumah ibuku?“Mama akan ke rumah nanti. Kamu harus ada di rumah Bella. Apa yang akan mas katakan jika kamu tidak ada di rumah,” “Mama mau ke rumah?” tanyaku tak percaya. Aku juga merasa kasihan dengan Nama jika ke rumah dan tidak ada aku. Dia pasti akan sedih dan mencariku.“Ya, untuk itu kami harus pulang sekarang juga,” seru Mas Bara setengah tegas.Aku melirik bingung sambil memegang keningku. Di tengah pertengkaran aku dan Mas Bara. Kenapa Mama harus berkunjung ke rumah?“Eh, ada kamu Bara. Kok,
Aku tidak bisa tidur. Pikiranku sangat kacau sekali. Aku terus memikirkan kenapa Mas Bara bisa selingkuh dari aku. Aku berdiri menatap cermin. Tanganku meraba wajahku dengan ragu-ragu. “Apa aku ini tidak cantik lagi bagi Mas Bara?” tanyaku dalam hati. Mataku meneteskan air mata kesedihan. Wajah Arum tiba-tiba muncul di benakku. Mungkin Arum memang lebih cantik di banding aku. Wajah Arum yang terlihat dewasa. Alis tebal yang sempurna serta bibirnya yang memikat kaum Adam. Ya dia memang cantik. Tapi kenapa aku harus menjadi korban perselingkuhan. Kenapa Ya Allah? Aku sudah berusaha menjadi wanita Solehah. Aku berhijab karena ingin menjadi istri yang taat. Aku tidak ingin mengumbar aurat ku. Karena nanti suamiku yang akan di tanyakan nanti di akhirat. Ya Allah apa keputusan aku memakai jilbab ini adalah salah? Ya Allah memang aku akui sejak aku memakai Jilbab Mas Bara seperti risih denganku. Ia seakan tidak setuju aku berhijab. Tapi salahkah aku mencoba untuk lebih taat denga
Sejak semalam Mas Bara terus mengirim pesan Wa. Aku membacanya tapi tidak ku balas. Biarkan sajalah aku hilang respect dengan Mas Bara. Sore ini aku berniat pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah bukan karena aku ingin bertemu dengan Mas Bara tapi karena mama akan ke rumah. “Padahal aku masih kangen sama ibu. Tapi mau gimana lagi. Mama mau ke rumah jadi Bella harus pulang deh,” ucapku dengan memeluk ibu dari samping. “Udah nggak papa 'kok sayang. Kamu pulang itu taat dengan suami dan juga Mama. Mereka berdua yang saat ini memang penting. Mereka berdua harus kamu urus. Bukan begitu?” kata ibu dengan senyum damai. Aku mengangguk paham dengan apa yang di katakan ibu. Ya di sini aku bersama ibu juga karena aku ingin mendapatkan pahala. Namun aku juga harus mengurus mama mertuaku dan juga suamiku Mas Bara. Aku juga tidak tahu nanti di rumah akan seperti apa. Pasalnya aku sedang marah dengan Mas Bara. Tetapi kata Mas Bara aku harus bersikap pura-pura bahagia dan mesra di de
Aku duduk di kursi sambil bermain ponsel. Menunggu beberapa menit. Nanti aku akan keluar dan tidur di ruang tengah saja. Melihat wajah Mas Bara rasanya aku ingin muntah. “Kalau kamu nggak mau tidur di sini ya udah. Aku mau tidur dulu. Kalau kamu berubah pikiran nggak papa. Kamu boleh tidur di sini,” kata Mas Bara berkata lembut. Aku hanya diam dengan hati yang membatu. Dasar laki-laki sialan. Aku nggak terima kalau dia selingkuh dariku. *** “Mbak, bangun Mbak?” Suara Mirna membuat mataku terbuka sedikit. Aku melirik jam dinding yang ada di ruang tengah ini. Jam lima pagi. “Mbak, ibu Linda nggak sadar, Mbak. Kayaknya pingsan deh, soalnya Mirna bangunin dari tadi nggak mau buka mata, Mbak,” seru Mirna dengan raut gelisah. Aku sungguh kaget. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke kamar mama. Aku sangat berharap mama akan baik-baik aja. Kubuka pintu kamar mama dan wajah mama terlihat pucat sekali. Ini pasti karena mama terlalu kecapean. “Semalam mama t
Aku membuka mataku saat mendengar suara mama yang memanggilku. Ku lihat Mas Bara yang tertidur pulas. Aku langsung saja bangkit dari sofa dan mendekat sisi ranjang. “Iya, Ma ada apa?” tanyaku dengan lembut sambil mengucek mataku. “Mama pengin pipis,” jawab Mama dengan melihat ke arah toilet. “Kata suster, Mama pipisnya lewat selang dulu. Mama tinggal pipis aja ya langsung di ranjang ini nggak papa kok,” ucapku dengan lirih. “Nggak mau ah, Mama mau pipis di toilet aja. Mama nggak enak rasanya pipis di sini,” Mama melihat ke bawah dengan tidak nyaman. Aku pun terpaksa mencopot selangnya dengan hati-hati semampuku saja. Aku berusaha membuat mama berdiri dengan hati-hati. Ya Allah mama benar-benar membutuhkan aku sekali. Kalau sampai aku bercerai dengan Mas Bara. Pasti Mama sangat syok sekali. “Mama bisa pipis di sini beneran?” tanyaku dengan melihat Mama lalu ke melihat toilet. “Iya, mama mau pipis di dalem aja,” jawab mama sambil menunjuk dengan dagunya. Mama
Aku berjalan menuju ke ruangan ibu. Aku berjalan dengan langkah cepat karena aku sangat kesal sekali dengan Mas Bara. Dia lebih mementingkan perasaan Arum di banding mamanya sendiri. Dasar Mas Bara bener-bener sudah gila. Tanganku membuka pintu dengan pelan. Ku lihat mama yang tersenyum menyambut kedatanganku. Mama pasti sangat tidak sabar untuk memakan nasi goreng. “Alhamdulillah akhirnya Mama bisa makan nasi goreng ini,” seru mama dengan wajah sumringah melihat aku membuka bungkus nasi goreng. Mama memakan nasi goreng dengan lahap. Lalu menanyakan kepadaku dimana Mas Bara. “Mungkin Mas Bara pulang ke rumah. Nggak tahu juga sih Ma. Soalnya Bella udah nelpon tapi mas Bara nggak ngangkat. Mungkin Mas Bara nggak nyaman ma,” ucapku dengan lembut sambil melihat mama yang lahap makan nasi goreng. “Hm, gimana sih Bara, masa kamu di tinggal disini sendirian,” gerutu mama. Setelah satu jam mama makan dan berbincang sedikit. Kini mama mengantuk dan akhirnya tidur. Aku ya
“Selamat datang di rumah, Ma,” ucap Mas Bara dengan sumringah. Dia membawa kue dengan tulisan i love you mama. Aku pira pura tersenyum sesaat. Dia benar benar pintar berakting. “Kamu udah pulang ya kerjanya?” tanya.mama. “Iya ma. Hari ini sengaja bara pulang cepet supaya bara bisa melihat mama. Maaf ya ma. Kemarin bara tiba pulang aja ke rumah. Padahal mama udah nunggu nasi gorengnya. Soalnya bara suntuk banget ma di rumah sakit. Jadi bara pulang ke rumah. Maaf banget ma,” jelas Mas Bara dengan wajah bersalah. Mama yang seorang perempuan pasti luluh ketika Mas Bara memasang wajah memelas seperti itu. Mama mengelus pipi Mas Bara dengan lembut dan berkata kalau mama baik baik saja. Bara langsung saja memberika kue untuk mama dan mama sangat senang. Aku hanya bisa melihat tontonan drama yang sangat licik di depan mataku sendiri dengan sangat nyata. Kini kami semua masuk ke dalam rumah dan aku mengantar Mama untuk masuk ke dalam kamar. Sementara Mas Bara membereskan bar