“Mbak Bella ke mana sih, Mas Bara? Sudah malam begini kok belum pulang juga yah?" tanya Marni sambil menuangkan air putih di gelas majikannya.
"Udah kamu nggak usah tanya-tanya itu. Tugas kamu di sini cuma masak sama bersih-bersih ngerti?" Wanita dengan pipi chubby itu mengangguk dengan perasaan kecewa. Ia langsung pergi dari ruang makan setelah selesai menyiapkan makan malam untuk majikannya. "Mbak Bella ke mana ya? Sudah aku telfon berakali-kali tapi nggak diangkat juga," ucap Marni dengan risau. Ia teringat kembali saat malam itu terbangun akibat suara umpatan marah yang keras sekali. "Ya Allah, semoga keluarga Mbak Bella baik-baik aja. Amin ya Allah," doa Mirna dengan serius. Bara yang sibuk mengunyah makanannya tiba-tiba mendengar ponselnya berbunyi. "Bara, kenapa kamu baru angkat telepon dari aku?" Suara kesal seorang wanita terdengar. "Aku juga butuh istirahat. Sejak kejadian itu aku jadi pusing," kata Bara dengan wajah menelan pil pahit. Arum tidak senang mendengar jawaban itu dari Bara. "Ya, kamu angkat telpon aku dong, lagian cuma sebentar aja. Aku tuh, telpon kamu udah dari semalaman tau, nggak? Bisa nggak sih, kamu lebih mementingkan aku dibanding istrimu itu yang sok kecantikan! bentak Arum dengan kesal. "Stop! Jangan bahas istri aku. Kamu nggak tahu apa-apa tentang dia. Aku kan, udah bilang kalau aku butuh istirahat. Oke, aku minta maaf sama kamu kalau semalem aku nggak angkat telpon kamu," kata Bara sambil menghembuskan nafas pelan. Pria ini seakan tidak mau kehilangan janda mudanya. "Iya aku maafin kok, sayang. Oh ya, kamu hari ini berangkat kerja, kan? Aku kangen nih sama kamu," "Nggak tau deh, sekarang aku lagi bingung," "Yah, kok jawabnya gitu. Emang kamu ada acara apa coba?" tanya Arum dengan sangat penasaran. "Mama bilang mau ke rumahku dan aku bingung sekarang Bella lagi di mana. Aku nggak mau kalau sampe Mamah tau tentang masalah ini. Kamu tahu kan? Kalau Mamah bakalan kambuh kalau ada apa-apa. Aku sayang sama Mamaku," kata Bara dengan suara tegasnya. "Ya sudah kalau begitu aku nurut aja sama kamu. Tapi kamu janji ya nggak boleh ninggalin aku. Aku mau kita sampe nikah!" kata Arum dengan manja yang tegas. "Iya, udah kamu tenang aja. Aku nggak akan ninggalin kamu. Aku sayang kamu Arum. I love you. Sudah dulu ya, sayang," ucap Bara dengan lembut. "Oke, kamu jaga kesehatan ya, sayang. I love you too," kata Arum lalu menutup telponnya. Bara kini menghembuskan nafas lega. Wajahnya kini menampakkan keseriusan. Ia memikirkan bagaimana caranya mencari Bella. "Bella di mana, ya? apa dia ada di rumah orang tuanya? Kalau benar ada di sana. Terpaksa aku harus ke desa menjijikan itu,” keluh Bara dalam hati. Ia mencoba kembali menelpon Bella. Siapa tahu telpon bisa tiba-tiba di angkat oleh Bella. Jari-jari Bara menyentuh layar ponsel. Ia menelpon sang istri dengan harapan bisa berbicara dengan istrinya. Beberapadetik panggilan telah terjawab. Bara langsung saja berwajah lega. "Bella, kamu di mana sekarang?" "Kamu nggak usah cari aku. Aku ada dimana itu urusanku, bukan urusanmu," jawab Bella dengan jutek. "Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Bara dengan ragu. "Iya, aku baik-baik aja." "Syukurlah, kamu ada di mana? Aku susul kamu, ya. Aku mau bicara sama kamu, Bella," kata Bara dengan suara seakan memohon. "Kamu nggak usah temuin aku," ucap Bella lalu dengan cepat menutup ponsel . "Sial!" umpat Bara dengan kesal. "Kenapa sih, dia keras kepala banget," kata Bara dengan menggebrak meja makan. Mirna yang sedang berjalan menuju ruang makan mendengar suara itu. "Astaghfirullah! ada apa, Mas Bara? Saya kaget loh, Mas!" "Udah kamu cepat beresin makanan ini. Aku mau pergi sebentar. Kamu jaga rumah ya!" perintah Bara dengan jutek. Mirna hanya bisa menggeleng pasrah sambil melihat tuannya berjalan pergi. “Ganteng-ganteng kok jutek banget ya," bisik Mirna sesaat. *** "Kamu nggak mau pulang aja ke rumahmu, Nak?" tanya seorang ibu kepada anaknya. Bella menggeleng sambil melihat luar jendela dengan hamparan sawah berwarna hijau. "Gimana kamu ini Bella. Kamu nggak mau cerita masalah rumah tangga kamu. Kamu juga nggak mau pulang ke rumah suamimu. Ibu jadi bingung. Coba kamu cerita sama ibu. Siapa tahu ibu bisa bantu kamu," saran sang ibu membuat wanita dengan hijab panjangnya itu menoleh ke arah ibunya. "Bu, Bella takut cerita sama ibu. Bella cuma nggak mau mengumbar aib Mas Bara. Bella takut jadi istri durhaka, Bu.” "MasyaAllah, sayang. Baguslah, kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu. Tetapi kamu juga salah kalau harus di sini dan nggak mau pulang," kata sang ibu sambil memegang kedua lengan anaknya. Bella menunduk dengan perasaan sedih. Ia ingin pulang ke pelukan suami tercinta. Tapi apalah daya takdir tidak bisa mengabulkan itu saat ini. Sudah jelas sang suami tidak mencintanya. "Bella ingin pulang ke rumah Mas Bara, Bu. Tapi Bella sakit hati, Bu. Mas Bara benar-benar jahat sama Bella," ucap wanita dengan kedua mata berkaca-kaca. "Sabar ya, Nak,” Sang ibu memeluk anaknya dengan lembut. "Semua pasti ada jalan. Kalau memang kamu harus merasakan sakit. Semoga sakitmu bisa terbayar nantinya. Kamu harus kuat sayang. Meskipun kamu nggak mau cerita apa masalah yang menimpa rumah tanggamu. Tapi ibu cuma mau berpesan. Kamu harus sabar tentang semua yang di hadapi di depan mata. Ingat! Setan itu selalu menggoda di dalam rumah tangga. Tipu daya setan itu benar-benar mengerikan. Kamu jangan sampai lalai mengerjakan ibadah. Kamu ngerti kan maksud ibu?" Bella hanya bisa mengangguk. Ia sudah mengerti tentang nasihat ibunya itu. Pasalnya sudah sering dirinya curhat dengan sang ibu perihal masalah keluarga dan ibunya pasti selalu berpesan. Apapun masalahnya jangan sampai ada kata cerai. Karena setan itu di anggap sukses kalau sudah berhasil menceraikan suami istri. Bella bergidik merinding saat ingat kembali nasehat sang ibu beberapa waktu lalu. Ia juga sama sekali tidak ingin bercerai dengan Bara. Karena Bara adalah cinta yang ajaib baginya. Dulu Bara adalah kakak kelas yang sangat disukai secara diam-diam oleh Bella. Tahun berganti tahun hingga mereka di pertemukan lagi. Lalu Bara tiba-tiba langsung melamar Bella. Betapa ajaibnya cinta itu. Bella sama sekali tidak menyangka saat itu. *** Gerimis malam hari di sebuah desa kecil membuat hawa terasa dingin. Hujan-hujan kecil membuat mata Bella tidak mau beralih dari jendela. Ia terus memandang sawah yang sunyi dengan lampu-lampu temaram yang jauh. Hatinya merasa nyaman melihat keindahan semesta alam. Ia bersyukur kedua matanya masih bisa berjumpa dengan lukisan indah di depannya. Pandangan Bella tiba-tiba terbuka lebar. Ia melihat mobil sang suami mendekati halaman rumah orang tuanya. Hati Bella berdegup kencang. Bisakah ia meredam emosinya untuk saat ini?“Mau apa kamu ke sini, Mas?” tanyaku melihat Mas Bara yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah.“Bella?” Mas Bara mendekatiku. Aku langsung saja menyingkir dari pijakanku. Aku samasekali tidak sudi berdekatan dengan penghianat seperti dia.“Aku ke sini mau jemput kamu,” ucap Mas Bara dengan lirih.“Aku mau di sini aja,” jawabku dengan jutek.Mas Bara duduk di kursi kayu. Dia menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Apa dia mencoba untuk tidak emosi di rumah ibuku?“Mama akan ke rumah nanti. Kamu harus ada di rumah Bella. Apa yang akan mas katakan jika kamu tidak ada di rumah,” “Mama mau ke rumah?” tanyaku tak percaya. Aku juga merasa kasihan dengan Nama jika ke rumah dan tidak ada aku. Dia pasti akan sedih dan mencariku.“Ya, untuk itu kami harus pulang sekarang juga,” seru Mas Bara setengah tegas.Aku melirik bingung sambil memegang keningku. Di tengah pertengkaran aku dan Mas Bara. Kenapa Mama harus berkunjung ke rumah?“Eh, ada kamu Bara. Kok,
Aku tidak bisa tidur. Pikiranku sangat kacau sekali. Aku terus memikirkan kenapa Mas Bara bisa selingkuh dari aku. Aku berdiri menatap cermin. Tanganku meraba wajahku dengan ragu-ragu. “Apa aku ini tidak cantik lagi bagi Mas Bara?” tanyaku dalam hati. Mataku meneteskan air mata kesedihan. Wajah Arum tiba-tiba muncul di benakku. Mungkin Arum memang lebih cantik di banding aku. Wajah Arum yang terlihat dewasa. Alis tebal yang sempurna serta bibirnya yang memikat kaum Adam. Ya dia memang cantik. Tapi kenapa aku harus menjadi korban perselingkuhan. Kenapa Ya Allah? Aku sudah berusaha menjadi wanita Solehah. Aku berhijab karena ingin menjadi istri yang taat. Aku tidak ingin mengumbar aurat ku. Karena nanti suamiku yang akan di tanyakan nanti di akhirat. Ya Allah apa keputusan aku memakai jilbab ini adalah salah? Ya Allah memang aku akui sejak aku memakai Jilbab Mas Bara seperti risih denganku. Ia seakan tidak setuju aku berhijab. Tapi salahkah aku mencoba untuk lebih taat denga
Sejak semalam Mas Bara terus mengirim pesan Wa. Aku membacanya tapi tidak ku balas. Biarkan sajalah aku hilang respect dengan Mas Bara. Sore ini aku berniat pulang ke rumah. Aku pulang ke rumah bukan karena aku ingin bertemu dengan Mas Bara tapi karena mama akan ke rumah. “Padahal aku masih kangen sama ibu. Tapi mau gimana lagi. Mama mau ke rumah jadi Bella harus pulang deh,” ucapku dengan memeluk ibu dari samping. “Udah nggak papa 'kok sayang. Kamu pulang itu taat dengan suami dan juga Mama. Mereka berdua yang saat ini memang penting. Mereka berdua harus kamu urus. Bukan begitu?” kata ibu dengan senyum damai. Aku mengangguk paham dengan apa yang di katakan ibu. Ya di sini aku bersama ibu juga karena aku ingin mendapatkan pahala. Namun aku juga harus mengurus mama mertuaku dan juga suamiku Mas Bara. Aku juga tidak tahu nanti di rumah akan seperti apa. Pasalnya aku sedang marah dengan Mas Bara. Tetapi kata Mas Bara aku harus bersikap pura-pura bahagia dan mesra di de
Aku duduk di kursi sambil bermain ponsel. Menunggu beberapa menit. Nanti aku akan keluar dan tidur di ruang tengah saja. Melihat wajah Mas Bara rasanya aku ingin muntah. “Kalau kamu nggak mau tidur di sini ya udah. Aku mau tidur dulu. Kalau kamu berubah pikiran nggak papa. Kamu boleh tidur di sini,” kata Mas Bara berkata lembut. Aku hanya diam dengan hati yang membatu. Dasar laki-laki sialan. Aku nggak terima kalau dia selingkuh dariku. *** “Mbak, bangun Mbak?” Suara Mirna membuat mataku terbuka sedikit. Aku melirik jam dinding yang ada di ruang tengah ini. Jam lima pagi. “Mbak, ibu Linda nggak sadar, Mbak. Kayaknya pingsan deh, soalnya Mirna bangunin dari tadi nggak mau buka mata, Mbak,” seru Mirna dengan raut gelisah. Aku sungguh kaget. Aku berusaha berdiri dan berjalan menuju ke kamar mama. Aku sangat berharap mama akan baik-baik aja. Kubuka pintu kamar mama dan wajah mama terlihat pucat sekali. Ini pasti karena mama terlalu kecapean. “Semalam mama t
Aku membuka mataku saat mendengar suara mama yang memanggilku. Ku lihat Mas Bara yang tertidur pulas. Aku langsung saja bangkit dari sofa dan mendekat sisi ranjang. “Iya, Ma ada apa?” tanyaku dengan lembut sambil mengucek mataku. “Mama pengin pipis,” jawab Mama dengan melihat ke arah toilet. “Kata suster, Mama pipisnya lewat selang dulu. Mama tinggal pipis aja ya langsung di ranjang ini nggak papa kok,” ucapku dengan lirih. “Nggak mau ah, Mama mau pipis di toilet aja. Mama nggak enak rasanya pipis di sini,” Mama melihat ke bawah dengan tidak nyaman. Aku pun terpaksa mencopot selangnya dengan hati-hati semampuku saja. Aku berusaha membuat mama berdiri dengan hati-hati. Ya Allah mama benar-benar membutuhkan aku sekali. Kalau sampai aku bercerai dengan Mas Bara. Pasti Mama sangat syok sekali. “Mama bisa pipis di sini beneran?” tanyaku dengan melihat Mama lalu ke melihat toilet. “Iya, mama mau pipis di dalem aja,” jawab mama sambil menunjuk dengan dagunya. Mama
Aku berjalan menuju ke ruangan ibu. Aku berjalan dengan langkah cepat karena aku sangat kesal sekali dengan Mas Bara. Dia lebih mementingkan perasaan Arum di banding mamanya sendiri. Dasar Mas Bara bener-bener sudah gila. Tanganku membuka pintu dengan pelan. Ku lihat mama yang tersenyum menyambut kedatanganku. Mama pasti sangat tidak sabar untuk memakan nasi goreng. “Alhamdulillah akhirnya Mama bisa makan nasi goreng ini,” seru mama dengan wajah sumringah melihat aku membuka bungkus nasi goreng. Mama memakan nasi goreng dengan lahap. Lalu menanyakan kepadaku dimana Mas Bara. “Mungkin Mas Bara pulang ke rumah. Nggak tahu juga sih Ma. Soalnya Bella udah nelpon tapi mas Bara nggak ngangkat. Mungkin Mas Bara nggak nyaman ma,” ucapku dengan lembut sambil melihat mama yang lahap makan nasi goreng. “Hm, gimana sih Bara, masa kamu di tinggal disini sendirian,” gerutu mama. Setelah satu jam mama makan dan berbincang sedikit. Kini mama mengantuk dan akhirnya tidur. Aku ya
“Selamat datang di rumah, Ma,” ucap Mas Bara dengan sumringah. Dia membawa kue dengan tulisan i love you mama. Aku pira pura tersenyum sesaat. Dia benar benar pintar berakting. “Kamu udah pulang ya kerjanya?” tanya.mama. “Iya ma. Hari ini sengaja bara pulang cepet supaya bara bisa melihat mama. Maaf ya ma. Kemarin bara tiba pulang aja ke rumah. Padahal mama udah nunggu nasi gorengnya. Soalnya bara suntuk banget ma di rumah sakit. Jadi bara pulang ke rumah. Maaf banget ma,” jelas Mas Bara dengan wajah bersalah. Mama yang seorang perempuan pasti luluh ketika Mas Bara memasang wajah memelas seperti itu. Mama mengelus pipi Mas Bara dengan lembut dan berkata kalau mama baik baik saja. Bara langsung saja memberika kue untuk mama dan mama sangat senang. Aku hanya bisa melihat tontonan drama yang sangat licik di depan mataku sendiri dengan sangat nyata. Kini kami semua masuk ke dalam rumah dan aku mengantar Mama untuk masuk ke dalam kamar. Sementara Mas Bara membereskan bar
Aku menyiapkan semua keperluan untuk pergi ke Padang. Tanganku dengan cekatan melipat baju-baju dan yang lain. Aku masukan semuanya dengan rapi ke dalam koper besar. “Bella, Kamu lihat kemeja aku nggak? Warna abu-abu itu loh,” Mas Bara terlihat mengacak-acak lemari dengan cepat. “Ya kamu cari sendiri dong, Mas. Aku mau bantuin mama buat siap-siap,” ucapku dengan jutek lalu berdiri. “Bella, Kamu jangan gini dong! Bantuin suami kek, suami mau pergi masa kamu nggak mau bantu beresin barang-barangnya. Katanya istri Solehah,” sindir Mas Bara dengan mendekat ke telingaku. Aku mendengus kesal. “Oke, aku akan bantuin kamu. Ini karena aku taat sama kamu ya. Bukan berarti aku tidak marah kamu selingkuh,” ucapku dengan tegas. “Bella, aku tuh nggak jahat loh, sama kamu. Aku ini masih menganggap kamu sebagai istriku. Karena aku sayang sama kamu Bella,” jelas Mas Bara dengan melihatku membereskan baju-bajunya. “Kalau sayang kenapa harus selingkuh, Mas?” tanyaku dengan jela