“Mau apa kamu ke sini, Mas?” tanyaku melihat Mas Bara yang baru saja menginjakkan kaki di teras rumah.
“Bella?” Mas Bara mendekatiku. Aku langsung saja menyingkir dari pijakanku. Aku samasekali tidak sudi berdekatan dengan penghianat seperti dia.“Aku ke sini mau jemput kamu,” ucap Mas Bara dengan lirih.“Aku mau di sini aja,” jawabku dengan jutek.Mas Bara duduk di kursi kayu. Dia menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Apa dia mencoba untuk tidak emosi di rumah ibuku?“Mama akan ke rumah nanti. Kamu harus ada di rumah Bella. Apa yang akan mas katakan jika kamu tidak ada di rumah,”“Mama mau ke rumah?” tanyaku tak percaya. Aku juga merasa kasihan dengan Nama jika ke rumah dan tidak ada aku. Dia pasti akan sedih dan mencariku.“Ya, untuk itu kami harus pulang sekarang juga,” seru Mas Bara setengah tegas.Aku melirik bingung sambil memegang keningku. Di tengah pertengkaran aku dan Mas Bara. Kenapa Mama harus berkunjung ke rumah?“Eh, ada kamu Bara. Kok, ibu nggak di kasih tau sih, Bel,” ucap ibu basa-basi. Wanita dengan kerudung panjang itu berjalan mendekat ke arah Mas Bara.“Udah dari tadi ya, Bar?”Mas Bara reflek berdiri dan mencium tangan ibuku.“Baru sebentar kok, Bu,” jawab Bara menggaruk kepala bagian belakang. Ia terlihat ragu-ragu. Mungkin Mas Bara pikir aku sudah bercerita kepada ibuku tentang perselingkuhannya.“Ya sudah kalau begitu ibu buatkan minuman dulu ya,” kata ibu memegang lengan Mas Bara lalu pergi masuk ke dalam.Aku melihat Mas Bara yang menunduk dengan gerakan gusar. Aku yakin dia sedang tidak nyaman.“Tenang aja Mas. Aku nggak akan menceritakan soal kamu yang selingkuh,” ucapku menenangkan Mas Bara.“Maaf, Bella aku belum bisa jujur,” kata Mas Bara lalu menelan salivanya.Memikirkan tentang Mama kembali. Aku berusaha memendam emosiku. Tubuhku mencoba duduk di sebelah Mas Bara.“Mama bilang apa aja?” tanyaku dengan datar tanpa melihatnya.“Mama cuma bilang kalau akan ke rumah dan juga mengatakan kalau mama kangen sama kita berdua. Aku harap kamu jangan mengecewakan mama,” Mas Bara terlihat penuh harap.Aku menghembuskan nafas kesal.“Aku nggak pernah ngecewain mama. Justru kamu, Mas,” semburku menatap Mas Bara.“Udahlah, jangan bertengkar di sini, Bella,”Aku terdiam saat ibuku telah muncul dengan nampan yang berisi dua cangkir. Tanganku mengambil satu demi satu cangkir kecil itu. Ku letakkan di atas meja. Tepat di depan Mas Bara dan yang satunya di depanku.“Makasih ya, Bu,” ucapku melihatnya sambil tersenyum.Kini ibu ikut duduk di depan kami berdua. Wajahnya terlihat berseri.“Bara, pasti ke sini untuk jemput Bella, 'kan?”“Iya, Bu. Soalnya nanti mama akan ke rumah. Jadi pasti mama nyariin Bella,” kata Mas Bara tersenyum sopan. Di tersenyum seakan tidak mempunyai salah samasekali.“Oh, begitu ya? Ya sudah kalau gitu Bella pulang aja ke rumah ya? Ibu di sini nggak papa kok, lagian juga ada Bi Sumi yang nemenin ibu,” kata ibu dengan menatap wajahku. Dia seolah membujuk aku dengan kedua matanya.Aku menunduk kesal. Ingin sekali emosiku di keluarkan. Aku tidak ingin ke rumah itu. Bayangan tentang Mas Bara yang selingkuh dengan Arum di kamarku sendiri membuatku begitu kesal. Tapi aku juga tidak tega dengan mama mertuaku. Dia pasti akan mencariku dengan khawatir.Mas Bara memegang punggung tanganku. Bertingkah seolah ingin mencairkan suasan yang tadinya beku.“Bella, Mas Bara minta maaf ya? Mas Bara tau ini semua salah Mas Bara. Mas Bara benar-benar minta maaf. Kamu pulang ya Bella. Ikut sama Mas Bara naik mobil ya, sekarang?”Cih! Suara lembut Mas Bara benar-benar ingin membuatku muntah. Pintar sekali dia bersandiwara.“Aku nggak tahu, Mas. Nanti aku pikir-pikir dulu. Aku mau di sini dulu malam ini,” ucapku dengan datar. Ku lepaskan tangan Mas Bara.Ibu melihatku dengan kecewa.“Aku istirahat dulu ya, Mas. Aku capek,” seruku dengan cepat lalu masuk ke dalam.Biarkan saja Mas Bara berkata apapun untuk membujug aku pulang. Pokoknya malam ini aku mau bermalam di sini sama ibu. Aku memasuki kamar dan duduk mematung. Hatiku sangat sakit mengingat kembali gambaran saat Mas Bara berada di kasur bersama Arum.“Aku benci! Aku benci! Aku benci!” teriakku dalam batin sambil meneteskan air mata.***“Kamu sabar ya, Bara. Wanita memang seperti itu. Jika dia sedang marah pasti hanya ingin sendiri. Ibu harap kami jangan terlalu memaksa Bella. Nanti juga Bella akan pulang. Ibu yakin itu,” kata seorang ibu yang bernama Sukma itu dengan suara lembutnya.Bara tersenyum kecil sambil menunduk lalu melihat ibu mertuanya.“Iya, Bu. Bara usahakan tidak akan memaksa Bella. Ya, semoga saja Bella mau pulang secepatnya. Karena Bara tidak enak dengan mama. Mama juga nanti akan sedih jika tidak ada Bella di rumah. Ibu tahu 'kan? Kalau mama sayang banget sama Bella,”“Iya, ibu tahu itu. Nanti pelan-pelan ibu akan bujug Bella supaya dia mau pulang ke rumah,” ucap Sukma wanita lembut itu.Bara mengangguk paham.“Bella sih, tidak mau bercerita masalah apa yang menimpa kalian berdua. Tapi ibu yakin kalian berdua pasti bisa menyelesaikannya sendiri,” jelas Sukma ibu mertua yang baik hati.Bara lega ternyata benar apa yang di katakan Bella. Kalau Bella tidak bercerita kepada ibu tentang dirinya yang selingkuh.“Baguslah, Bu. Bara juga malu kalau ada masalah rumah tangga seperti ini. Sebenarnya ini hanya masalah sepele 'kok, Bu,” Dengan gampangnya Bara mengucapkan kalimat itu.“Sesepele masalah. Itu adalah masalah. Ibu harap kalian berdua cepat-cepat menyelesaikannya,” kata Sukma dengan tersenyum melihat Bara.“InsyaAllah, Bu. Kalau gitu Bara pamit pulang dulu, ya Bu.”Mobil Bara kini pergi dari halaman rumah yang di depannya terdapat sawah-sawah kecil. Malam itu Bara sangat bingung sekali. Bagaimana kalau nanti Bella benar-benar tidak pulang ke rumah. Pasti sang mama akan sedih dan jatuh sakit. Bara juga bingung akan mengatakan apa kepada mama soal Bella yang tiba-tiba kabur.Di tengah pikiran Bara yang sedang kacau. Ia membelokkan setir mobilnya menuju jalan yang berbeda. Ia tidak jadi pulang ke rumah. Arumsari adalah tujuannya malam ini. Bara tidak mau ambil pusing. Ia segera bergegas ke rumah kos-kosan sang wanita selingkuhannya.Menurut Bara Arum adalah sosok wanita yang bisa mendamaikan jiwa Bara. Bara sangat jatuh cinta dengan wanita janda itu. Meski Arum janda namun pesonanya sangat menarik kamu laki-laki yang melihatnya. Malam itu Bara bermain kasih bersama Arum.BAB 45 “Kamu gimana sih, Mas? Kenapa malah aku yang harus jagain mama kamu?” Keluh Arum saat sudah pulang dari rumah sakit. Ia benar benar kelelahan sekali. “Heheh, maaf ya, habis gimana dong. Kan aku mau kerja. Siapa lagi kalau bukan kamu. Bella di telfon juga nggak di angkat,” kata Mas Bara dengan santai terus melihat ekspresi kasihan Arum yang membuatnya lucu. “Kayaknya nih, ya Mas, Bella sengaja deh mau ngerjain aku,” kata Arum sambil menuangkan air panas di cangkir yang berisi bubuk kopi. “Sengaja gimana maksud kamu?” tanya Mas Bara bingung. “Iya, lah dia sengaja bikin aku supaya ke rumah sakit terus nemenin mama kamu deh, gila ya mas. Aku tuh bener bener cape banget.loh, memenuhi semua keinginan mama kamu. Udah gitu apa yang di minta mama kamu itu ada yang bikin kesal banget. Kaya ngebacain dia majalah,terus juga koran. Ngupasin buah apel, buah anggur. Buah anggur aja minta di kupas mas. Ya Allah. Cape banget deh aku,” kata Arum dengan memijat sendiri pundakny
BAB 44 “Mama kenapa bisa begini, Bel?” Tanya Mas Bara dengan cemas. “Iya Mas, nggak tahu katanya dadanya sesak,” ucapku dengan cemas. Melihat mama yang kini hanya terdiam tidak bisa berbicara panjang lebar. “Ya udah, bara akan telfon dokter untuk ke sini ya,” ucap Mas bara dengan cepat. Sungguh aku takut banget kalau mama kenapa-kenapa. Aku terus memijat lengan mama dengan lembut sambil menunggu kedatangan dokter. Kini sang dokter datang dan ternyata mama di suruh di rawat di rumah sakit. “Memangnya nggak bisa disini aja ya dok?” tanyaku kepada dokter. “Nggak bisa Bu, maaf sekali karena kondisinya benar benar tidak baik,” jawab dokter itu. Akhirnya aku dan Mas Bara sepakat membawa mama ke dokter. Mungkin aku harus sabar lagi. Seperti biasanya aku menemani mama di rumah sakit. Sungguh aku sangat sedih sekali. Malam ini mama terus menerus minta ini dan itu. Aku merasa tidak di berikan waktu untuk istirahat. “Ma, udah ya ma. Aku mau istirahat dulu ya, ma,”
“Kaget ya? ada aku disini?” tanya Arum dengan kedua mata berlensa itu terbuka lebar melihatku. “Kamu ngapain disini Arum?” tanyaku masih belum mengizinkannya masuk. “Ya, mau ketemu Mas Bara dong, masa mau ketemu kamu sih,” kata Arum dengan wajah kesal. “Nggak bisa Arum, kamu harus pulang sekarang juga,” tegasku dengan cepat di hadapannya. “Siapa, Bel?” tanya mama dengan mendekat ke arahku. “Oh ini, Ma,” ucapku lalu terpaksa membuka pintu dengan lebar lebar. “Sore, Tante, saya mau ketemu sama produser Bara ada? Saya mau tanya tanya tentang casting film,” ucap Arum dengan sok ramah. “Oh, iya iya silahkan masuk,” seru mama dengan cepat dan mempersilahkan Arum masuk. Arum seketika itu melihatku dengan sinis dan ia langsung saja duduk di sofa ruang tamu ini. “Kalau gitu biar mama yang panggil Bara ya, kamu disini aja Bel,” kata Mama kepadaku. Lalu dia langsung pergi ke kamar Mas Bara. Setelah mama pergi. Aku kembali melihat Arum dengan wajah sinis ya. “K
Hari ini Mas Bara tidak pulang malam seperti biasanya. Mas Bara pulang jam setengah tujuh. Aku menyambutnya dengan ramah. Kucium punggung tangan Mas Bara yang penuh dengan kerja keras itu. Aku buatkan dia minuman hangat berupa STMJ susu telur madu jahe. Pasti dia suka sekali. “Ini Mas, buat kamu. Supaya badan bisa lebih hangat,” ucapku kepada Mas Bara sambil memberikan cangkir kecil ini. “Apa ini, Bella?” Tanya Mas Bara melihat minuman yang berwarna kuning kecoklatan itu. “Itu susu telur madu jahe mas,” jawabku tersenyum. “Hem, enak banget baunya,” hidung Mas Bara di dekatkan kepada cangkir. Kini Mas Bara langsung menyeruput minuman itu dengan nikmat. “Gimana enak 'kan Mas?” tanyaku penasaran. “Hem, mantap! Enak banget, satu cangkir aja sih nggak cukup kayaknya,” seru Mas Bara sambil melihat cangkir yang di pegangnya. “Masih banyak kok, Mas di dapur,” jawabku dengan lembut. Kebahagian seorang istri itu begitu sederhana. Mendapatkan pujian dari sang s
Pagi hari yang cerah. Aku bersyukur kali ini Mas Bara berada di sampingku. Kebahagian sederhana adalah ketika bangun tidur dan menengok melihat teman hidup di samping kita. Itu saja sudah sangat bersyukur. Kondisi Mas Bara mulai membaik meski agak pusing sedikit katanya. Mama juga sangat mewanti-wanti sekarang kalau Mas Bara pergi pasti dia selalu mengingatkan agar berdoa dan pasang sabuk pengaman. “obatnya udah di minum 'kan Mas?” tanyaku kepada Mas Bara yang sibuk menata kertas kertas untuk di masukan ke dalam tasnya. “Iya, udah aku minum, Bel,” jawab Mas Bara singkat dengan menutup tas kerjanya. “Oh, Iya Mas. Ini ada bekal buat makan siang,” ucapku tersenyum sembari memberikan kotak yang sudah ku isi dengan makanan kesukaan Mas Bara. Mas Bara terlihat bingung sesaat melihat kotak yang masih aku pegang ini. “Tadi udah di bawain bekal sih, sama Arum,” tangan Mas Bara menggaruk kepala bagian belakangnya. Aku mengernyit penasaran. “Bekal dari Arum? Arum ke s
*** “Assalamu’alaikum?” ucapku yang sudah ada di ruang makan. “Walikumsalam, Bella,” jawab Mama sambil tangannya di cium olehku. “Loh? Bara mana? Kenapa kamu sendirian aja?” tanya Mama dengan melihat ke belakangku. “Iya, Ma. Tadi Mas Bara tiba tiba di telfon sama bosnya. Ya otomatis aku harus pulang sendiri deh, ma. Tapi nggak papa kok, ma,” ucapku dnegan berbohong kepada mama. “Ya sudah sini duduk, dulu,” ajak mama dengan melihat tempat duduk yang kosong di sebelahnya. “Jadi gimana kamu di hotel? Aman kan semuanya? Enak nggak disana?” tanya mama kepadaku dengan antusias. “Iya, Ma. Enak banget disana. Aku seneng banget bisa menghabiskan waktu bersama Mas Bara,” jawabku dengan senyum manis yang di buat buat. “Syukurlah, Bella. Semoga tahun ini ya, kamu bisa hamil. Amin ya Allah,” ucap mama dengan penuh harapan. Wajahnya melihatku dengan hangat. Aku memegang tangan mama dengan lembut. “Insya Allah doa mama terkabul ya, ma..Bella akan mengusahakan keinginan