Semilir angin menerpa tubuh kecil Ajiseka, sudah sejak tadi ia hanya berdiri mematung di depan gapura saja. Jelas ia kebingungan, pasalnya ia tidak melihat adanya lalu lalang manusia di tempat itu. Namun, Ajiseka meyakinkan dirinya jika tempat yang dipijak saat ini sudah benar adanya.‘Apa yang harus aku lakukan? Tidak seorang pun berjaga disini. Ah, sudahlah! Lebih baik aku tunggu barang sebentar.’ Monolognya.Merasa bosan, Ajiseka mengayunkan langkah setapak demi setapak melewati gapura. Hal itu ia lakukan karena merasa terlalu lama menunggu keberadaan penjaga. Belum lagi kekhawatirannya perihal kebenaran padepokan yang katanya berada di alam lain.Wush!Dugh!Ajiseka terpental manakala sesuatu terlempar dan menubruk dirinya.“Hoi! Siapa kau!” teriak kesal Ajiseka.“Awas saja!” gerutu Ajiseka sembari melirik kiri dan kanan.Wush ...Tap!Tap!Benar saja. Ajiseka mendapat serangan untuk kedua kalinya. Namun, ia lebih waspada dari sebelumnya. Bahkan, Ajiseka menyadari dari mana datang
Seorang wanita nan anggun tiba-tiba muncul di tengah-tengah Ajiseka dan Galuh.“Kenapa tidak Kau tunjukkan kepada mereka benda yang sudah saya berikan, seharusnya benda itu kau tunjukkan saat memasuki gapura padepokan,” ucap wanita yang tidak lain Dewi Panguripan.Ajiseka baru sadar akan benda itu, lalu ia mengeluarkan dari sakunya dan hendak memberikan kepada wanita di depannya. Ajiseka juga menyadari jika wanita yang berdiri anggun itu adalah orang yang dimaksud oleh Ki Sawung. Tetapi Ajiseka butuh sedikit waktu untuk menetralisir amarahnya, terlebih ia juga merasakan keanehan yang terjadi pada dirinya. Setelah mereda barulah Ajiseka berucap.“Maafkan saya, Nyai. Gadis itu menyapa saya dengan cara yang tidak benar, Nyai.” ucap Ajiseka sembari menunjuk ke arah Galuh. Hal itu membuat Galuh mendelik kesal ke arah Ajiseka.Dewi Panguripan menoleh ke arah gadis kecil yang berdiri menunduk di belakang kedua lelaki penjaga gerbang. Kemudian tatapan netranya beralih ke Ajiseka yang hendak m
Perbincangan masih terjadi antara Dewi Panguripan dan Ajiseka. Pasalnya Ajiseka masih belum menguatkan niatnya saat di tanyai oleh Dewi Panguripan. Hal itu membuat Wanita pimpinan padepokan itu terus menanyainya perihal Keteguhan dan tujuan. Hingga akhirnya Ajiseka memutuskan mengambil langkah agar tetap berada di padepokan.“Tidak kanjeng Ibu, saya ingin menjadi kuat,”“Untuk menyelamatkan ibumu saja?” tanya Dewi Panguripan lagi. Ajiseka menggelengkan kepalanya.“Salah satunya itu kanjeng ibu,” jawab Ajiseka.“Baiklah, ibu tunjukkan sesuatu agar Kau tau apa yang harus dilakukan setelahnya, pejamkan mata.” Dewi Panguripan memegang pundak Ajiseka.Ajiseka dibawa ke masa sebelum dirinya dititipkan oleh sang Ayah kepada Janudoro dan Ki Sawung. Ia melihat orang-orang wilayah Punden bertarung melawan makhluk yang tidak lazim. Bahkan, Ajiseka merasa berada di puncak Punden pada saat itu. Menyaksikan mayat-mayat yang tertumpuk akibat kekejian yang dilakukan oleh makhluk aneh dan juga oleh or
Keteguhan hati Ajiseka terbangun manakala cecaran pertanyaan terus menghimpit dirinya. Bahkan, sikapnya yang menentukan berhasil dan tidaknya misi pertama yang ia emban. Maka, melawan adalah pilihan terakhirnya.“Aku sedang tidak berbohong, terlepas salah dan benarnya tugas yang kuterima,”“Apa yang kau cari wahai lelembut aneh! Di tempat ini tidak ada satu pun barang yang boleh kau bawa! Pergilah dengan tangan kosong sebelum aku melaporkan hal ini kepada Raja!” Ancam wanita itu. Namun Ajiseka tetap bergeming. Ia telah memantapkan hatinya untuk mendapatkan apa yang ia cari.“Sayangnya aku tidak akan kembali sebelum mendapatkan keinginanku,” jawab Ajiseka. Ia tau masalah telah menghampiri dirinya, bahkan semenjak pertama kali bertemu pun Ajiseka sudah mencium adanya masalah.“Itu artinya Kau mencari masalah di wilayahku! Maka, tidak ada pilihan lain selain mengusir paksa dirimu dari tempat ini!”Beeer ...Tubuh wanita itu mengeluarkan sayap di belakang kedua lengannya, ia terbang seper
Wanita tua itu adalah istri Raja Tirtadunya yang tidak lain adalah Kumbolo. Maka, demi kepatuhannya kepada suami, ia menurut manakala diminta menunjukkan letak Mustika bening yang notabene benda pusaka milik bangsanya.“Carilah air terjun, disana Kau akan mendapatkan Mustika bening itu,” ucap wanita itu sembari menunjuk ke suatu tempat.“Hah? Kau tau apa yang aku cari?” tanya Ajiseka. Tentu dirinya heran mengapa wanita tua itu memberitahu dimana letak benda yang ia cari.“Cepatlah Kau ambil benda itu sebelum bangsaku menyadari kehadiranmu,” jawabnya pelan.“Baiklah, terimakasih.” Tidak membuang waktu, Ajiseka segera meninggalkan Wanita itu dan hendak menghampiri Galuh yang melihat dirinya dari kejauhan. Namun, saat langkahnya semakin dekat tiba-tiba Galuh lesap dari pandangannya.“Heuh! Gadis aneh!” sungut Ajiseka manakala gadis itu tidak ada lagi di hadapannya.Ajiseka berjalan menyusuri tepian telaga, mencari air terjun yang dimaksud oleh si wanita tua. Semangat Ajiseka kembali tumb
Reruntuhan tanah bercampur ranting menimbun tubuh kecil Ajiseka, dirinya tidak kuasa menahan serangan gencar yang di lakukan oleh Tirtawani. Bahkan, Ajiseka tidak sempat mengeluarkan satu-pun digdaya yang ia miliki. Kalaupun siap, kemungkinan dirinya hanya bisa mengandalkan ilmu Kanuragan yang merupakan serangan fisik dengan jarak dekat.Ajiseka bergeming, ia pasrah jika dirinya harus berakhir. Namun, keanehan terjadi, ia sama sekali tidak terluka. Hanya tubuhnya saja yang mengalami memar di beberapa bagian. Namun begitu, Ajiseka masih mendengar dengan jelas perbincangan kedua Wanita yang beberapa saat lalu menyerangnya.“Cepat cari dia Tirtawani, jika dia sudah menelan Mustika bening, mustahil dia binasa,” ucap salah satu wanita yang bersuara agak parau.“Baik Ibu.”Srek!Srek!Srek!Langkah kaki semakin jelas terdengar. Artinya posisi wanita yang dipanggil Tirtawani sudah mendekati keberadaan Ajiseka. Sedangkan Ajiseka sendiri mulai menggerakkan tubuhnya, timbunan tanah yang tidak
Sementara itu di padepokan Kahuripan. Sudah dua hari keadaan raga Ajiseka kembali menunjukkan aura kehidupannya, pasalnya sebelumnya kondisi tubuh Ajiseka benar-benar memprihatinkan. Bahkan, Dewi Panguripan sampai mengirim Galuh ke alam yang di tuju oleh Ajiseka, walau pada akhirnya Galuh kembali ke padepokan dengan kabar yang cukup melegakan untuk Dewi Panguripan. Tidak lama setelah Galuh kembali, suhu tubuh Ajiseka berubah drastis, raganya membeku dan dingin. Bahkan gigi Ajiseka sampai gemeretak akibat suhu tubuhnya yang terlampau dingin, hal itu membuat Dewi Panguripan sedikit khawatir. Ya! Dewi Panguripan menduga bahwa perubahan suhu tubuh Ajiseka akibat proses penyerapan Mustika bening yang telah didapatkan Ajiseka.Dewi Panguripan benar-benar lega manakala suhu tubuh Ajiseka mulai menunjukkan perubahan, tubuhnya berangsur menghangat. Bahkan peningkatannya cukup cepat, tetapi setelah itu raga Ajiseka kembali menunjukkan sesuatu yang tidak baik, raganya bergetar hebat dalam waktu
Tidak lama setelah itu, Dewi Panguripan datang menghampiri Ajiseka, wanita pemilik padepokan Kahuripan itu menelisik raut wajah putra angkatnya.“Ada apa Ajiseka ... sepertinya ada sesuatu yang kau temui di luar sana, hm?” tanya Dewi Panguripan sembari mengulas senyum tipisnya.“Ada kanjeng Ibu, sepertinya saya harus melakukan sesuatu, saya melihat perilaku kekejian yang melebihi binatang. Tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa untuk menyelamatkan mereka yang menjadi korban, lalu apa yang harus saya lakukan?” adu Ajiseka kepada gurunya.“Kekejian seperti apa yang Kau maksud anakku? Banyak macam kekejian yang terjadi, baiknya sebutkan yang Kau lihat,” Ajiseka menjelaskan semua yang ia saksikan kepada Dewi Panguripan.“Itulah mengapa Romomu menitipkan dirimu kepada Ki Sawung, begitu banyak kekejian serupa, salah satunya berada di wilayah Punden,” ujar Dewi Panguripan.“Apakah yang saya lihat itu berada di kawasan Punden?” tanya Ajiseka.“Tidak, sebab di wilayah Punden tidak ada pemuki