Home / Fantasi / AJISEKA / Bab 4. Murka Danuseka.

Share

Bab 4. Murka Danuseka.

Author: Arya. P
last update Last Updated: 2024-03-13 07:22:01

Ketika kebengisan dipertontonkan oleh Sariti, tetua wilayah punden tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa mengutuk sosok yang berdiri angkuh di atas sebuah batu besar. Ya! Sariti mengendalikan seluruh lawannya. Dia memanfaatkan amarah rekan-rekan Danuseka.

Cukup lama tubuh para tetua berada dalam kendali Sariti. Selama itu pula mereka menyaksikan penyiksaan yang terjadi bahkan, ketika sanak saudaranya meregang nyawa mereka hanya bisa meratapi. Lebih mengejutkan lagi pelakunya adalah warga punden yang disusupi makhluk tinggi besar dan berbulu. Pantaslah mereka tidak lagi merasa iba kepada sesama manusia. Sebab sejatinya yang melakukan itu Adalah makhluk-makhluk itu.

“Ki Danuseka!” tiba-tiba salah satu tetua berteriak memanggil nama pimpinannya. Dia tersadar pesan yang pernah disampaikan Danuseka.

Di tempat yang jauh dari Punden Danuseka menghentikan pengejarannya, dengan jelas ia mendengar teriakan yang memanggil namanya. Seketika Danuseka sadar jika ia telah terkecoh oleh Sariti. Gegas dirinya kembali ke wilayah Punden. Dengan menggunakan digdayanya dalam sekejap mata Danuseka sudah berpindah tempat.

“Hentikan!”

Kilatan cahaya putih menebas leher seorang lelaki yang sedikit lagi merenggut nyawa seorang tetua muda. Rupanya setelah memanggil Danuseka, tetua itu langsung di seret ke atas altar yang sekelilingnya terdapat puluhan mayat bergelimpangan.

Tatapan Danuseka nanar manakala melihat begitu banyak warganya yang meregang nyawa. Tragisnya yang turut menjadi korban adalah remaja dan wanita. Artinya seluruh mayat itu tidak hanya dari pertempuran saja, melainkan dari pemukiman wilayah Punden yang seharusnya tidak turut terkena imbasnya.

Danuseka benar-benar Murka menyaksikannya.

“Biadab Kau! Makhluk laknat!” sentak Danuseka sembari mengibaskan tangannya. Tidak disangka, efek kibasan tangan Danuseka membuat pengikut Sariti dari kalangan manusia tewas seketika.

Ledakan dahsyat terjadi manakala Danuseka melesatkan kekuatan dari telapak tangannya.

Akibatnya seluruh siluman binasa, rata-rata meledak dan kepala terpisah dari badannya. Kecuali dua pimpinan siluman. Digdayanya cukup kuat menahan gelombang dahsyat kekuatan Danuseka.

“PUNDEN KEPATEN! Mulai sekarang! Tidak kuizinkan kebengisan terjadi lagi di wilayah Punden!” ucapan Danuseka menggelegar, membahana di kawasan puncak Punden.

Jangankan tetua di bawah kepemimpinannya. Sosok dua bawahan Sariti juga dibuat gentar dengan ucapan itu. Namun, tidak dengan Sariti. Dia malah tersenyum miring, lalu menyeringai. Kekacauan punden adalah keinginannya, lemahnya kekuatan manusia adalah tujuannya.

“Sudahlah, Danuseka ... Bawa pergi sisa warga punden ... Itu jika Kau menginginkan kehidupan yang tenteram untuk mereka ... Lepaskan wilayah ini, Kau! Hanya penerus masa lalu saja, sedangkan Aku adalah bagian masa itu ... “

“Kekacauan ini akibat dendam masa lalumu! Perlu kau tau, Wahai makhluk Laknat! Garis keturunan Trah Setyaloka tidak akan mundur!”

Mendengar ucapan yang dilontarkan Danuseka, seringai mengejek Sariti tiba-tiba pudar. Raut wajahnya pun berubah kuyu, pasalnya ia teringat tragedi ratusan tahun yang menimpanya. Tetapi perubahan raut wajah itu berubah drastis bahkan, amarahnya seolah tersulut.

“Suatu saat, Kau akan melihat kehancuran di tempat ini, Danuseka! Aku tetap hidup selama ada dendam dan kebengisan! Sedangkan kau hanya akan berakhir dalam kubur!”

“Sudah menjadi kodrat manusia seperti itu. Kau yang seharusnya mengubur keinginan semasa hidupmu!”

“Keinginanku tidak akan pernah berakhir, Danuseka ... Ingatlah itu ...”

“Sayangnya, Kau akan terus berhadapan dengan garis keturunan Setyaloka bahkan, saat ini Kau sudah tidak memiliki lagi kekuatan untuk melawannya!”

“Seperti itu?” Sariti menatap tajam manik mata Danuseka bahkan, tatapan keduanya bersirobok. Menandakan jika keduanya sama-sama memiliki pendirian kuat.

“Kalian semua! Kembalilah ke pemukiman. Biarkan saya sendiri yang mengurus makhluk-makhluk ini!” ucap Danuseka sembari menunjuk ke arah Sariti dan dua pimpinan siluman wilayah Punden.

Tidak satu-pun orang berani berucap. Pasalnya saat berbicara tatapan Danuseka begitu tajam, bahkan netra Danuseka tidak seperti biasanya. Hal itu membuat seluruh warga Punden menuruti perintah pimpinannya.

“Bersiaplah mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” sentak Danuseka kepada tiga makhluk di depannya.

Ia melakukan serangan terlebih dahulu. Merangsek maju dengan kekuatan penuh bahkan, digdaya aneh mulai ia gunakan. Ya! Kekuatan langka warisan dari leluhurnya terpaksa ia gunakan.

Sariti dan kedua pimpinan siluman disibukkan dengan pergerakan Danuseka yang misterius. Pasalnya mereka tidak bisa melihat dengan pasti sosok Danuseka, samar dan cenderung tidak terlihat. Belum lagi aura panas yang di timbulkan, membuat energi ketiganya cepat terkuras.

“Sial! Kalian berdua bisa lebur jika terus seperti ini!” ujar Sariti kepada dua bawahannya.

“Kami tidak akan binasa, Nyai ...” jawab pimpinan siluman ular sembari berkelebat.

“Jangan bodoh! Kalian tidak binasa, tapi hal buruk akan terjadi pada kalian! Tinggalkan tempat ini segera!” perintah Sariti kepada dua bawaan.

Dhar!

Dhar!

Perintah Sariti terlambat. Dua ledakan menghantam Sariti berikut kedua pimpinan siluman.

“Katakan! Siapa diantara kalian yang menculik istriku!” ucap lantang Danuseka setelah tiga lawannya terluka cukup parah.

Danuseka benar-benar mewarisi kekuatan dari ayahnya bahkan, wibawanya tidak hanya berpengaruh kepada manusia. Tetapi juga kepada tiga makhluk seperti Sariti dan dua bawahannya.

“Cepat katakan!” bentak Danuseka.

“Tidak semua kejadian buruk kami yang melakukannya, bukankah kami tidak tau menahu perihal keluargamu? Lagi pula tidak ada untungnya kami menculiknya bukan?” jawab Sariti.

“Semakin Kau banyak bicara, semakin membuatku yakin jika Kau pelakunya! Dimana kau sembunyikan istriku!” sentak Danuseka lagi.

Sariti terdiam beberapa saat, ia memutar otaknya agar tidak terus di desak oleh Danuseka. Disisi lain juga khawatir jika Danuseka memiliki digdaya yang mampu melihat kejadian sebelumnya. Setelah lama berpikir, akhirnya Sariti membuka suara.

“Baiklah. Akulah yang membawa istrimu, tetapi aku dihadang oleh lelaki tua, dan saat ini istrimu berada ditangannya,” ucap jujur Sariti.

Namun Danuseka tidak lantas percaya begitu saja. Ia memejamkan netranya, menelisik kebenaran dari ucapan Sariti.

Setelah beberapa saat menelisik Danuseka pun membuka Netranya.

“Baiklah! Untuk urusan ini aku percaya dengan ucapanmu, tetapi kalian penyebab pertumpahan darah, apa yang bisa kalian Pertanggungjawabkan dengan kesalahan ini, hah!”

“Danuseka! Pelankan suaramu! Kami bukanlah budakmu yang bisa seenaknya kau bentak!” Pimpinan siluman Danau tepi Barat tentu tidak takut akan kematian bahkan, kedua rekannya sesungguhnya tidak khawatir akan hal itu.

“Baiklah, jika kalian ingin menjadi sebuah benda, aku akan melakukannya untuk kalian!” sentak Danuseka.

Sebuah ancaman yang tidak bisa di anggap remeh oleh ketiga makhluk itu. Pasalnya mereka begitu takut jika Danuseka mengungkung mereka malam ini juga. Bukan pekerjaan yang sulit, terlebih lagi keadaan mereka tidak memungkinkan untuk melawannya bahkan, tanpa luka yang mereka derita pun Danuseka mampu melakukannya.

“Begini saja Danuseka, kami tidak akan mengganggu wargamu. Tetapi, jika ada salah satu manusia di wilayah punden membutuhkan kami, maka kami akan meminta upah yang semestinya kepada mereka.” timpal Sariti.

Danuseka menyetujui permintaan Sariti, bukan tanpa sebab. Setiap manusia pemikiran yang tidak bisa di pahami oleh orang lain, oleh sebab itu Danuseka tidak berani menjamin jika warga Punden tidak akan terpengaruh oleh tipu daya Sariti. Danuseka memiliki pertimbangan lain perihal itu. Mengingat sosok yang dia hadapi bukanlah sosok biasa. Walau-pun malam ini mereka kalah. Bahkan, ketika menjadi benda sekalipun, digdaya mereka sama sekali tidak musnah.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AJISEKA    141. Akhir perjalanan manusia.

    Tidak sedikit warga yang langsung jatuh pingsan manakala sosok hitam besar memorak-porandakan tempat berlangsungnya Ritual doa-doa. Melihat hal itu Ajiseka tidak dapat menahan dirinya, pasalnya malam ini adalah malam sakral pemakaman jasad kuno leluhurnya. Ia langsung menghempaskan kekuatan besarnya ke arah sosok hitam besar itu, lebur dan tanpa ada perlawanan yang berarti.“Lanjutkan ritual doanya, Romo? Biarkan aji yang membersihkan area ini dari gangguan-gangguan itu,” ujar tegas Ajiseka.“Baiklah, saudaraku sekalian, mari lanjutan lantunan doa, agar esok hari dan seterusnya kita terbebas dari ketakutan. Yakinkan yang meragu dan gelisah agar kembali khusyuk, biarkan Ajiseka yang membereskan kekacauan ini.” ajak Danuseka.Disisi lain, tidak ada lagi makhluk yang membayangi arwah Sekar Sari. Ia mengambang di atas cungkup Punden, menyaksikan seluruh warga mendoakan dirinya agar tenang. Namun, ia terganggu dengan kehadiran Ajiseka yang juga mengambang.“Nyai, sesungguhnya apa yang meny

  • AJISEKA    140. Jasad leluhur

    Dhar!Dhar!Ajeng Ratri mengamuk manakala menyadari raga Sekar Sari telah di Hujam dengan senjata, akibatnya pertarungan terjadi di dalam ruangan itu. Bahkan, ruangan yang semula tertata rapi dengan wewangian yang semerbak, kini hancur lebur. Rumah gaib alam mimpi yang ia bangun sedemikian rupa senyatanya hancur dalam beberapa saat saja.“Bedebah! Tidak seharusnya aku percaya begitu saja dengan kalian!” Teriak Ajeng Ratri.Kemarahannya memuncak dan menyebabkan hawa panas tak terkira di dalam ruangan itu. Beruntung Sekar Pinesti lebih dulu menyusup dan keluar dari ruangan tanpa sepengetahuan wanita tua yang sedang di amuk amarah. Sedangkan Ajiseka sendiri masih bergeming, kemarahan wanita tua itu sama sekali tidak menjadi masalah untuk dirinya.“Hancurkan sepuasmu, Nyai ...” ujar Ajiseka.“Kau harus bertanggungjawab!” teriak Ajeng Ratri.Tubuh ringkihnya tiba-tiba membesar gagah dan hitam. Bahkan, ukurannya terus meningkat mengikuti amarahnya. Namun, lagi-lagi Ajiseka tetap bergeming.

  • AJISEKA    139. Raga mati Sariti

    Senja jingga terlewati, temaram pun mengantar sang malam mencapai puncak kelam. Di sebuah bangunan kuno di atas Puncak Punden, beberapa orang tengah khusyuk memanjatkan doa untuk leluhur yang disemayamkan di lokasi itu. Punden Kepaten, nama yang terlontar dari mulut Danuseka akibat beberapa kali menjadi tempat terjadinya kebengisan manusia yang bersekutu dengan siluman, juga arwah penasaran.Orang-orang itu tidak lain, Ajiseka berikut kedua orang tuanya, Projo dan beberapa orang yang memiliki pengaruh di wilayah Punden. Kecuali Dadungkolo, lurah Wono wingit yang membelot dan memilih bersekutu dengan siluman ular yang bernama Dewi Sengkolo.Obor-obor di tancapkan untuk sarana penerangan, lalu setelah selesai memanjatkan doa rombongan mereka bertolak ke wilayah selatan. Melewati desa Wono Kahuripan yang di pimpin oleh lurah Janudoro, penghujung desa terlewati. Namun, perjalanan belumlah selesai.Ajiseka dan rombongan berjalan menuju hamparan hutan sisi Selatan Punden, tempat dimana poho

  • AJISEKA    138. Laut Utara

    Seluruh warga Wono Wingit menghentikan aktivitas manakala terjadi gemuruh di angkasa, hal itu di sebabkan oleh pertarungan Ajiseka yang melintasi wilayah tepi Utara. Tidak hanya suara gemuruh yang menyebabkan kekhawatiran, pasalnya sesekali Ajiseka turun saat pemuda titisan iblis mendaratkan tubuhnya di pepohonan. Akibatnya kerusakan terjadi di area itu.Letak wilayah desa yang kebetulan berada di Utara punden, jelas terkena imbasnya. Beruntung pertarungan itu hanya melintas di pinggiran desa dan menghancurkan pepohonan yang ada. Melihat kekacauan yang terjadi, warga yang kebetulan hendak meladang memilih kembali ke desa.Sementara itu, Ajiseka terus menggempur pemuda titisan iblis hingga ke lautan. Beruntung pelarian musuhnya melewati jalur udara dan tidak lagi mendaratkan diri di wilayah perkampungan. Pada akhirnya laut Utara menjadi titik akhir pelarian, pertarungan sengit kembali terjadiLaut yang semula tenang kini dihiasi dengan deburan silih berganti, kebetulan keduanya memilik

  • AJISEKA    137. Danau yang hilang

    Alam yang temaram memanas. Senyatanya Danuseka tidak selemah seperti dugaan Ajeng Ratri, setiap digdaya yang dikeluarkan mampu di halau begitu mudah oleh Danuseka. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat alam ilusi buatan Ajeng Ratri itu hancur lebur, sayangnya setelah kehancuran itu terjadi Ajeng Ratri juga turut menghilang.Dan ketika Danuseka kembali ke alam nyata ia baru tersadar jika dirinya tengah di pecundangi oleh Sariti. Dirinya sengaja di giring ke alam ilusi agar wanita jelmaan itu terbebas dari incarannya. Danuseka yakin Sariti sudah pergi jauh meninggalkan wilayah Punden, lelaki itu lantas kembali berbaur dengan tiga rekannya.“Bagaimana, kang?” tanya Danuseka kepada Janudoro.“Sementara kekuatan mayat hidup itu berkurang banyak, Ki? Namun, kita harus mewaspadai jika nantinya mereka bangkit lagi,” jawab Janudoro.“Dimana Ki Sawung dan Ki Dirgodono, saya tidak melihat keberadaan mereka, Kang?”“Tenaga mereka terkuras habis dan sedang melakukan pemulihan, beruntung ada ba

  • AJISEKA    136. Memasuki alam mimpi

    Pertarungan terjadi di tiga tempat, Ajiseka masih dengan pemuda siluman titisan iblis. Janudoro, Ki Sawung dan Dirgodono meneruskan pertarungannya dengan mayat hidup. Di bantu oleh para siluman termasuk pimpinannya yang menyusupi raga mayat hidup, akibatnya sebagian makhluk itu saling serang dengan rekannya.Sedangkan Danuseka baru saja mengejar Sariti yang terbang kesana-kemari, ya! Pertarungan mereka lebih banyak terjadi di udara. Di pohon-pohon dan sesekali turun ke daratan. Tidak masuk akal memang, bahkan jika yang melawan Sariti bukanlah praktisi supranatural niscaya hanya akan menjadi mainan wanita jelmaan itu.Seperti halnya saat ini, Danuseka mengeluarkan digdayanya secara bersamaan. Pasalnya, pergerakan yang dilakukan Sariti sungguh gesit. Bahkan, cenderung menggunakan tipu muslihat yang sangat mengganggu konsentrasi Danuseka.“Danuseka... Sepertinya aku tidak perlu sungkan lagi terhadap leluhurmu, baiklah... Jika itu yang ada pikiranmu, maka kau tidak salah sedikit pun... Ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status