Share

Bab 4. Murka Danuseka.

Ketika kebengisan dipertontonkan oleh Sariti, tetua wilayah punden tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa mengutuk sosok yang berdiri angkuh di atas sebuah batu besar. Ya! Sariti mengendalikan seluruh lawannya. Dia memanfaatkan amarah rekan-rekan Danuseka.

Cukup lama tubuh para tetua berada dalam kendali Sariti. Selama itu pula mereka menyaksikan penyiksaan yang terjadi bahkan, ketika sanak saudaranya meregang nyawa mereka hanya bisa meratapi. Lebih mengejutkan lagi pelakunya adalah warga punden yang disusupi makhluk tinggi besar dan berbulu. Pantaslah mereka tidak lagi merasa iba kepada sesama manusia. Sebab sejatinya yang melakukan itu Adalah makhluk-makhluk itu.

“Ki Danuseka!” tiba-tiba salah satu tetua berteriak memanggil nama pimpinannya. Dia tersadar pesan yang pernah disampaikan Danuseka.

Di tempat yang jauh dari Punden Danuseka menghentikan pengejarannya, dengan jelas ia mendengar teriakan yang memanggil namanya. Seketika Danuseka sadar jika ia telah terkecoh oleh Sariti. Gegas dirinya kembali ke wilayah Punden. Dengan menggunakan digdayanya dalam sekejap mata Danuseka sudah berpindah tempat.

“Hentikan!”

Kilatan cahaya putih menebas leher seorang lelaki yang sedikit lagi merenggut nyawa seorang tetua muda. Rupanya setelah memanggil Danuseka, tetua itu langsung di seret ke atas altar yang sekelilingnya terdapat puluhan mayat bergelimpangan.

Tatapan Danuseka nanar manakala melihat begitu banyak warganya yang meregang nyawa. Tragisnya yang turut menjadi korban adalah remaja dan wanita. Artinya seluruh mayat itu tidak hanya dari pertempuran saja, melainkan dari pemukiman wilayah Punden yang seharusnya tidak turut terkena imbasnya.

Danuseka benar-benar Murka menyaksikannya.

“Biadab Kau! Makhluk laknat!” sentak Danuseka sembari mengibaskan tangannya. Tidak disangka, efek kibasan tangan Danuseka membuat pengikut Sariti dari kalangan manusia tewas seketika.

Ledakan dahsyat terjadi manakala Danuseka melesatkan kekuatan dari telapak tangannya.

Akibatnya seluruh siluman binasa, rata-rata meledak dan kepala terpisah dari badannya. Kecuali dua pimpinan siluman. Digdayanya cukup kuat menahan gelombang dahsyat kekuatan Danuseka.

“PUNDEN KEPATEN! Mulai sekarang! Tidak kuizinkan kebengisan terjadi lagi di wilayah Punden!” ucapan Danuseka menggelegar, membahana di kawasan puncak Punden.

Jangankan tetua di bawah kepemimpinannya. Sosok dua bawahan Sariti juga dibuat gentar dengan ucapan itu. Namun, tidak dengan Sariti. Dia malah tersenyum miring, lalu menyeringai. Kekacauan punden adalah keinginannya, lemahnya kekuatan manusia adalah tujuannya.

“Sudahlah, Danuseka ... Bawa pergi sisa warga punden ... Itu jika Kau menginginkan kehidupan yang tenteram untuk mereka ... Lepaskan wilayah ini, Kau! Hanya penerus masa lalu saja, sedangkan Aku adalah bagian masa itu ... “

“Kekacauan ini akibat dendam masa lalumu! Perlu kau tau, Wahai makhluk Laknat! Garis keturunan Trah Setyaloka tidak akan mundur!”

Mendengar ucapan yang dilontarkan Danuseka, seringai mengejek Sariti tiba-tiba pudar. Raut wajahnya pun berubah kuyu, pasalnya ia teringat tragedi ratusan tahun yang menimpanya. Tetapi perubahan raut wajah itu berubah drastis bahkan, amarahnya seolah tersulut.

“Suatu saat, Kau akan melihat kehancuran di tempat ini, Danuseka! Aku tetap hidup selama ada dendam dan kebengisan! Sedangkan kau hanya akan berakhir dalam kubur!”

“Sudah menjadi kodrat manusia seperti itu. Kau yang seharusnya mengubur keinginan semasa hidupmu!”

“Keinginanku tidak akan pernah berakhir, Danuseka ... Ingatlah itu ...”

“Sayangnya, Kau akan terus berhadapan dengan garis keturunan Setyaloka bahkan, saat ini Kau sudah tidak memiliki lagi kekuatan untuk melawannya!”

“Seperti itu?” Sariti menatap tajam manik mata Danuseka bahkan, tatapan keduanya bersirobok. Menandakan jika keduanya sama-sama memiliki pendirian kuat.

“Kalian semua! Kembalilah ke pemukiman. Biarkan saya sendiri yang mengurus makhluk-makhluk ini!” ucap Danuseka sembari menunjuk ke arah Sariti dan dua pimpinan siluman wilayah Punden.

Tidak satu-pun orang berani berucap. Pasalnya saat berbicara tatapan Danuseka begitu tajam, bahkan netra Danuseka tidak seperti biasanya. Hal itu membuat seluruh warga Punden menuruti perintah pimpinannya.

“Bersiaplah mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” sentak Danuseka kepada tiga makhluk di depannya.

Ia melakukan serangan terlebih dahulu. Merangsek maju dengan kekuatan penuh bahkan, digdaya aneh mulai ia gunakan. Ya! Kekuatan langka warisan dari leluhurnya terpaksa ia gunakan.

Sariti dan kedua pimpinan siluman disibukkan dengan pergerakan Danuseka yang misterius. Pasalnya mereka tidak bisa melihat dengan pasti sosok Danuseka, samar dan cenderung tidak terlihat. Belum lagi aura panas yang di timbulkan, membuat energi ketiganya cepat terkuras.

“Sial! Kalian berdua bisa lebur jika terus seperti ini!” ujar Sariti kepada dua bawahannya.

“Kami tidak akan binasa, Nyai ...” jawab pimpinan siluman ular sembari berkelebat.

“Jangan bodoh! Kalian tidak binasa, tapi hal buruk akan terjadi pada kalian! Tinggalkan tempat ini segera!” perintah Sariti kepada dua bawaan.

Dhar!

Dhar!

Perintah Sariti terlambat. Dua ledakan menghantam Sariti berikut kedua pimpinan siluman.

“Katakan! Siapa diantara kalian yang menculik istriku!” ucap lantang Danuseka setelah tiga lawannya terluka cukup parah.

Danuseka benar-benar mewarisi kekuatan dari ayahnya bahkan, wibawanya tidak hanya berpengaruh kepada manusia. Tetapi juga kepada tiga makhluk seperti Sariti dan dua bawahannya.

“Cepat katakan!” bentak Danuseka.

“Tidak semua kejadian buruk kami yang melakukannya, bukankah kami tidak tau menahu perihal keluargamu? Lagi pula tidak ada untungnya kami menculiknya bukan?” jawab Sariti.

“Semakin Kau banyak bicara, semakin membuatku yakin jika Kau pelakunya! Dimana kau sembunyikan istriku!” sentak Danuseka lagi.

Sariti terdiam beberapa saat, ia memutar otaknya agar tidak terus di desak oleh Danuseka. Disisi lain juga khawatir jika Danuseka memiliki digdaya yang mampu melihat kejadian sebelumnya. Setelah lama berpikir, akhirnya Sariti membuka suara.

“Baiklah. Akulah yang membawa istrimu, tetapi aku dihadang oleh lelaki tua, dan saat ini istrimu berada ditangannya,” ucap jujur Sariti.

Namun Danuseka tidak lantas percaya begitu saja. Ia memejamkan netranya, menelisik kebenaran dari ucapan Sariti.

Setelah beberapa saat menelisik Danuseka pun membuka Netranya.

“Baiklah! Untuk urusan ini aku percaya dengan ucapanmu, tetapi kalian penyebab pertumpahan darah, apa yang bisa kalian Pertanggungjawabkan dengan kesalahan ini, hah!”

“Danuseka! Pelankan suaramu! Kami bukanlah budakmu yang bisa seenaknya kau bentak!” Pimpinan siluman Danau tepi Barat tentu tidak takut akan kematian bahkan, kedua rekannya sesungguhnya tidak khawatir akan hal itu.

“Baiklah, jika kalian ingin menjadi sebuah benda, aku akan melakukannya untuk kalian!” sentak Danuseka.

Sebuah ancaman yang tidak bisa di anggap remeh oleh ketiga makhluk itu. Pasalnya mereka begitu takut jika Danuseka mengungkung mereka malam ini juga. Bukan pekerjaan yang sulit, terlebih lagi keadaan mereka tidak memungkinkan untuk melawannya bahkan, tanpa luka yang mereka derita pun Danuseka mampu melakukannya.

“Begini saja Danuseka, kami tidak akan mengganggu wargamu. Tetapi, jika ada salah satu manusia di wilayah punden membutuhkan kami, maka kami akan meminta upah yang semestinya kepada mereka.” timpal Sariti.

Danuseka menyetujui permintaan Sariti, bukan tanpa sebab. Setiap manusia pemikiran yang tidak bisa di pahami oleh orang lain, oleh sebab itu Danuseka tidak berani menjamin jika warga Punden tidak akan terpengaruh oleh tipu daya Sariti. Danuseka memiliki pertimbangan lain perihal itu. Mengingat sosok yang dia hadapi bukanlah sosok biasa. Walau-pun malam ini mereka kalah. Bahkan, ketika menjadi benda sekalipun, digdaya mereka sama sekali tidak musnah.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status