Share

Bab 3. Kebengisan Sariti

Wilayah Punden semakin mencekam. Obor-obor menancap di sembarang tempat, menerangi sebagian lokasi yang semula gelap gulita. Ya! Pasukan dari golongan manusia yang dipimpin oleh Sariti mulai beraksi, mereka berasal dari suatu daerah yang telah dikuasai oleh pengaruh pimpinan lelembut wilayah punden.

“Merekalah yang harus kalian bersihkan, binasakan! Tunjukkan bakti kalian kepadaku!” ujar Sariti.

Titahnya terdengar jelas di telinga para abdinya yang menyebar. Bersembunyi di balik pepohonan dan semak. Ya! Hanya mereka yang mendengar titah itu.

Kelompok Danuseka mulai tersudut. Puluhan siluman ular dan penampakan kuntilanak yang tiba-tiba muncul membuat beberapa tetua panik. Pasalnya, bukan kekuatan silumannya yang merepotkan, tetapi kehadiran makhluk bergaun putih yang acapkali membuat mereka kehilangan fokusnya.

“Ki, lakukan sesuatu agar mereka tidak mengganggu.” Titah Danuseka.

Tetua itu bergegas melakukan sesuai perintah Danuseka. Dia lebih memfokuskan diri menghadapi makhluk astral. Sesekali Danuseka datang, lalu pergi lagi membantu tetua lainnya. Hal itu dilakukan Danuseka agar warganya tidak mengalami luka fatal saat menghadapi siluman, dan tindakan Danuseka nyatanya dapat meminimalisir hal itu.

Sementara itu, salah satu tetua berhadapan dengan lawan yang tidak main-main. Sayangnya sebelum melakukan penyerangan, ia terlebih dahulu terkena pengaruh sihir pemikat. Pimpinan siluman ular tersenyum manakala musuh telah masuk ke dalam pengaruhnya.

“Ekheum ... Kenapa kau memandangku seperti itu?”

“Ah tidak, Nyai ... Aku ... Aku ...”

“Ikutlah bersamaku, Kakang. Aku pastikan, Kau akan selamat dari pertempuran ini, bagaimana ... Mau?”

Tetua yang sudah terpengaruh hanya mengangguk pasrah dan menurut ketika dirinya dibawa ke suatu tempat yang tidak jauh dari area pertempuran. Sungguh digdaya yang sangat meresahkan, sebab ia tidak perlu melumpuhkan musuhnya tanpa pertarungan. Sama seperti yang dilakukan Sariti kepada Danuseka, sayangnya cara itu tidak mempan untuk Danuseka.

“Tetaplah di sini, jika pertempuran sudah selesai kau bisa mencariku di tepi Utara Punden, atau aku yang akan menemui dirimu di sini,”

“Baik, Nyai. Aku akan menunggumu, cepatlah kembali.”

Setelah mendengar jawaban dari tetua bawahan Danuseka, siluman itu tersenyum senang lalu melesat pergi kembali ke medan pertarungan. Membantu bawahannya yang masih berjibaku melawan kelompok Danuseka.

Di sisi lain, para pemuda yang baru saja memasuki wilayah Punden langsung mendapatkan serangan mendadak dari lawan yang telah mengintainya sejak tadi, tidak ada pilihan lain selain melakukan perlawanan. Akan tetapi, kelompoknya kalah jumlah. Satu per satu korban berjatuhan meskipun tetua mereka memiliki Kanuragan yang mumpuni, sayangnya ada sosok yang mengganggunya.

“Seret mayat itu ke pendopo! Biarkan manusia-manusia bodoh ini menjadi urusanku!” Perintah Sariti yang tiba-tiba sudah berada di medan perang.

“Biadab kalian!” sang tetua merangsek maju tatkala sebagian musuhnya menarik korban yang sudah tiada.

Pertempuran kembali memanas, sang tetua bahkan sudah tidak segan lagi menghabisi lawannya begitu ia melihat wanita jelmaan berlaku bengis, ia pun melakukan hal yang sama.

 Akan tetapi sang tetua dihadapkan dengan pilihan sulit. Ia harus melawan rekannya yang dirasuki oleh makhluk astral bawahan Sariti. Sedangkan Sariti sendiri sudah berada di area dalam pendopo yang di penuhi puluhan mayat.

“Kalian! Para pimpinan wilayah!”

Dalam sekejap mata, dua wanita menampakkan diri di depan Sariti.

“Ada apa, Nyai ...” jawab salah satu dari wanita itu.

“Buatlah kekacauan di pemukiman! Pilih yang paling lemah dan bawa kesini! Malam ini puncak Punden akan menjadi ladang kematian mereka.“

Sariti tidak menyadari jika pimpinan dari danau tepi Barat sudah melakukan pergerakan terlebih dahulu. Di ikuti pimpinan tepi Utara. Sejatinya masing-masing pimpinan sudah memiliki rencana sendiri, tidak terpaku dengan perintah Sariti saja.

“Sebagian bawahanku sudah sejak tadi bergerak ke sana, Nyai. Lalu bagaimana dengan tetua mereka yang satu itu? saya rasa digdayanya tidak main-main, Nyai ...” jawab pimpinan dari danau tepi barat.

“Biar aku yang mengurusnya, kita tidak bisa melawannya dengan digdaya. Satu-satunya harapan untuk mengalahkan lelaki itu adalah tipu daya.”

Tentu Sariti memahami kekhawatiran dua bawahannya. Jelas mereka bukan tandingan keturunan langsung trah pemilik Keraton Setyaloka. Bukan hanya Danuseka, keturunan sebelumnya pun memiliki digdaya yang serupa. Hal itu membuat Sariti selalu gagal menguasai wilayah punden.

“Luar biasa! Tipu daya Nyai memang tidak diragukan lagi bahkan, pimpinan tetua punden baru saja menuduh diriku. Sebagai bukti tuduhan itu, aku akan benar-benar menculik warganya,” jawab pimpinan siluman danau tepi barat.

“Ah! Maafkan aku, Nyai. Aku terpaksa melakukan itu, lebih baik segera laksanakan semuanya. Lebih cepat lebih baik, bukan?”

“Baiklah, tidak ada yang lebih menyenangkan selain menuntaskan hasrat membunuh.”

Wanita ayu itu berubah wujud dan melesat turun ke pemukiman. Memimpin semua siluman dari danau tepi Barat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sesampainya di pemukiman mereka berhenti di sebuah pohon besar. Mengintai kediaman penduduk secara seksama agar bisa melakukan pekerjaannya sesuai dengan titah Sariti.

“Jangan bertele-tele! Lumpuhkan mangsa kalian dan bawa ke dalam puncak Punden sesegera mungkin!” perintah sang pimpinan kepada bawahannya.

Puluhan siluman itu melesat cepat ke rumah-rumah penduduk. Mengintai dari celah-celah dinding anyaman bambu rumah warga. Setelah aman para siluman langsung melumpuhkan mangsanya dan membawanya ke puncak Punden, dalam sekejap mata sebagian penduduk telah berpindah tempat dengan keadaan yang mengenaskan.

Di puncak punden, jeritan wanita baru saja terdengar di telinga Danuseka. Membuat dirinya menghentikan perlawanannya.

“Kakang! Tolong...” kelebatan bayangan putih melintas tidak jauh dari Danuseka dan teriakan itu berasal dari sana.

Mendengar itu, Danuseka langsung bertindak. Ia meninggalkan rekan-rekannya yang masih berjibaku melawan para siluman ular yang semakin menggila. Ia melesat cepat menyusul sosok yang diduga membawa sang istri, lelaki itu tidak perduli seberapa jauh makhluk putih itu membawa istrinya.

 Di sisi lain, seorang tetua masih berjibaku melawan beberapa siluman ular, banyak yang binasa di tangannya. Kekuatan besar yang dimiliki olehnya membuat sebagian siluman ular pergi begitu saja dari pertempuran. Tidak jauh darinya seorang tetua juga menghabiskan lebih dari setengah jumlah pasukan manusia yang di pimpin oleh Sariti. Amarah tetua muda itu menyebabkan lawannya tidak mampu bertahan melawan keberingasannya.

“Berhenti, Kang! sadarlah!” ucap seorang tetua sepuh. Beruntung lelaki sepuh itu datang tepat waktu, ia segera menghalau gerakan brutal rekannya.

“Raga ini begitu kuat, aku menyukainya ...” jawabnya sembari sedikit memiringkan kepala.

Tidak disangka sesuatu merasuki tubuh sesepuh muda yang mulai menyerang rekannya sendiri. Rupanya salah satu kuntilanak berhasil menguasai tetua muda yang diamuk amarah. Akibatnya ia berbalik menyerang rekan-rekannya.

“Kau! Keluarlah!” lelaki sepuh itu segera bertindak. Mulutnya komat-kamit membaca sesuatu. Tidak lama kemudian lengkingan kesakitan terdengar bersamaan dengan melesatnya bayangan putih dari raga tetua muda.

“Percuma kalian bertarung di sini, lihatlah! Banyak korban binasa dan akan bertambah banyak!” ucap wanita yang tidak lain adalah Sariti. Tunjuknya ke arah tumpukan mayat di dalam pendopo.

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status