Setelah satu jam perjalanan, akhirnya taksi yang kunaiki pun memasuki sebuah perumahan kelas menengah milik orang tuaku.
Kemarin aku memang sudah jujur pada bapak dan ibu bahwa Mas Arya menikah lagi dan beliau berdua mengatakan akan menerima kedatanganku jika sewaktu-waktu aku kembali lagi ke rumah mereka.
Meski sedih dan prihatin, tapi kedua orang tuaku juga tak tega membiarkan diriku tersiksa dalam perkawinan yang tak lagi sehat bersama Mas Arya.
Ibu menyambut saat aku tiba dan langsung mengambil cucunya dari gendonganku.
"Ana, masuk yuk. Kamu gak papa 'kan? Yang sabar ya, hidup kamu masih panjang, Nak. Gak usah ditangi
"Ana, kamu mau ke mana?" tanya ibu saat pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan berpakaian rapi.Pagi ini aku memang berencana hendak ke pengadilan agama setempat untuk bertanya mengenai proses mengajukan gugatan perceraian, mengingat tentu saja ini kali pertama aku akan melakukannya.Kutatap sendu wajah ibu lalu menyahut, "Ana mau ke pengadilan agama, Bu. Mau tanya-tanya proses mengajukan gugatan perceraian di sana. Ana merasa sudah gak bisa lagi bertahan dalam perkawinan yang gak sehat bersama Mas Arya. Maafkan Ana karena sudah salah pilih suami ya, Bu. Semoga selanjutnya gak terulang lagi," ucapku sembari menghela nafas gundah.Ibu tersenyum lalu mengangguk, "aamiin. Gak papa, An. Ibu dan Bapak mengerti kok. Kami menyerahkan semuanya padamu. Sebab kamu juga yang menjalani pernikahan. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung dan mendoakan yang terbaik, semoga Allah memberikan kebaikan pada kamu. Ibu juga bisa merasakan perasaan kamu ya
Kalau masalah nafkah, ATM gaji mas kan sudah mas kasih ke kamu. Kalau gak cukup, ya gimana caranya kamu mengaturnya. Makanya dalam islam, istri itu harus bisa hidup hemat, harus bisa merasa cukup. Gimana gak boros kalau kamu maunya masak enak terus? Mulai sekarang kita cukup 'kan aja dari gajiku. Kita pindah ke kontrakan yang lebih kecil. Atau ... kamu dan Maya tinggal satu rumah saja, supaya gak perlu dua dapur yang harus mas pikirkan.Masalah kamu punya penghasilan, itu urusan kamu, terserah mau kamu gunakan untuk apa. Mas akan berusaha bertanggungjawab pada kalian berdua tanpa menggangu penghasilan kamu lagi. Mas akan kerja keras, kalau perlu mas nyambi jadi sopir ojek online biar bisa menafkahi istri-istri mas. Yang penting kalian berdua akur biar rumah tangga kita bisa sakinah, mawadah dan warahmah. Kalau orang lain bisa, kenapa kita nggak, An?" ucap Mas Arya lagi dengan nada tegas.Mendengar ucapannya, aku hanya bisa geleng-geleng kepala. Sepe
Aku melangkahkan kaki menuju gedung pengadilan agama yang tampak menjulang tinggi di depanku.Keputusanku sudah sangat bulat. Aku akan mendaftarkan gugatan perceraian terhadap Mas Arya secepatnya.Aku pun melangkahkan kaki penuh percaya diri menuju meja informasi di depan sana dan menanyakan prosedur persyaratan untuk mengajukan gugatan perceraian pada petugas.Petugas bagian informasi pun menyebutkan apa-apa saja yang menjadi syarat mengajukan gugatan, yang ternyata tidaklah sulit. Hanya meminta bukti surat nikah, Kartu Tanda Penduduk dan uang panjar untuk biaya perkara.Setelah mendapatkan informasi itu, sesuai janji aku pun segera pulang kembali ke rumah dan memberi tahu ibu persyaratan apa saja yang diperlukan dan setelahnya segera mengumpulkan berkas yang diminta tersebut.Besok pagi aku akan kembali ke sana lagi untuk menyerahkan berkas ini dan menunggu panggilan sidang. semoga panggilan itu secepatny
dr..Wisnu? Tak kusangka akan bertemu lagi dengan lelaki itu, saat tak sengaja Via sakit dan dibawa ke RS untuk diobati.[Iya, dokter Wisnu, teman SMA Mbak dulu, mbak kenal kok, Ndre. Ya udah, mbak ke sana sekarang ya.]Lalu setelah mematikan sambungan, aku pun segera menuju rumah sakit.*****"Via, gimana? Kepalanya masih pusing? Sabar ya, Sayang. Banyak-banyak makan ya, biar cepat sembuh," ujar Wisnu sambil membelai lembut kepala Via lalu meminta ibu kembali menyuapkan bubur di tangannya ke mulut putri kecilku itu.Via hanya mengangguk pelan lalu menatap sendu. Mungkin badannya masih tak enak sehingga terlihat tak bersemangat. Meski demikian kulihat kondisinya cukup baik, tidak gelisah seperti malam tadi.Setelah menyemangati pasiennya, lelaki itu kemudian membalikkan punggungnya hingga saat ini ia dapat melihatku yang baru saja tiba di kamar perawatan ini.Melihat
POV ARYANamaku Arya. Usiaku memasuki tiga puluh tahun. Bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil dengan jabatan staf pelaksana golongan II d di sebuah kantor pemerintahan kecamatan.Aku memiliki istri bernama Ana Amalia. Usianya tiga tahun di bawahku. Tiga tahun pula aku dan dia telah menikah dan dikaruniai seorang putri cantik bernama Viana atau yang sering dipanggil Via saja, berusia dua tahun lebih.Alhamdulillah, putri kami adalah anak yang baik. Tidak suka rewel dan cengeng. Aku menyayanginya meski tak benar-benar dekat dengan gadis kecil itu.Bagiku sudah sewajarnya anak lebih dekat dengan ibunya ketimbang dengan bapaknya, sebab bapak tak punya banyak waktu di rumah karena harus mencari nafkah di luar.Sedangkan ibu hanya di rumah saja, menunggu suami pulang kerja dan menunggu tanggal gajian.Tentu saja ia lebih punya banyak waktu dibandingkan suami untuk mendampingi si kecil da
Saat tahu aku menyerahkan ATM gaji pada istri, semakin besar pula rasa cemburu Maya pada Ana sehingga ingin buru-buru kunikahi."Iya, sabar dulu. Ini juga mas lagi nyari penghulu yang bisa menikahkan kita. Mas ini kan PNS, gak boleh beristri dua. Tapi demi cinta mas sama kamu, mas rela menempuh segala resiko demi bisa hidup bersama kamu."Mendengar perkataanku, Maya menjadi lega. Ia tak lagi banyak tanya dan sabar menunggu hingga akhirnya aku benar-benar berhasil mencari penghulu yang bisa menikahkan kami berdua.Sebenarnya keinginan menikah lagi itu sudah sejak lama ada. Bahkan bukan hanya Maya, wanita yang ingin kujadikan istri, meski hanya istri kedua, melainkan ada beberapa orang wanita.Satu di antara mereka bahkan rela dinikahi tanpa mahar dan malahan rela memberikan sejumlah uang asalkan aku bersedia menikahinya.Tetapi karena usianya yang jauh lebih tua dariku dan statusnya yang janda tua serta wajahnya k
POV ARYA"Mas, apa benar kamu sudah menikah lagi?"Pertanyaan itu dilontarkan Ana, istri pertamaku, dua bulan setelah aku dan Maya menikah.Mendengar pertanyaan yang tak kuharapkan itu, dahiku berkerut dan mataku memicing tajam.Ah, tahu dari mana dia kalau aku sudah menikah lagi? Meski sering terlambat pulang bahkan tak pulang sama sekali, aku selalu berusaha menyimpan semua rahasia perkawinan keduaku rapat-rapat.Bukan aku takut istriku ini ngambek ataupun marah, tapi tak nyaman saja rasanya jika harus timbul pertengkaran tak berkesudahan di antara kami berdua karena itu.Aku tak suka diintimidasi dan diatur-atur perempuan. Bagiku, laki-laki itu pemimpin rumah tangga yang segala keputusannya harus dipatuhi dan tak bisa diganggu gugat.Allah sudah melebihkan laki-laki satu derajat di atas wanita. Bahkan kalau saja manusia boleh bersujud pada manusia lain maka sudah selayaknya wani
"Aku makan dari penghasilan kamu? Mimpi kamu atau sudah beneran gila? Sudah, aku gak mau dengar apa-apa lagi. Kalau kamu masih mau hidup dengan mas, terima saja kehadiran Maya sebagai madumu, tapi kalau gak, silahkan angkat kaki dari sini!" sergahku keras akhirnya.Aku bisa melihat tatapan nanar wajah Ana setelah mendengar kalimatku itu. Hal yang semakin membuatku yakin jika perempuan itu memang tak akan berani kuceraikan.Wanita memang harus dikerasi kalau tidak, dia akan ngelunjak dan aku tak suka itu.Kutinggalkan Ana lalu beranjak ke kamar. Ingin istirahat sejenak setelah kecapekan beraktivitas dengan Maya di kamar seharian tadi.*****"Mas, ini ATM kamu aku kembalikan!" celetuk Ana keesokan paginya.Aku yang sedang mengenakan seragam kantor, menoleh kaget ke arahnya.Apa aku tak salah dengar? Ana hendak mengembalikan kartu ATM berisi uang gaji bulanan yang disetorkan oleh bendahara kantor