Share

Bab Enam

Author: Aura_Aziiz16
last update Last Updated: 2022-02-23 00:22:01

"Terus biasanya kamu ngasih ibu berapa? Kok tadi ibu minta satu juta? Lalu untuk keperluan lain gimana?" Mas Arya menatapku dengan tatapan ingin tahu dan penasaran, membuatku tersenyum miris dalam hati.

 

"Rezeki 'kan ada aja, Mas. Biasanya kukasih dari uang THR atau gaji 13 Mas. Pokoknya kalau pandai mengelola, pasti cukup," sahutku pura-pura empati padahal tidak sama sekali.

 

Rasain, Mas! Ini baru awal. Berikutnya bakal lebih banyak lagi kejutan yang akan kamu dapatkan, batinku lagi. 

 

Aku pun berjalan meninggalkannya, masuk ke dalam kamar.

 

Mas Arya membuntuti.

 

"Tapi lama-lama 'kan habis juga, An. Sekarang ATM itu mas berikan pada Maya, maksudnya gantian dia yang ngatur keuangan keluarga kita. Tapi satu juta mana cukup? Untuk ibu saja itu. Yang lain gimana?" kejar Mas Arya lagi, membuatnya kembali tertawa masam dalam hati.

 

Salah siapa, Mas? Dulu dengan sisa gajimu yang tak seberapa itu semua kebutuhan keluarga kita termasuk kebutuhan ibu dan adikmu tercukupi. Kenapa? Karena aku menganggap kalian semua keluargaku, orang-orang terdekatku. Membantu kesulitan kalian bukanlah masalah besar bagiku.

 

Tapi sejak kamu memberiku pengkhianatan maka semua tak ada lagi. Cukup sudah aku berkorban selama ini. Tak akan kuulangi lagi kebodohan itu.

 

Sekarang, masalahmu adalah urusanmu sendiri. Aku tak akan mau ikut campur lagi.

 

"Aku nggak tahu, Mas gimana cara ngaturnya. Kalau kemarin sih aku cukup-cukup aja tuh," sahutku santai.

 

"Cukup gimana?" Mas Arya membentak. Lalu saat melihat tatapan tak suka pada wajahku, ia mengendurkan emosi pada wajah dan nada suaranya.

 

"An, satu juta itu hanya buat ibu, lalu gimana buat yang lain? Gimana caranya kamu bayar kontrakan, listrik, air bersih, WiFi, makan kita satu bulan, jajan kita di luaran, kebutuhan Via dan kebutuhan kamu sendiri? Gimana caranya, An? Uang darimana?" cecar Mas Arya lagi sembari menatap penuh padaku. Aku melengos.

 

"Kok Mas baru nanya sekarang? Sudah tiga tahun berjalan semua kebutuhan itu tercukupi dengan sisa gajimu yang tinggal satu juta. Tapi kenapa baru sekarang Mas pertanyakan? Apa selama ini Mas gak pernah mikir berapa sisa gaji Mas dan berapa pengeluaran kita setiap bulan?" tanyaku balik.

 

Kurasa aku mulai tersulut emosi karena pertanyaan yang terus Mas Arya ajukan tentang dari mana aku mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga kami selama ini.

 

Aku tak mau jujur soal penghasilan dari menulis di platform kepenulisan online. Aku tak mau dimanfaatkan lagi. Tidak!

 

"An, Mas cuma tanya gimana caranya kamu mengatur uang satu juta itu hingga semuanya terpenuhi? Apa diam-diam kamu bekerja? Apa diam-diam kamu punya penghasilan? Iya?" 

 

Ups, akhirnya Mas Arya sadar juga jika uang satu juta tidaklah cukup untuk membiayai hidup kami bertiga dan ibunya selama sebulan.

 

Tapi dengan percaya dirinya ia mengatakan kalau selama ini aku hidup enak dan terjamin dengan gajinya. 

 

Itu pula yang mungkin membuatnya begitu percaya diri hingga memutuskan menikah lagi. Padahal sudah kukatakan, jangankan dua istri, satu istri saja ia tak sanggup mencukupi.

 

"Kerja? Aku kerja apa Mas? Kamu lihat 'kan sehari-hari aku hanya di rumah saja?" Kutatap wajah Mas Arya lalu tersenyum tipis.

 

"Sudahlah Mas. Kemarin 'kan kamu bilang banyak perempuan yang antri ingin jadi istrimu, bahkan mereka rela membayar puluhan juta demi itu, lalu kenapa kamu sekarang pusing soal uang? Bukannya Maya memberimu banyak uang sehingga kamu bersedia menikahinya? Harusnya yang pusing itu aku karena ATM sudah aku serahkan padamu dan hingga saat ini kamu belum memberiku nafkah bulanan."

 

Mendengar perkataanku, Mas Arya hanya diam. Namun, aku bisa melihat kilat tak suka dan rasa kurang puas akan jawabanku di mata suamiku itu.

 

Tetapi aku tidak peduli. Saat kemudian Mas Arya berlalu tanpa kata ke belakang, aku pun hanya diam. Acuh tak acuh.

 

Ya, kalau aku masih bertahan berada di rumah ini hingga saat ini, itu bukan karena aku masih mencintainya dan berharap Mas Arya kembali seutuhnya padaku. Tetapi aku hanya menunggu saat yang tepat saja. Saat Mas Arya sudah benar-benar mendapat karma dan balasan atas kecurangannya padaku. 

 

Setelah itu terjadi, aku tentu saja punya hak untuk menentukan jalan hidupku sendiri. Bagiku, tak ada maaf bagi sebuah pengkhianatan. Seorang lelaki yang begitu mudah dimaafkan, maka akan mudah pula berkhianat kembali. Dan aku tak mau hal itu terjadi lagi dalam perjalanan hidupku.

 

*****

 

"An, kamu masak apa? Mas lapar."

 

Usai mandi dan berganti pakaian, Mas Arya mendekatiku sembari memegang perutnya yang mungkin sudah keroncongan.

 

"Ada di meja makan. Kalau mau ambil sendiri ya. Tapi mulai besok, kamu harus belanja supaya aku bisa masak. Kalau tidak, aku dan Via mungkin harus puasa," sahutku dengan nada tenang.

 

Mas Arya hanya diam dan tersenyum kecut lalu melangkah menuju meja makan. Tangan kanannya kemudian membuka tudung saji dan kudengar ia menghela nafas pelan.

 

"Cuma masak ini, An? Ini kan hanya sayuran buat makan Via?" tanyanya dengan suara terdengar mengeluh.

 

Tadi aku memang sengaja masak sayur bayam yang ada di halaman samping. Jaga-jaga jika sewaktu-waktu Mas Arya pulang karena ia harus ke rumah ibu dan ternyata ia benar-benar pulang.

 

Aku tak mau Mas Arya keenakan karena menemukan menu seperti biasanya masih terhidang di meja makan rumah ini.

 

"Iya, Mas. Aku 'kan gak pegang uang lagi, makanya cuma bisa masak itu. Kalau gak, mungkin aku sudah beli ayam, udang atau pun ikan kesukaan kamu," sahutku sengaja menyindirnya.

 

Bagaimana bisa uang satu juta dibelikan aneka menu kesukaan Mas Arya yang serba mahal itu? Kalau tidak mengambil dari penghasilanku, mungkin ia harus puas makan sayur bayam atau kangkung setiap hari.

 

"Apa sebaiknya ATM itu kamu pegang lagi, An? Biar semuanya bisa tercukupi lagi? Entah bagaimana caranya kamu mengaturnya, tapi sepertinya di tangan kamu, uang sejuta itu jadi berkah sekali. Ibu dan Mira bisa makan, kita juga bisa makan. Kalau soal Maya, dia sudah mas beri satu juta rupiah setiap bulan dari penghasilan lain yang mas dapatkan di kantor. Tapi ya itu ... mas jadi agak susah karena biasanya uang itu juga buat BBM mas ke kantor. Tapi karena mas nikah lagi ya terpaksa kasih nafkah buat dia. Hanya saja sekarang ini mas jadi banyak hutang ke teman dan entah bagaimana cara harus membayarnya."

 

Oh ya, Mas? Maaf aku gak nanya! Batinku kesal mendengar pengakuan Mas Arya lalu berlalu meninggalkannya.

 

 

 

 

 

    

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
belum cukupkan keluarnya sudah KEGATELAN nikah lagi
goodnovel comment avatar
Suswati
ribet koin
goodnovel comment avatar
Eli
so jadi bertanggung jawab padahal Ratri yg bekerja...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 132 (ENDING)

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (132)Menyadari dirinya telah keceplosan bicara, Bu Wati pun buru buru meralat ucapannya supaya Bu Hasnah tak sadar jika putrinya sebenarnya memang telah berbadan dua."Eh, maaf ... salah ngomong. Maksudnya bukan hamil tapi biar cepat hamil, Hasnah. Maklum pengantin baru. Makanya harus banyak makan, biar rahimnya subur. Soalnya aku udah nggak sabar lagi pengen gendong cucu. Kamu juga kan, Hasnah?" ujar Bu Wati buru buru meralat ucapannya.Mendengar perkataan besannya itu, Bu Hasnah pun tersenyum lega dan gembira. Syukurlah, ternyata Hamidah bukannya sedang hamil melainkan berharap supaya bisa cepat hamil. Kalau begitu, dia pun tak keberatan karena sudah lama memang dia menginginkan kehadiran seorang cucu lagi dari Arya, sebab sekarang Via, putri Ana, mantan istri pertama Arya sudah sulit ia temui karena kesibukan cucunya tersebut sekolah. Belum lagi dia pun sibuk mengurus Arya yang sedang sakit.Bu Hasnah pun menganggukkan kepalanya dengan rona gembira.

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 131

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (131)"Bagaimana anak saya, Dok? Apa masih bisa diselamatkan?" tanya Bu Hasnah dengan perasaan sedih luar biasa saat melihat pria berseragam putih keluar dari ruang operasi di mana Arya beberapa saat yang lalu dibawa masuk untuk ditangani.Sudah sejak malam tadi sejak mendapatkan kabar kalau anak laki lakinya itu masuk rumah sakit akibat tertabrak mobil entah karena sebab apa, Bu Hasnah terus menerus menangis hingga sembab air mukanya.Dia tak bisa menyalahkan Bu Wati dan Hamidah yang telah membiarkan Arya berkeliaran di luar rumah di malam pengantin mereka sebab alasan Bu Wati, Arya tak bisa dilarang dan dicegah meski hari sudah malam saat hendak membeli sesuatu barang keperluannya. Itulah yang telah membuat kecelakaan tersebut bisa sampai terjadi.Dan Bu Hasnah pun terpaksa percaya begitu saja sebab sejauh ini dia memang tak tahu apa yang sebenarnya betul betul terjadi di rumah besannya tersebut malam tadi hingga akhirnya putranya itu harus mengalami t

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 130

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (130)Berpikir begitu, Bu Wati pun buru buru masuk kamar mandi dan berbisik di telinga putrinya."Midah, apa ... apa kamu hamil? Apa ... apa kamu dan Afandi sudah melakukan hal terlarang sebelum dia meninggal dunia dan kamu menikah dengan Arya? Kalau iya, kamu harus berdamai dengan Arya, Midah. Kamu nggak boleh menolak kehadirannya karena itu konyol namanya. Kamu butuh suami dan bapak untuk anak kamu, Midah! Ayok ikut Ibu ke kamar sekarang juga. Kita harus membicarakan ini sebelum kamu membuat keputusan yang salah dan membuat Arya pergi meninggalkan kamu!""Sebab kalau itu terjadi maka kemungkinan besar, anak kamu akan lahir tanpa bapak. Apa kamu mau hal Itu terjadi, Midah?" ucap Bu Wati yang tiba tiba merasa takut kalau Arya yang justru tak mau lagi dengan putrinya itu bila tahu putrinya itu ternyata sudah hamil sebelum menikah dengannya.Dia tak mau Hamidah hamil dan melahirkan tanpa suami. Dia tidak mau nama baiknya tercoreng. Itu sebabnya dia harus b

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 129

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (129)"Tok! Tok!Tok!"Sedang keduanya bertengkar, dari arah luar kamar terdengar ketukan pintu lumayan keras diiringi suara Bu Wati yang memanggil keras keduanya."Midah ... Arya, ada apa? Buka pintunya!" seru Bu Wati dari luar kamar.Hamidah memandang Arya sejenak seolah meminta pertimbangan, tapi tak lama kemudian karena Arya hanya diam saja tanpa reaksi, Hamidah pun buru buru membuka pintu dengan segera.Segera setelah dia membuka pintu, Bu Wati pun masuk dan menyerbu dengan tanya."Kamu kenapa Midah? Kok teriak teriak tadi? Apa Arya ganggu kamu?""Heh, Arya! Ibu kan sudah bilang, perkawinan kalian hanya sandiwara di atas kertas saja karena Ibu sudah minta tolong sama Ibu kamu untuk bisa menyelamatkan pernikahan putri Ibu yang terancam gagal karena Afandi meninggal dunia dan Ibu kamu sudah setuju!""Lantas sekarang kenapa Hamidah teriak teriak seperti tadi? Apa jangan jangan kamu ganggu dia ya? Kamu kan sudah janji kemarin nggak akan ganggu Hamidah!

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 128

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (128)"Lepaskan, Mas! Jangan sentuh aku! Apa kamu lupa perjanjian kita kemarin yang menyatakan kalau pernikahan kita hanya pernikahan pura pura di atas kertas saja dan di antara kita tak akan pernah ada malam pertama karena pernikahan kita bukan pernikahan sungguhan!" ujar Suster Hamidah sembari menepis keras tangan Arya yang berusaha menarik tubuhnya dan membuka pakaiannya.Namun, Arya hanya menyeringai lebar."Pernikahan kita bukan sungguhan? Midah, pernikahan kita tercatat sah di kantor urusan agama! Ijab qobul yang kita lakukan juga sah di mata agama. Kamu sekarang istriku! Sah di mata negara dan agama! Lalu kenapa kamu bilang pernikahan kita tidak sungguhan dan kamu menolak aku sentuh? Kamu mau masuk penjara karena sudah mempermainkan pernikahan? Kamu juga mau masuk neraka dan dilaknat malaikat karena menolak ajakan suami untuk memenuhi kewajiban kamu sebagai seorang istri? Iya?" Arya terlihat tak terima dengan penolakan Hamidah.Hamidah menggeleng

  • AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS!   Bab 127

    AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (127)"Saya terima nikah dan kawinnya Hamidah binti Kusnadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.""Sah.""Sah.""Sah "Semua hadirin yang hadir mengucapkan syukur setelah Arya selesai mengucapkan ijab qobul atas istri barunya, Suster Hamidah.Usai Arya mengucapkan penerimaan nikahnya, Suster Hamidah mengangkat wajahnya lalu dengan gerakan kaku karena tak menyangka bila dirinya akan dinikahkan paksa dengan Arya yang baru saja sembuh dari stroke yang diderita, mengangkat telapak tangan lalu mencium punggung tangan Arya yang sekarang telah menjadi suami sah nya itu dengan gerakan lunglai.Sungguh, meski dia tak membenci Arya, tapi dia sama sekali tak mencintai laki laki yang sekarang menjadi suaminya itu. Dia menganggap Arya hanyalah salah satu pasien yang harus dia terapi supaya segera sembuh dari sakitnya.Tapi ternyata, hari ini laki laki itu telah menghalalkan dirinya sebagai seorang istri. Arya akan mendampingi hidupnya hingga maut m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status