"Syifa! Keterlaluan kamu kalau ngomong. Nggak ada sopan-sopannya. Wita ini kakak ipar kamu!" Bentak Mas Hanan. Seketika semua diam. Perlahan para karyawan mundur satu persatu. Mereka cukup kaget mendengar bentakan Mas Hanan, karena memang kata Mbak Ulya, Mas Hanan hampir tak pernah marah dengan karyawan. Dia tipe atasan yang ramah, penhertian dan humble. Jika kesal, dia mendinginkan pikiran ke cafe langganan tak jauh dari kantor atau tiduran di ruang kerjanya sampai dia bisa mengontrol emosinya lagi.Mbak Yuli buru-buru mengepel lantai kembali. Lantai yang tadi cukup licin dengan sabun pembersih, dia pel berulang kali hingga tak licin seperti sebelumnya. "Jangan-jangan kamu yang sengaja menumpahkan air pel itu ke lantai, supaya Wita kepleset dan keguguran. Iya?" tuduh Mas Hanan lagi. Aku pun menoleh ke arahnya yang mulai tersulut emosi. Aku memintanya untuk beristighfar. Tak enak jika didengar banyak orang apalagi karyawannya yang notabene tak pernah melihat dia marah. Kulihat be
|Wita, sebelumnya aku minta maaf sama kamu atas semua yang aku lakukan selama ini. Aku memang bukan kakak ipar yang baik. Selalu dzalim dan jahat sama kamu, padahal selama ini kamu terlalu baik dan nggak pernah neko-neko. Sekali lagi maaf, Wit. Aku sadar, dulu menjadi benalu dalam rumah tanggamu. Bahkan akulah penyebab hancurnya rumah tanggamu dengan Aris.| Pesan dari Mbak Yuli terkirim ke ponselku beberapa menit yang lalu. Ada rasa senang dan sedih yang tercampur dalam hati. Senang karena akhirnya Mbak Yuli menyadari kesalahannya bahkan berlapang dada untuk meminta maaf padaku. Aku tak pernah menyangka jika akhirnya dia mau melakukan itu. Terlepas dari dia mungkin segan karena aku adalah istri dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja, bagiku sikap Mbak Yuli sekarang memang jauh lebih baik dibandingkan sebelum-sebelumnya. Keangkuhan dan gaya sosialitanya tak terlihat lagi, seolah luntur begitu saja ditelan bumi. Dia lebih sederhana dalam berpakaian dan perhiasan yang dulu menjadi
|Mbak Wita, ada DM dari selebgram loh. Dia pesan bros swarovski buat souvenir anniversary pernikahannya. Gimana, Mbak? 100 biji sih yang harganya 180 ribu| Pesan dari Mbak Mayang dengan emoticon love sepanjang jalan kenangan. Aku yakin itu sebagai tanda tim cantikku itu kangen denganku dan Zahra. Hampir sebulan aku tak menengok mereka karena morning sickness. Mas Hanan pun melarangku pergi kemana-mana sementara waktu, bahkan Zahra hanya diantar jemput oleh Pak Sasro, tanpa kehadiranku serta. |Oke aja, Mbak. Lumayan kan kalau nanti bisa endorse gratis. Makin terkenal usaha kita nanti. Makin oke juga bonus buat tim cantik kita| Gegas kukirimkan pesan balasan untuk Mbak Mayang. Dia memang yang mengurus pesan di instagram dan facebook, Mbak Uni kutugaskan mengurus pesan dari whatsapp sementara Mbak Salwa mengurus pesan dari market place. Sebenarnya masih ingin menambah satu karyawan lagi untuk membantu mereka, namun sampai sekarang belum dapat yang pas karena rata-rata tak menyukai d
Waktu menunjuk angka empat sore saat suara berisik terdengar di garasi. Begitu riuh, hingga membuatku tak nyaman berada di ruang keluarga. Gegas keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi dan siapa yang datang. "Mbak Wiittt. Oleh-oleh buat Mbak Wita nih. Makanan kesukaan, si bakso yang beranak pinak," ucap Mbak Mayang dengan riangnya. Dia memelukku erat. Sementara Mbak Salwa dan Mbak Uni mengambil kresek dari dalam mobil. Mereka bilang oleh-oleh juga buatku. "Kalian mampir ke sini? Bukannya minta diantar Pak Sasro ke kontrakan sekalian?" tanyaku cukup kaget saat melihat mereka datang bersama pasangan. Suami mereka pun menganggukkan kepala sembari tersenyum saat melihatku ke teras, lalu kuminta mereka untuk duduk di ruang tamu. Sementara istri-istrinya masih asyik foto-fot bersama. Biasalah perempuan."Sengaja kita ke sini, Mbak. Pulangnya mau naik taksi saja, kasihan Pak Sasro kalau ngantar kita-kita dulu. Beliau ngantuk banget kayanya. Tadi sempat cerita katanya semalam begadang
"Syifa! Kamu benar-benar kelewatan. Tega kamu membuat iparmu sendiri celaka? Apa sebenarnya yang merasuki otakmu!" Papa membentak Syifa yang masih terdiam di sofa. Sementara Anjas sang suami hanya menunduk dalam diam."Papa nggak nyangka saja, kamu bisa sebrutal ini. Dulu kamu nggak pernah seperti ini, Syifa! Kenapa kamu benci dengan kakakmu? Karena dia sudah punya Zahra atau sudah menikah sebelumnya? Atau karena apa? Coba jelaskan, papa mau dengar!" Papa kembali bicara dengan suara penuh penekanan. Syifa yang sejak tadi diam pun mendongakkan kepalanya. Dia menatap lekat wajah papa yang tampak begitu emosi. "Bela saja terus, Pa. Bela dia terus dan salahkan Syifa. Papa dan Mas Hanan sama saja menyebalkannya. Kalian nggak lagi memperhatikan dan menomor satukan aku tapi perempuan itu dan anaknya!" Syifa menutup wajahnya. Dia tergugu dalam tangisnya. Anjas pun memeluk istrinya untuk menenangkan. "Maksud kamu gimana, Syifa? Kamu cemburu sama Wita dan Zahra? Takut mereka merebut perhatian
AKIBAT PELIT PADA ANAK & ISTRI 69Siang, saat mentari begitu teriknya menyinari bumi. Suasana rumah nggak terlalu sepi, ada Zahra yang terdengar ngobrol dengan Bik Sarmi di lantai bawah. Entah mengobrolkan tentang apa. Aku yang sebelumnya tiduran di kamar atas sembari menonton acara kuis di televisi mendadak mulas. Rasanya nggak karuan, sepertinya si bayi memang ingin segera bertemu dengan papa dan ibunya. Zahra teriak histeris saat melihat ibunya meringis kesakitan. Tak selang lama Bik Sarmi dan Bik Mus pun memapahku ke lantai bawah. Mas Hanan datang saat aku sudah tiduran di dalam mobil dengan kondisi kepayahan. Keringat dingin mulai menetes ke dahi dan pipi. Tak henti-hentinya Zahra menangis, mungkin takut melihat kondisi ibunya yang begitu lemah. Setelah itu Mas Hanan menggantikan Pak Sasro untuk mengemudi. Dia membawaku ke rumah sakit ibu dan anak yang cukup terkenal di sini. Berulang kali Mas Hanan memintaku bersabar dan berdoa agar semuanya baik-baik saja. Zahra pun terus m
Pov : Syifa Waktu terus bergulir. Semakin hari kulihat papa dan Mas Hanan semakin sayang sama Mbak Wita, apalagi sejak melahirkan Ghaisan.Papa dan Mas Hanan semakin perhatian pada keduanya. Seolah aku adalah orang asing yang tak perlu mendapatkan perhatian lebih dari mereka. Teringat kembali pesan mama beberapa tahun silam," Jangan biarkan kakakmu nikah sama perempuan itu, Syifa. Mama nggak mau punya menantu seperti dia, sampai kapan pun. Hanan bisa mendapatkan perempuan yang jauh lebih baik dibandingkan dia. Dari segi pendidikan, ekonomi dan paras. Jangan sampai keluarga kita menjadi minus hanya karena Hanan menikah dengan perempuan kampung sepertinya!" Ucapan mama benar adanya. Terlihat di grup whatsapp keluarga besar, Mas Hanan menjadi minus gara-gara perempuan itu datang ke dalam kehidupan kami.Mereka yang biasanya memuji Mas Hanan karena mapan, berpendidikan dan rupawan akhirnya menadapat image kurang menyenangkan gara-gara beristrikan janda beranak satu pula. Siapa yang re
Pov : Wita |Syifa, kamu sekarang di mana? Anjas kebingungan cari kamu kemana-mana. Mas Hanan dan Papa juga begitu mengkhawatirkanmu. Apa kamu baik-baik saja? Pulanglah Syifa| Pesanku untuk Syifa dari pagi tadi belum juga dibalasnya. Entah ke mana dia sekarang. Papa dan Mas Hanan juga belum pulang sejak pagi pamit mencari Syifa. Mereka bilang, kalau sampai nanti malam nggak ketemu, akan lapor polisi saja agar ada yang membantu menemukan keberadaan Syifa.Kepergian Syifa cukup membuatku merasa begitu bersalah. Kasihan papa, beliau pasti begitu mencemaskan anak bungsunya. Sebegitu bencikah Syifa padaku hingga dia melakukan ini semua?Aku tahu dia sangat kecewa karena aku menjadi iparnya. Yang pasti dia merasa tersisih sejak aku masuk di keluarga besarnya. Mungkin takut jika aku merebut perhatian papa dan Mas Hanan. Perhatian dan cinta yang selama ini hanya tercurah padanya.Kekecewaan yang membuatnya memberontak bahkan pergi dari kehidupannya yang mapan dan mencari ketenangan lain di l