Suasana di kafe Coffee Break sedang ramai pengunjung. Para karyawan sibuk melayani pelanggan yang rata-rata team kerja atau anak kuliahan yang sedang nongkrong. Kafe ini selalu ramai karena harga nya yang terjangkau bagi kalangan atas mauoun kantong pelajar sekalipun. Ruangan kafe ini luas, bernuansa klasik yang penuh hiasan antik tahun 90-an. Membuat mereka betah berlama-lama disini walau sekedar untuk bernostalgia.Anna mencari tempat duduk di meja nomor 17. Mereka masih belum memesan apapun karena menunggu meja pesanan sepi. Aslan sibuk memainkan ponselnya. Anna yang duduk di seberang Aslan sedang beradu dengan pikirannya mengenai kotak yang tadi ia bawa dari gudang.Ia mengeluarkan kotak merah sebesar buku tulis itu. Ia letakkan di meja. Kotak yang terlihat lusuh dan sudah berumur ia pandangi memutar. Dalam pikirannya yakin bahwa ini adalah kotak berlian warisan keluarga Suryadinata. 'Aku yakin ini adalah kotak berlian itu. Tapi isinya dimana? atau isinya
Suasana kembali sepi setelah kepergian Dandi melanjutkan tugasnya mengontrol kafe. Keheningan kembali mewarnai pertemuan mereka. Hanya Anna yang sesekali menatap Aslan dengan pandangan heran mengingat sejak tadi ia hanya fokus ke layar ponselnya."Apakah kita kesini hanya untuk mengamati orang-orang menikmati minumannya?" Anna memecah keheningan dengan menyuarakan isi hatinya yang sejak tadi sudah sesak. Aslan mengangkat kepala memandang sekitar."Pesan saja sesuatu?" jawabnya singkat."Kamu mau minum apa?" "Terserah." Jawab Aslan tetap singkat. Anna menghela napas dalam. Ia mencoba menahan sabar menghadapi pria di hadapannya.Anna beranjak ke coffee stand yang sudah tampak kosong. Ia bertemu dengan teman lamanya dan berbincang sebentar sembari menunggu pesanannya selesai. Lalu ia tampak berbalik ke arah Aslan dengan membawa nampan berisi minuman.Anna meletakkan nampan di atas meja. Ia ambil coffee latte pesanannya dan meninggalkan satunya untuk A
Sosok pria tinggi besar menunggu di depan rumah Anna. Ia sedang duduk dengan kepala menumpu di sebelah tangan kiri. Dengan matanya terpejam, tampak rasa capek yang menumpuk di raut mukanya yang sedang pulas sekali.Anna sudah mengira jika itu adalah sang debt kolektor yang sedang menunggunya pulang karena hari ini tanggal jatuh tempo terakhir. Ia turun dari motor dengan langkah lebar diikuti Aslan yang berjalan mengikutinya dengan segudang pertanyaan mengenai pria itu."Siapa dia?" Pertanyaan Aslan yang hanya mendapat jawaban sunyi dari Anna. Ia tak menghiraukan pertanyaan sepupunya karena tak mau Aslan ikut campur dalam masalahnya."Tuan Dito, tuan, bangun !" Anna mengeraskan suaranya mengharap pria kekar di hadapannya membuka mata. Namun harapannya hanya sia-sia. "Siapa dia? Apakah dia juga orang suruhan kakek sepertiku dulu?" Pertanyaan terlontar kembali dari mulut Aslan yang masih diliputi rasa penasaran melihat pria yang tak kunjung bangun tersebut.
Aslan berhenti tepat di balik gerbang rumahnya. Suasana rumah tidak seperti biasa, ada jajaran mobil terparkir di halaman rumah yang luas dan hijau penuh bunga-bunga. Mobil-mobil yang jelas bukan milik salah satu dari anggota keluarganya.Melihat Aslan yang masih termenung di atas motor scoopy putih, satpam menghampirinya. Ia seakan mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh tuan mudanya."Tuan, di dalam sedang ada pertemuan keluarga. Mereka berkumpul untuk membicarakan acara esok hari." Jelas satpam dengan sopan."Memangnya ada acara apa besok?" Aslan bertanya sedikit antusias."Acara pertemuan keluarga. Kata nyonya syukuran mengingat kesehatan Tuan Hadi yang sudah membaik." Satpam menjelaskan sesuai dengan apa yang ia ketahui.Aslan terdiam sejenak sebelum akhirnya memarkir motor Anna di dekat pos satpam mengingat tidak ada celah untuk menuju garasi.Ia berjalan tenang ke dalam rumah yang disambut para sepupu wanita dan bibinya."Eh Mister tampan,
Pintu diketuk pelan dan berkali-kali saat Anna sedang dalam perjalanan ke ambang pintu. Anna yang sudah bersiap sejak pagi membuka pintu dengan antusias. Bukan Aslan yang bertamu ke rumahnya, melainkan pria muda yang putih dan tampan, dengan kaos hitam dan celana jeans, tidak seperti supir, pikir Anna. Ia mengamati pria di hadapannya lama dan sedikit kecewa mendapati ia ternyata bukan pria yang diharapkan."Selamat pagi nona Anna. Saya ditugaskan untuk menjemput anda sekarang." Sapaan sopan pria itu sedikit melunturkan rasa kecewa yang sempat menyerang Anna."Anda ditugaskan Mr Aslan? Dan anda tidak bawa motor?" Anna mencerca pria itu dengan pertanyaan sembari kepalanya menoleh ke segala arah berharap pria itu membawa motor kesayangannya."Saya utusan Mr Aslan. Dan mengenai motor anda, maaf nona saya hanya membawa mobil. Motor anda masih tersimpan rapi di garasi." Mendengar jawaban pria itu, raut kecewa tampak kembali dari muka cantik gadis itu."Lantas aku harus mengambilnya kesana?
Semua mata tertuju pada gadis yang masih terpaku di ambang pintu. pandangan semua orang dengan senyum yang hangat sekaligus dingin menyelimuti Anna. Ia yang masih tercekat tidak percaya dengan kondisi di hadapannya membuat keringatnya semakin deras. karena Anna sedang gugup dan mematung, sebagai respon spontan tubuh saat mengalami kejutan mendadak. Hadi Suryadinata yang sejak tadi duduk memimpin acara kini berdiri dengan tatapan teduh dan penuh haru. Sangat berbeda dengan awal Anna mengenalnya lewat tragedi troli di ruang dapur perusahaan kala itu."Kemarilah nak, duduklah di samping kakek." suara serak Hadi Suryadinata membuat Anna terkesiap dari kondisinya barusan.Ia mulai menyadari bahwa ia sengaja dibawa kemari untuk menghadiri pertemuan ini. Anna mulai mengulas senyum yang sangat ia paksakan ke semua orang. Terutama ke arah Aslan, pria yang sejak tadi berdiri dengan memasang senyum terindah dengan kedua tangan di saku celana. Berpose cool sekali.Anna masih mematung di tempat y
Catherine, Ibu Aslan yang juga sebagai menantu tertua mengambil napas dalam sebelum akhirnya mengeluarkan pendapat yang sejak tadi ia tahan dalam hatinya."Sudahlah, itu kejadian sekitar 24 tahun silam. Kita harus berusaha mengikhlaskannya. Jangan sampai masa lalu menghancurkan ego kita masing-masing. Lagipula Anna hanya anak gadis yang tidak seharusnya disangkut pautkan pada kejadian silam. Bahkan saat tragedi itu terjadi, ia masih dalam perut ibunya. Lihatlah dia tidak bersalah, dan tidak seharusnya ia mendapat cercaan demi cercaan seperti saat ini." Suara Catherine sangat menenangkan hati Anna."Tapi lihat kak, dengan memandang wajahnya saja ia mengingatkanku pada kejadian silam. Dan untuk itu maaf aku masih belum bisa menerimanya." Kinanti, anak ke empat Hadi Suryadinata tetap kekeh pada pendiriannya. Ia menatap Anna dengan padangan sinis penuh kebencian."Cukup!! Aku mengumpulkan kalian disini bukan untuk mencela cucuku seperti ini. Tanpa kalian sadari, kalian sudah menyakiti hat
Mereka masih terhanyut dalam perasaan masing-masing. Perasaan yang sekuat tenaga berusaha mereka halau berubah menjadi rasa nyaman saat tubuh mereka saling bertaut dalam pelukan. Anna semakin membenamkan tubuhnya di balik tubuh Aslan. Wajahnya ia benamkan dalam-dalam dalam dada bidang pria itu, membuat kemeja yang Aslan gunakan basah karena air mata Anna yang masih belum bisa terbendung.Anna merasa ia menemukan sosok ayahnya yang telah hilang. Pelukan ini, kehangatan ini, dan rasa nyaman ini mirip sekali seperti saat ia dekat dengan sang ayah. Air matanya semakin mengucur deras mengingat kerinduan yang selama ini berusaha ia tutupi di hadapan semua orang.Sedangkan Aslan, ia semakin merapatkan lingkaran lengannya saat menyadari tangis gadis itu semakin keras. Dalam hati ia sangat menyesal karena telah membawa Anna kepada keluarga Suryadinata yang belum bisa menerimanya. Tangannya yang lain mengusap pelan kepala hingga punggung Anna untuk menenangkan gadis itu. Aslan memperlakukan Ann