Share

AKU JUGA BISA CANTIK
AKU JUGA BISA CANTIK
Author: Yunita

Bab 1 Dianggap tak ada

Aku juga bisa cantik

Makeover

Bagian 1

"Ratih, tolong bilangin ya, ke Adam. Besok jangan sampai lupa acara ke Uwa Haji, nanti kami jemput pagi-pagi."

"Iya Bu, nanti aku sampaikan ke Mas Adam."

Telepon pun terputus.

Aku tak pernah tau kalau ada acara kondangan ke luar kota, Mas Adam tak pernah memberitahu ku.

Malam itu, aku menyampaikan pesan Ibu pada Mas Adam suamiku, saat ia terlihat santai menonton televisi.

"Mas, tadi ibu telepon, katanya besok mereka pagi-pagi mau jemput."

"Hm..." jawabnya malas.

Lalu aku menemaninya menonton televisi, ku lihat Mas Adam fokus pada ponselnya, tanpa ia sadari ku lihat bibirnya terus menerus mengulum senyum. Entah apa yang membuatnya terlihat senang. Karena penasaran aku tak melepaskan pandanganku darinya. Tiba-tiba Mas Adam menoleh ke arahku, wajahnya kembali serius, nampak kerut di keningnya menandakan ia tak suka perhatianku.

"Kenapa kamu? Tidur sana temani anak-anak!" pintanya ketus.

"Kamu belum ngantuk Mas?"

"Belum. Udah sana tidur duluan!"

Lagi-lagi ia meminta ku untuk meninggalkannya sendirian. Tak ingin membuat suami marah aku cepat cepat bergegas menuju kamar.

Terlihat Kedua anakku sudah terlelap di tempat tidur berbeda namun masih satu kamar.

Hanif anakku yang pertama ia baru berusia Lima tahun, dan adiknya Rahma baru menginjak usia Dua tahun. Aku bersyukur memiliki mereka, ku tatap mereka satu persatu, doa terindah ku sebut satu persatu untuk mereka berdua itulah yang selama ini aku lakukan sebelum tidur.

Kemudian aku terlelap di tempat tidurku bersebelahan dengan mereka.

Adzan subuh berkumandang.

Aku segera bangun, ku lihat Mas Adam tak ada di samping ku, sudah hampir satu minggu ia selalu tidur di ruang tengah, tak tau apa alasannya, kalau ku tanya ia selalu menjawab "Tidur aja ko repot, mau di mana ke' terserah aku, yang penting aku masih tidur di dalam rumah."

Dari itu, aku tak pernah bertanya lagi padanya.

Benar saja, ku lihat ia tertidur di bangku panjang yang berada di ruang tengah.

Setelah shalat subuh, aku segera mengerjakan tugas rumah, mencuci, memasak, nyapu, ngepel, karena ku pikir hari ini kami akan pergi ke luar kota menghadiri pesta pernikahan anak uwa Haji.

Ku bangun kan Mas Adam dan anak-anak untuk bersiap-siap.

Setelah memandikan dan mendandani mereka berdua, aku segera menyuapi keduanya.

Ku biarkan Hanif menjaga adiknya sementara aku pergi mandi dan bersiap-siap.

Mas Adam menatapku heran, saat aku siap dengan tampilan rapi.

"Kamu mau kemana Tih?" tanya Mas Adam menatapku heran.

"Mau kondangan ke Uwa Haji Mas."

"Yang pergi kesana itu aku saja Ratih, kamu tidak usah ikut. Udah jaga anak-anak saja di rumah."

Hilang sudah semangatku, padahal bukan sekedar pergi bersilaturahmi pada sodara jauh, berpergian juga salah satu aku mencari hiburan bersama keluarga. Tapi tak ku sangka Mas Adam melarang ku untuk ikut.

"Sudah .... sudah, ganti lagi bajumu, aku nggak mau liat kamu kerepotan di sana."

Mas Adam pun pergi tanpa pedulikan perasaan ku.

"Adaaam! Udah siap belum? Cepat kami menunggu di mobil," terdengar suara ibu mertuaku memanggil Mas Adam dari arah luar.

Dengan terburu-buru ia bergegas menemui keluarganya. Aku menggendong Rahma dan menuntun Hanif mengikuti langkah suamiku ke arah teras.

Mas Adam benar-benar tak peduli pada anak dan istrinya, ia berlalu begitu saja memasuki mobil.

"Kamu mau ikut juga Tih?"

"Tidak Bu! Ratih di rumah saja kasian nanti anak-anak malah kecapean," jawab Mas Adam. Sementara aku berusaha tak menampakan perasaan sedih dan kecewa di hadapan keluarganya.

"Oh begitu, ya sudah. Kamu hati-hati ya Tih, di rumah."

"Iya Bu, hati-hati ya Bu."

Ibu melambaikan tangan, ku lihat Mas Adam duduk di bangku kedua bersebelahan dengan Helen keponakanku.

"Bu, Bu, kita tidak jadi ikut Ayah Bu?" tanya Hanif saat melihat mobil berlalu membawa Ayahnya.

"Mobilnya penuh sayang, jadi kita gak kebagian tempat duduk, nanti saja ya kapan-kapan?"

Hanif mengangguk, dia memang anak shaleh yang tak pernah memaksakan kemauanya.

Aku segera membawa anak-anak kembali kedalam rumah.

Ting..

Satu pesan masuk, dan langsung ku buka. Ternyata dari Mbak Yuli, Kakak kandungku dia adalah ibunya Helen.

(Ratih, kamu ikut kondangan?)

(Tidak Mbak, cuma Mas Adam saja. Tadi aku lihat Helen ikut ya Mbak?")

(Iya, Suami kamu yang ngajak, Mbak kira kamu tau.)

Pikiran ku jadi tak enak, apa iya Mas Adam ajak Helen? Kenapa dia nggak ajak aku? Kenapa malah ponakan aku yang dia ajak?

Helen masih berstatus sebagai mahasiswi di salah satu universitas di kota kami tinggal. Wajahnya cantik, maka tak heran banyak teman lelakinya yang menyimpan hati pada dia. Namun sampai saat ini aku belum tau siapa kekasih Helen yang sebenarnya.

Sekedar menghibur anak-anak, ku ajak mereka ke pasar membeli yang mereka mau, dan menemaninya menaiki permainan yang mereka sukai. Melihat mereka tersenyum cukup membuat aku bahagia.

Setelah pulang dari pasar, aku langsung menidurkannya.

Hari beranjak sore, tak ada kabar dari suamiku. Dia sampai jam berapa? Dan pulang dari sana jam berapa? Semua pesanku hanya di bacanya saja tanpa dia balas. Padahal aku begitu khawatir dan menunggu kabarnya sekedar kabar baik sudah cukup membuatku tenang. Tapi Mas Adam sepertinya lebih suka membuat aku khawatir.

Tepat jam Sebelas malam terdengar bunyi mobil berhenti di depan rumah, sayup-sayup terdengar suara ibu mertuaku.

Aku langsung bangun untuk membukakan pintu.

Saat pintu terbuka, Mas Adam sedikitpun tak menoleh ke arahku, ia langsung menuju kamar, dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang.

Dalam hitungan menit sudah terdengar dengkurannya. Mungkin dia kelelahan. Aku memilih tidur di sampingnya ku tatap wajah suamiku lekat, mengapa tak kurasakan lagi cinta di matanya, apakah perasaannya padaku mulai pudar?

Saat aku mulai terlelap, ku lihat ponsel milik Mas Adam menyala, tanpa mengeluarkan bunyi. Aku segera mengambilnya dan membukanya.

(Terimakasih ya Mas, atas transferannya, kalau butuh bantuan lagi, jangan sungkan untuk menghubungi Helen.)

Begitulah pesan yang ku baca, ternyata dari Helen, tapi aku tak pernah tau bantuan apa yang sudah Helen berikan pada Mas Adam.

Aku masih mencoba berpikir baik. Kemudian ku buka galerinya banyak sekali photo-photo acara yang tadi mereka hadiri, namun di setiap photo suamiku selalu ada Helen di sampingnya. Hal itu membuat hatiku tak nyaman.

****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
kenapa siih ceritanya selalu perempuan yg disakoti dan jadi manusia terbodoh !!! memuakkannn ... dlm kenyataan gak ada perempuan sebodoh ini
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status