Aku juga bisa cantik
MakeoverBagian 2Dua hari telah berlalu dari saat itu. Saat sedang mengasuh Rahma tiba-tiba Ririn temanku menelepon."Ratih, aku mau nanya, besok rencana kamu mau pakai baju apa untuk acara kantor? Kita samaan yuk biar seru.""Acara kantor? Acara kantor apa Rin? Aku malah nggak tau.""Hmm, Si Adam lupa kali ngasih tau kamu. Pak Dodi dapat proyek besar lagi katanya. Jadi dia ngadain acara gitu deh buat bawahannya. Tapi katanya kali ini akan tambah seru, karena tempatnya di salah satu pulau di kepulauan seribu yang terkenal keindahannya. Seru kan?"Aku hanya terdiam, sambil membayangkan betapa serunya membuat acara di sana. Tapi Mas Adam tak memberitahu ku. Apa mungkin belum, aku akan sedikit menunggunya.Ku lihat Mas Adam tengah membereskan baju dan dimasukkan ke dalam koper berukuran sedang, aku mendekatinya."Mas mau kemana?""Ada acara kantor di kepulauan seribu."Alhamdulillah, akhirnya dia bilang dengan jujur padaku tentang acara itu,.."Kalau begitu, sebentar ya Mas, aku mau beres-beres dulu.""Eeeh, Ratih. Kamu di rumah saja, tidak perlu ikut.""Tapi tadi Ririn telepon aku, dia dan anaknya juga mau ikut.""Itukan dia, sudah kamu di rumah saja. Aku gak mau nanti anak-anak sakit karena masuk angin.""Tapi Mas,""Apalagi? Sudahlah kamu jangan seperti anak kecil begini. Lagi pula acaranya hanya satu malam."Aku tak bisa memprotesnya lagi. Mas Adam bergegas pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.Tiba-tiba pikiran ku kembali mengingat Helen, entah kecurigaan dari mana tiba-tiba aku ingin menanyakan keberadaan Helen pada Mbak Yuli."Helen baru saja di jemput Adam, Tih. Katanya mereka ada acara. Sebenarnya acara apa si Tih? Ko Adam nggak ajak kamu?""Acara kantor Mbak. Mas Adam melarang aku ikut karena alasan anak-anak. Tapi Mbak, kalau boleh aku berpesan, tolong sampaikan pada Helen untuk tidak terlalu dekat dengan Mas Adam. Kita sama sama menjaga hal buruk di depan, karena kita tak pernah tau hati manusia.""Maksudnya kamu cemburu sama Helen Tih? Hahahaha, yang benar saja Tih, Helen itu ponakan kamu, ponakan Adam juga masa iya mereka saling jatuh cinta? Lagian ya Tih, Helen itu sudah punya pacar. Udah ah, kamu perbanyak istighfar saja, dari pada di banyakin curiga."Mbak Yuli menganggap ucapan ku sebuah lelucon, aku hanya tak mau, syetan lebih jauh lagi menggoda mereka.Jadi benar, Mas Adam pergi bersama Helen.Aku benar-benar khawatir, pada kedekatan mereka.Sehari berlalu, Mas Adam telah kembali, wajahnya nampak berbinar bahagia.Aku tak bisa membiarkan kedekatan Mas Adam dan Helen terus berlanjut, aku mencoba menegurnya namun yang ku terima kata-kata kasar dari mulut suamiku."Gak pantas kamu cemburu pada ponakan sendiri. Helen itu ku anggap adik kandung ku sendiri Ratih, dia mengerti yang aku butuhkan. Dia selalu ada untuk membantuku. Jadi wajar kalau kita dekat.""Mas, apa yang kamu butuhkan? Selama ini aku sudah berusaha memberi yang kamu butuhkan, dan selama ini, aku selalu mencoba membantumu. Kenapa kamu lebih memilih Helen dari pada aku? Aku istrimu Mas!"Mas Adam tertawa miring, ia menatap tubuhku dari atas sampai bawah."Kamu memang bisa membantuku untuk pekerjaan di rumah, tapi untuk di luar rumah kamu tidak bisa bantu aku Tih, aku butuh seorang pendamping yang menarik mata, yang saat orang lain memandangnya mereka mempunyai rasa ingin memilikinya juga, dan kamu tidak bisa Tih, cuma Helen yang bisa.""Apa maksud kamu Mas? Kenapa kamu tiba-tiba membandingkan aku dengan dia?""Bukankah kamu mau tau alasannya kenapa aku sering berpergian dengan Helen? Karena Helen enak di pandang, dia cantik, putih, dan tubuhnya semampai, semua orang mengira dia istriku. Dan entah mengapa aku bangga saat teman-teman ku Mengira Helen istriku.""Apa? Lalu kamu anggap aku apa Mas?""Kamu tetap istriku Ratih, ibu dari anak-anakku, dari itu, kamu harus tetap fokus di rumah, biarlah Helen yamg berperan mengganti kan posisi kamu jika di luar rumah.""Kamu keterlaluan Mas!""Semua ini tidak akan terjadi, andai saja kamu pintar mengurus diri. Liat dirimu! Ngaca sana! Badan lebar, pipi bengkak, kulit kusam. Bau bawang, bagaimana aku bangga mengenalkan kamu pada teman-teman ku?"Ucapan Mas Adam bagai pisau merobek hati, tak pernah ku duga setega itu ia mengatakan tentang diriku. Ya aku memang tak secantik Helen, karena aku hanya punya waktu sedikit untuk merawat wajah, tubuhku pun gemuk karena efek dari KB.Semua apa adanya tentang diri ini, aku mengira tak akan jadi masalah besar untuk rumah tangga ku.Aku tak bisa menjawab apapun dari ucapan suamiku, aku hanya bisa terisak menangis di depannya. Tanpa rasa bersalah Mas Adam tak menghiraukan aku."Oya, besok pagi teman-teman ku mau sini, kita sengaja mengadakan pertemuan di sini, dan kamu masak yang banyak ya,"pinta Mas Adam sembari berlalu.Jam Tiga pagi, Mas Adam membangun kan ku, menyuruhku untuk mulai memasak, dia khawatir waktuku tak cukup.Dengan mata yang masih berat untuk terbuka, aku memaksakan diri untuk beraktivitas di dapur seorang diri.Waktu berjalan begitu cepat... Setelah berselang shalat subuh aku meneruskan kembali memasak.ku lihat kedua anakku masih terlelap tidur.Tepat jam Enam pagi, Helen datang ke rumahku.Ia menyapaku dengan wajah santai."Hai Bi, masih sibuk ya?"Aku menoleh ke arahnya, dan sedikit melempar senyum."Helen, ada apa? Tumben pagi-pagi sudah datang?""Hmmm, emangnya Mas Adam belum cerita ya Bi, hari ini mau ada tamu teman kantornya?""Cerita ko. Apa kamu juga mau ketemu teman kantor Mas adam?"Helen terdiam, wajahnya terlihat gugup.Tiba-tiba Mas Adam datang menghampiri kami,dan langsung menyapa Helen dengan ramah."Kamu sudah datang? Baguslah. Apa barangnya di bawa juga?""Ada Mas, aku bawa sekalian.""Oke. Di mana? Aku mau lihat."Helen dan Mas Adam berlalu ke ruang tamu. Ku lihat Helen membawa sebuah pigura besar, entah gambar apa di dalamnya, karena masih tertutup kertas berwarna coklat. Tak sabar aku pun menunggu Mas Adam membukanya.Dengan kasar Mas Adam menyobek kertas penutup gambar pigura besar itu. Betapa terkejutnya aku saat melihat dalam pigura itu ternyata photo pernikahan Mas Adam dan Helen.Ya, aku harus ikuti rencana ibu. Memang terpikir sangat ekstrim, dan beresiko. Tapi tak ada pilihan lain, aku tak mau mempunyai saingan. Tak ada pilihan lain.*****"Berapa bayarannya?" "Sepuluh juta. Gimana?""Gila, ini pekerjaan berat. Mana mau kalau gue cuma di bayar Sepuluh juta?""Tenang, lu gak bakal di penjara. Karena lu akan berperan sebagai orang gila yang masuk pesta.""Ogah! Gue mau tambahan."Heu! Sial. Ternyata tak mudah membujuk preman jalanan ini."Oke, lu mau berapa?""Dua puluh Lima juta. Gimana?""Apa?""Terserah lu, gue pastiin gak bakal ada yang mau kalau lu hanya bayar di bawah angka yang gue tawar.""Oke. Gue setuju. Ingat pesan gue. Sasaran lu pengantin yang memakai cadar.""Siaaaap gue paham."Begitulah percakapan ibu dengan orang suruhannya. "Beres Helen, sekarang kita tinggal tunggu waktunya saja. Kamu siapkan uangnya Dua Puluh Lima juta,"pinta ibu. Aku harus memutar otak untuk pengeluaran uang, takutnya Mas Adam menanyakan uangnya selama ini aku pegang.T
"Apa maksud kamu? Memuji wanita lain di depan aku? Kamu tau Mas, Ratih memakai cadar untuk menutupi wajahnya yang luka. Sok tau kamu bilang cantik."Aku begitu murka saat Mas Adam menyanjung mantan istrinya di depanku."Meskipun wajahnya tertutup, tapi aku bisa melihat dia lebih cantik dari yang dulu,"jawabnya sambil berlalu meninggalkan aku."Berani sekali kamu Mas bicara begitu di depanku? Kamu benar-benar tidak menghargai aku!"Seketika orang sekitar memandangi ku yang tengah memarahi Mas Adam."Sudahlah Helen, kenapa kamu harus marah-marah? Aku bicara apa adanya.""Tapi kamu nyinggung perasaan aku Mas!" Pertengkaran kami hingga ke rumah. Aku benar-benar tak bisa terima suamiku terus membela mantan istrinya. Jelas-jelas aku lebih cantik dan lebihj muda dari Si Ratih!"Kalian kenapa setiap hari bertengkar terus, apa tidak capek?"tanya ibu yang melihat wajahku penuh kekesalan. "Gimana aku tidak marah Bu, tadi kami bertemu Ratih, Mas Adam malah terus memuji kecantikannya. Aku gak su
Sebulan berlalu dari kejadian itu, aku telah resmi menjadi istri Mas Adam.Dia terlihat sangat mencintai ku, tapi lain dengan perasaan ku, aku belum bisa mencintai nya, apalagi harus menerima kehadiran anaknya. aku menikahinya hanya untuk menumpang hidup. Menikahiku adalah harapan Mas Adam dari dulu, jadi ia begituBahagia saat Ibu datang untuk menawarkan aku untuk nya. Dia suami penurut, gajinya aku yang pegang. Tak hanya itu, ku jadikan anak tiriku Rahma menjadi babu di rumah. Lumayan ngirit, gak perlu cari IRT. Meskipun awalnya susah ngajarin dia nyapu, dan nyuci yang bersih. Tapi Lambat laun dia akan menjadi gadis yang rajin.Seperti hari ini setelah Mas Adam berangkat kerja ku beri tugas dia mencuci baju. "Rahma gak bisa Bu. Ayah gak bolehin Rahma nyuci."ucapnya manja."Gak bisa, gak Bisa! Bisanya apa kamu? Makan? Jajan? Ngabisin duit? Hah? Ayahmu gak ngajarin kamu, sekarang di sini ada Ibu, jadi kamu harus nurut apa kata ibu. Paham?"Anak itu terdiam dengan wajah ketakutan."
Pov Helen... Aku merasa kecantikan ku begitu sempurna, berawal dari Mas Adam suami Bibi ku yang tajir namun kurang menyukai istrinya, sehingga ia lebih sering mengajakku ke acara-acaranya. Bukan hanya itu, Mas Adam pun memperkenalkan aku sebagai istrinya. Sebenarnya menurut ku itu berlebihan, tapi demi uang ku setujui permintaan dia.Entah mengapa semakin dekat dengan Mas Adam, semakin aku tak peduli dengan perasaan istrinya. Aku memang sedikit menyukai Mas Adam, hanya karena ia royal memperlakukan ku, dia selalu memberi berapa pun yang ku minta. Bagusnya lagi, ibu ku mendukung kedekatan ku dengan adik iparnya ini. Karena ibupun merasakan hasil dari kedekatan ku dengan Mas Adam. Hingga hari itu benar-benar tiba. Mas Adam menceraikan Bi Ratih, malang sekali wanita gendut itu, ia harus menghidupi anaknya tanpa tempat tinggal, karena Mas Adam telah mengusirnya. Ibu selalu membujukku agar menikah dengan Mas Adam, tapi aku tolak, karena aku masih penasaran dengan lelaki tampan yang
"Wajahkuuuu.... Bu, wajahku hancur Bu." aku terus menangis histeris, ingin meronta namun sia-sia, percuma meskipun aku teriak hingga kehabisan suaraku, wajahku tak akan kembali seperti semula dengan cepat. Bu Neni dan Mas Ridho terus menenangkan aku, dan menyemangati ku. Hingga akhirnya aku perlahan bisa menerima kenyataan ini. Luka bakar serius itu menyebabkan rambutku hilang sebagian, terpaksa aku harus memotongnya pendek.Kini aku menjalani pengobatan di rumah sakit, Mas Ridho begitu setia menemaniku siang dan malam, terkadang jika ia sedang sibuk Bu Neni yang akan bergantian menemani ku. "Ratih, apa kamu tidak curiga pada Mbak dan ponakan mu itu? Kenapa mereka tidak menolongmu? Mengapa mereka lari saat kamu meminta tolong?""Aku tidak tau Bu, waktu itu aku lihat Mbak Yuli terlihat gesit, tidak terlihat sakit. Mungkin karena ia panik Bu.""Seharusnya Tih, meskipun mereka panik, saat melihat kamu seperti itu mereka menolongmu. Aah, tega sekali mereka. Saya merasa curiga ini
Tiga hari sudah berlalu tanpa komunikasi dengan Mas Ridho. Kadang ingin sekali aku meneleponnya , namun ingat dengan perjanjian membuatku mengurungkan niat.Ting... Satu pesan di terima, dari Helen. "Bi, bisa kerumah tidak Bi, ibu sakit. Aku tidak bisa mengurusnya."Mbak Yuli sakit apa? Aku harus menjenguknya."Ibumu sakit apa Len? Baiklah Bibi akan ke rumahmu."Akupun segera menutup telepon dan bersiap-siap pergi."Ratih, kamu mau kemana?"tanya Bu Neni."Mau ke rumah Mbak Yuli Bu, katanya dia sakit.""Ibunya Helen sakit? Sakit apa? Ratih, biar saya temani kamu.""Tidak usah Bu, hari ini tidak ada jadwal kerja, jadi lebih baik ibu istirahat saja di rumah.""Tapi Tih, perasaan ibu, kenapa tiba-tiba saja gak enak. Kenapa ya?""Nah, itulah akibat ibu kurang istirahat. Sudah, ibu tenang saja, aku itu mau nengok Mbak kandung aku, bukan musuh aku Bu. Jadi ibu tidak perlu khawatir ya?'"Ya sudah, kamu hati-hati ya Tih.""Iya, Bu." Ku salami tangannya sebelum berlalu pergi. Satu jam lebih,