Share

Bab 3 Pengganggu Rumah tangga

Aku juga bisa cantik

Makeover

Bagian 2.

Aku segera menghampiri mereka berdua dengan gemuruh sesak di dada.

"Apa yang telah kalian lakukan? Apa itu?"

Ku tunjuk photo pernikahan itu dengan emosi yang meluap-luap.

Ku lihat Mas Adam dan Helen saling berpandangan, lalu keduanya saling tertawa.

Tak ada yang lucu bagiku, aku tetap berdiri di hadapan mereka sembari tubuh gemetar.

"Kamu kenapa Ratih? Jangan panik begitu melihat photo kami ini. Ini hanya sandiwara," ucap Mas Adam dengan tenangnya.

"Iya Bibi, ini photo bukan photo sungguhan. Kami sengaja membuatnya karena rumah ini akan kedatangan tamu teman kantornya Mas Adam," sambung Helen.

Menurut ku, tetap saja itu berlebihan. Pernikahan bukan suatu hal yang boleh di permainan.

"Tapi, apa maksudnya? Bukankah di sana sudah ada photo pernikahan kita?" tanyaku lagi sembari menunjuk ke arah photo pernikahan ku dan Mas Adam yang tertempel di dinding ruang tamu.

"Ratih, untuk sementara akan aku gantikan photo kita itu, dengan photo ini, karena yang teman-teman ku tau, Helen lah istriku."

"Kamu berlebihan Mas, kamu benar-benar tidak menghargai aku, kamu anggap apa aku?"

Terdengar suara Rahma menangis dari dalam kamar, aku bergegas menemui Rahma dan menggendongnya.

Setiap keinginan Mas Adam, tak bisa di ganggu gugat. Aku hanya tak mau bertengkar di depan anak-anak.

Ku biarkan mereka melakukan kemauannya.

Saat kembali ke dapur, Helen terlihat sedang membalikan ikan yang berada di dalam wajan, seketika Helen menjerit kaget saat minyak panas meletus.

"Aawww!"

Dan Mas Adam berlari ke arah dapur dengan wajah cemas.

"Ada apa Helen?"

"Tidak apa-apa Mas, ini minyaknya meletus."

"Aduuuuh, Helen. Kenapa kamu di sini. Nanti takutnya minyak panas itu melukai wajah kamu. Ayok!"

Mas Adam menarik tangan Helen menuju ruang tamu, aku yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua benar-benar tak di anggap keberadaannya. Mas Adam begitu takut minyak panas melukai wajah Helen, sementara ia sendiri tak pernah takut melukai hatiku.

Ku dudukan Rahma di tempat duduknya, dan aku melanjutkan menggoreng ikan.

Tak ku izinkan Hanif dan Rahma mendatangi ruang tamu, karena aku tak mau anak-anak ku banyak bertanya tentang photo itu. Kami memilih bermain di dalam kamar. Tak berselang lama, terdengar datangnya beberpa mobil di depan rumah, pertanda tamu Mas Adam telah tiba.

Mas Adam dan Helen terdengar menyambut kedatangan tamu dengan suka cita.

"Bibi, siapin airnya Bi."

Terdengar suara Helen memanggilku. Seakan ia menganggap ku babu. Aku tak beranjak dari kamar dan tetap menemani anak-anak.

"Bibi? Ko lama? Mana airnya?"

Teriaknya lagi. Aku masih diam tak pedulikan suruhannya.

Tak lama Mas Adam mendatangi ku, dengan wajah kesal.

"Ayok siapkan hidangannya! Kenapa tetap di sini?"

"Aku tidak mau!" jawabku tegas.

"Ratih! Jangan bikin malu aku."

Matanya membulat, membuat Hanif dan Rahma ketakutan.

Tak ada pilihan lain, aku harus menuruti perintahnya.

"Hanif, jaga Rahma dulu ya sayang? Ibu mau bantu ayah dulu sebentar."

Hanif mengangguk..

Aku segera membuat air, dan mengantarnya ke depan, di antara tamu yang datang aku tak melihat kehadiran suami Ririn, hanya dia yang tau kebenaran siapa istri Mas Adam sebenarnya.

Ku tata minuman di atas meja, bersama kue pendampingnya. Helen terlihat menebar senyum saat di hadapan tamu-tamu suamiku. Tak hanya itu, sikap Mas Adam yang terlihat mesra di samping Helen membuat aku muak melihatnya.

"Beruntung sekali kamu Dam, mendapat istri yang cantik seperti ini, oya kalian sudah punya momongan?'' tanya salah seorang teman Mas Adam.

"Em.. ada dong. Sayang coba lihat Rahma di kamarnya dan bawa dia kemari," pinta Mas Adam.

Helen bergegas ke arah kamarku, dan masuk tanpa ragu. Aku segera memburunya.

"Tidak! Jangan bawa anakku!" Seketika aku menghalangi tubuh Helen yang akan menggendong Rahma.

"Bibi, berikan Rahma padaku, jangan buat suamimu marah Bi."

"Silahkan saja dia marah! Saya tidak takut."

"Hmmm, ya sudah kalau itu maunya Bibi. Oya Bi, aku ada di sini karena permintaan suami bibi sendiri. Jadi Bibi jangan marah sama aku, apalagi sama ibuku. Paham?"

Helen berlalu meninggalkan kamarku kembali. Aku mengikutinya dari belakang, ingin tau apa jawaban Helen saat kembali tak membawa Rahma.

"Sayang, Rahma nya masih tidur, kasian mau di bangunin."

"Oooh, begitu. Ya sudah tidak apa-apa. Maaf ya, anaknya masih tidur katanya."

"Oooh, iya iya, tidak apa-apa ..." jawab teman-teman Mas Adam.

Aku benar-benar tak menyangka, keponakan ku sekarang menjadi setega itu. Gadis lucu yang lugu saat dulu, kini telah berubah menjadi wanita penggoda yang menyeramkan.

Aku membereskan kamar, dan bermaksud akan menemui rumah Mbak Yuli, ibunya Helen. Meminta tolong pada kakaku agar menasehati anaknya, karena apa yang telah Helen lakukan sudah sangat di luar batasan.

Aku sengaja keluar dari pintu belakang, bersama ke dua anakku lalu aku menaiki taksi online.

Sesampainya di rumah Mbak Yuli, yang kebetulan berdekatan dengan rumah ibu mertuaku. Awalnya aku mengunjungi ibunya Mas Adam. Ku titipkan anak-anak sementara di sana. Dan aku bergegas mendatangi rumah Mbak Yuli.

Beruntung Mbak Yuli ada di rumah, sudah hampir Empat tahun Mbak Yuli menjanda. Ia membesarkan dua orang anak. Helmi anak pertama yang kini sudah berumah tangga, dan Helen anak bungsu yang masih kuliah.

Awalnya kami bicara santai, lambat laun obrolan ku arahkan pada pembahasan kedekatnya hubungan antara suamiku dan ponakan ku itu.

"Apa yang mereka lakukan sudah di luar batasan Mbak, aku sama sekali tidak mereka anggap." keluhku.

Mbak Yuli, terlihat tenang menanggapi ucapanku.

Tanpa ada reaksi kaget marah, atau kecewa terhadap anaknya.

"Aku mohon Mbak, Mbak nasehati Helen, jangan sampai dia menjadi bumerang di dalam rumah tangga kami."

"Ratih! Kamu bicara panjang lebar tentang Helen, apa kamu sudah berusaha memperbaiki dirimu?"

"Maksud Mbak?"

"Ratih, Mbak pikir dalam masalah ini Helen sama sekali tidak salah. Dia hanya membantu suamimu. Dan coba kita pikir kebelakang. Mengapa Adam meminta bantuan Helen? Pasti karena ada yang kurang di diri istrinya, iya kan?"

"Aku menikah dengan Mas Adam sudah lama Mbak, jadi mana mungkin aku di bandingkan dengan gadis yang baru berkembang seperti Helen?"

"Itulah kelemahan mu. Ingat Ratih, kita itu sebagai istri harus pintar menjaga diri. Menjaga penampilan. Biar suami tidak lihat kanan kiri. Coba lihat penampilanmu? Aduuh Ratih, bisa nggak si kamu diet? Atau sedikit bedakan, pakai lipstik. Mungkin Adam akan betah kalau lihat istrinya bersolek seperti Helen yang tak pernah lepas dari make up."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cukup sampai disini baca cerita sampah g masuk akal ini. terlalu berlebihan sampah halunya.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki biadab modalin bini lho ,pidah aja ratih biar nyungsep laknat berduaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status