Aku juga bisa cantik
MakeoverBagian 2.Aku segera menghampiri mereka berdua dengan gemuruh sesak di dada."Apa yang telah kalian lakukan? Apa itu?"Ku tunjuk photo pernikahan itu dengan emosi yang meluap-luap.Ku lihat Mas Adam dan Helen saling berpandangan, lalu keduanya saling tertawa.Tak ada yang lucu bagiku, aku tetap berdiri di hadapan mereka sembari tubuh gemetar."Kamu kenapa Ratih? Jangan panik begitu melihat photo kami ini. Ini hanya sandiwara," ucap Mas Adam dengan tenangnya."Iya Bibi, ini photo bukan photo sungguhan. Kami sengaja membuatnya karena rumah ini akan kedatangan tamu teman kantornya Mas Adam," sambung Helen.Menurut ku, tetap saja itu berlebihan. Pernikahan bukan suatu hal yang boleh di permainan."Tapi, apa maksudnya? Bukankah di sana sudah ada photo pernikahan kita?" tanyaku lagi sembari menunjuk ke arah photo pernikahan ku dan Mas Adam yang tertempel di dinding ruang tamu."Ratih, untuk sementara akan aku gantikan photo kita itu, dengan photo ini, karena yang teman-teman ku tau, Helen lah istriku.""Kamu berlebihan Mas, kamu benar-benar tidak menghargai aku, kamu anggap apa aku?"Terdengar suara Rahma menangis dari dalam kamar, aku bergegas menemui Rahma dan menggendongnya.Setiap keinginan Mas Adam, tak bisa di ganggu gugat. Aku hanya tak mau bertengkar di depan anak-anak.Ku biarkan mereka melakukan kemauannya.Saat kembali ke dapur, Helen terlihat sedang membalikan ikan yang berada di dalam wajan, seketika Helen menjerit kaget saat minyak panas meletus."Aawww!"Dan Mas Adam berlari ke arah dapur dengan wajah cemas."Ada apa Helen?""Tidak apa-apa Mas, ini minyaknya meletus.""Aduuuuh, Helen. Kenapa kamu di sini. Nanti takutnya minyak panas itu melukai wajah kamu. Ayok!"Mas Adam menarik tangan Helen menuju ruang tamu, aku yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua benar-benar tak di anggap keberadaannya. Mas Adam begitu takut minyak panas melukai wajah Helen, sementara ia sendiri tak pernah takut melukai hatiku.Ku dudukan Rahma di tempat duduknya, dan aku melanjutkan menggoreng ikan.Tak ku izinkan Hanif dan Rahma mendatangi ruang tamu, karena aku tak mau anak-anak ku banyak bertanya tentang photo itu. Kami memilih bermain di dalam kamar. Tak berselang lama, terdengar datangnya beberpa mobil di depan rumah, pertanda tamu Mas Adam telah tiba.Mas Adam dan Helen terdengar menyambut kedatangan tamu dengan suka cita."Bibi, siapin airnya Bi."Terdengar suara Helen memanggilku. Seakan ia menganggap ku babu. Aku tak beranjak dari kamar dan tetap menemani anak-anak."Bibi? Ko lama? Mana airnya?"Teriaknya lagi. Aku masih diam tak pedulikan suruhannya.Tak lama Mas Adam mendatangi ku, dengan wajah kesal."Ayok siapkan hidangannya! Kenapa tetap di sini?""Aku tidak mau!" jawabku tegas."Ratih! Jangan bikin malu aku."Matanya membulat, membuat Hanif dan Rahma ketakutan.Tak ada pilihan lain, aku harus menuruti perintahnya."Hanif, jaga Rahma dulu ya sayang? Ibu mau bantu ayah dulu sebentar."Hanif mengangguk..Aku segera membuat air, dan mengantarnya ke depan, di antara tamu yang datang aku tak melihat kehadiran suami Ririn, hanya dia yang tau kebenaran siapa istri Mas Adam sebenarnya.Ku tata minuman di atas meja, bersama kue pendampingnya. Helen terlihat menebar senyum saat di hadapan tamu-tamu suamiku. Tak hanya itu, sikap Mas Adam yang terlihat mesra di samping Helen membuat aku muak melihatnya."Beruntung sekali kamu Dam, mendapat istri yang cantik seperti ini, oya kalian sudah punya momongan?'' tanya salah seorang teman Mas Adam."Em.. ada dong. Sayang coba lihat Rahma di kamarnya dan bawa dia kemari," pinta Mas Adam.Helen bergegas ke arah kamarku, dan masuk tanpa ragu. Aku segera memburunya."Tidak! Jangan bawa anakku!" Seketika aku menghalangi tubuh Helen yang akan menggendong Rahma."Bibi, berikan Rahma padaku, jangan buat suamimu marah Bi.""Silahkan saja dia marah! Saya tidak takut.""Hmmm, ya sudah kalau itu maunya Bibi. Oya Bi, aku ada di sini karena permintaan suami bibi sendiri. Jadi Bibi jangan marah sama aku, apalagi sama ibuku. Paham?"Helen berlalu meninggalkan kamarku kembali. Aku mengikutinya dari belakang, ingin tau apa jawaban Helen saat kembali tak membawa Rahma."Sayang, Rahma nya masih tidur, kasian mau di bangunin.""Oooh, begitu. Ya sudah tidak apa-apa. Maaf ya, anaknya masih tidur katanya.""Oooh, iya iya, tidak apa-apa ..." jawab teman-teman Mas Adam.Aku benar-benar tak menyangka, keponakan ku sekarang menjadi setega itu. Gadis lucu yang lugu saat dulu, kini telah berubah menjadi wanita penggoda yang menyeramkan.Aku membereskan kamar, dan bermaksud akan menemui rumah Mbak Yuli, ibunya Helen. Meminta tolong pada kakaku agar menasehati anaknya, karena apa yang telah Helen lakukan sudah sangat di luar batasan.Aku sengaja keluar dari pintu belakang, bersama ke dua anakku lalu aku menaiki taksi online.Sesampainya di rumah Mbak Yuli, yang kebetulan berdekatan dengan rumah ibu mertuaku. Awalnya aku mengunjungi ibunya Mas Adam. Ku titipkan anak-anak sementara di sana. Dan aku bergegas mendatangi rumah Mbak Yuli.Beruntung Mbak Yuli ada di rumah, sudah hampir Empat tahun Mbak Yuli menjanda. Ia membesarkan dua orang anak. Helmi anak pertama yang kini sudah berumah tangga, dan Helen anak bungsu yang masih kuliah.Awalnya kami bicara santai, lambat laun obrolan ku arahkan pada pembahasan kedekatnya hubungan antara suamiku dan ponakan ku itu."Apa yang mereka lakukan sudah di luar batasan Mbak, aku sama sekali tidak mereka anggap." keluhku.Mbak Yuli, terlihat tenang menanggapi ucapanku.Tanpa ada reaksi kaget marah, atau kecewa terhadap anaknya."Aku mohon Mbak, Mbak nasehati Helen, jangan sampai dia menjadi bumerang di dalam rumah tangga kami.""Ratih! Kamu bicara panjang lebar tentang Helen, apa kamu sudah berusaha memperbaiki dirimu?""Maksud Mbak?""Ratih, Mbak pikir dalam masalah ini Helen sama sekali tidak salah. Dia hanya membantu suamimu. Dan coba kita pikir kebelakang. Mengapa Adam meminta bantuan Helen? Pasti karena ada yang kurang di diri istrinya, iya kan?""Aku menikah dengan Mas Adam sudah lama Mbak, jadi mana mungkin aku di bandingkan dengan gadis yang baru berkembang seperti Helen?""Itulah kelemahan mu. Ingat Ratih, kita itu sebagai istri harus pintar menjaga diri. Menjaga penampilan. Biar suami tidak lihat kanan kiri. Coba lihat penampilanmu? Aduuh Ratih, bisa nggak si kamu diet? Atau sedikit bedakan, pakai lipstik. Mungkin Adam akan betah kalau lihat istrinya bersolek seperti Helen yang tak pernah lepas dari make up."Aku juga bisa cantikMakeoverBagian 4Aku tertunduk, karena Mbak Yuli terus menerus menyalahkan aku. Bukan penyelesaian masalah yang ku dapat, tapi aku menjadi terpojokan. "Mbak tidak mau kamu lagi-lagi menyalahkan Helen, Helen itu hanya membantu Adam dan itu tidak geratis, Helen melakukan itu untuk membayar biaya kuliahnya, kamu tau sendiri keadaan Mbak yang tidak kerja. Jadi Mbak harap kamu paham ya?''Mbak Yuli beranjak pergi meninggalkan ku seorang diri. Aku pun kembali ke rumah ibu mertuaku untuk mengambil anak anak."Ada apa Tih? Apa Mbak kamu nya ada di rumah?""Ada Bu,""Ada apa? Ko mukamu sedih begitu?"Ku tatap wajah tua ibu mertuaku, rasanya tak tega jika aku harus bercerita masalah rumah tangga ku padanya, pastinya ibu akan sedih dan menjadi kepikiran. Teringat ucapan Mbak Yuli, bahwa semua ini juga salahku yang tak bisa menjaga penampilan di depan suami. Mungkin ada benarnya. Aku harus perbaiki dulu cara ku berhias. "Tidak Bu, tidak apa-apa. Ratih hanya sedang ingat p
Bagian 3Tak Henti-hentinya setiap orang yang melihatku lagi-lagi tertawa terpingkal-pingkal.Aku yang tak paham apa yang mereka lihat lucu, membuat ku bingung dan hanya terdiam."Huussst, kalian jangan begitu dong, kasian kan Bibi, dia udah berusaha untuk tampil cantik depan kalian." ucap Helen, yang sesekali menahan tawanya."Helen, ada apa ini? Kenapa dengan wajahku?""Tidak apa-apa ko Bi, mungkin begitulah cara mereka memuji Bibi."Aku memang tak bisa bersolek, tapi bukan berarti aku tak mengerti apa yang tengah terjadi, yang jelas-jelas mereka mentertawakan aku. "Helen, apa kamu pikir aku bodoh? Mereka mentertawakan aku, bukan sedang menyanjung ku.""Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Adam datang ia melihat semua orang yang ada di ruangan itu tengah menatap ku, bagai tontonan lucu. "Ratih?"Mas Adam mendekat dan menatap wajahku lekat "Ratih! Apa yang kamu lakukan disini? Ya ampuun, benar-benar memalukan! Kata aku apa? Kamu tidak perlu dandan. Lihat hasilnya! Lihat!" Mas Adam berter
Bagian 6"Bagaimana ini? Aku tetap tidak bisa membuatnya, kalau begini mungkin aku harus kursus, tapi pada siapa? Meskipun ada pasti biayanya mahal, sementara uang simpanan ku tinggal sedikit lagi. Ya Allah...berilah petunjuk untuk aku menjalani kehidupan ini,"tuturku lirih, aku benar-benar di pase tak berdaya. "Bu Neni, ya Bu Neni. Mungkin dia bisa membantuku."tiba-tiba, aku teringat sosok Bu Neni, mungkin ia bisa membantu ku. Kini harapan ku begitu besar padanya. Saat itu juga ku ajak ke dua anakku menemui Bu Neni, dia terkenal sebagai tukang rias pengantin yang berpengalaman. Aku berencana kursus padanya. Hari itu, Bu Neni terlihat santai, aku menemuinya di waktu yang tepat."Eh, Ratih tumben Tih, ada apa? Sini, sini masuk." sapa Bu Neni dengan sopannya."Iya Bu, maaf kalau aku mengganggu waktu ibu.""Tidak Tih, ada apa?""Aku datang ke sini, mau kursus rias ke ibu.""Ooowh, kursus rias. Boleh. datang saja setiap hari selasa dan kamis ke sini, itu waktu santai saya. N
Bagian 7“Tidak bisa Ratih, Hanif dan Rahma anak aku. Mereka akan hidup terjamin jika bersamaku. ““Tapi, mereka juga anak anakku Mas, aku bisa melindungi dan memberi makan mereka.”“Pakai apa? Kamu sendiri saja tidak kerja. Hidup terlunta-lunta. Bagaimana kamu bisa membahagiakan mereka?”“Adam, Ratih. Anak kalian kan ada dua, kalian bisa membawanya satu-satu. Agar adil.” Ucap Mbak Yuli.Meskipun berat berpisah dengan salah satu anak, namun pilihan itu yang terbaik. “Biarkan Rahma ikut denganku, dan Hanif ikut kamu.” Ucap Mas Adam, aku hanya bisa menangis tak tahan dengan kesedihan ini, aku pikir perceraian hal yang paling menyedihkan, namun berpisah dengan anak lebih menyakitkan. Mulai saat itu, Mas Adam resmi menceraikan aku. Aku dan Hanif menumpang hidup di rumah Bu Neni. Bu Neni sangat baik padaku dan Hanif. Perlahan aku di ajari hingga bisa merias orang lain. Bu Neni selalu mengajakku, jika ada undangan pekerjaan, seperti merias yang wisuda, acara tunangan, atau per
Bagian 8“Helen kamu di sini juga?”tanyaku balik dengan hati yang mulai tak enak. “Ya, ya iyalah Bi, inikan acara tahunan para model, Bibi ngapain disini? Jadi model juga?” tanyanya sembari menahan tawa dengan sebelah tangannya.“Enggak, Bibi disini mau belajar.”“Hah belajar? Hihihi, gak salah dengar ya aku? Tapi oke deh. Meskipun telat belajarnya.”Helen mendelik ke arahku. Kenapa aku harus bertemu dengan dia disini? Sebaiknya aku pindah pindah tempat duduk saja, tak nyaman rasanya dekat Helen yang terlihat terus mentertawakan aku. Tapi, aku duduk dimana? Mataku terus liar menoleh ke semua arah, mecari tempat duduk yang jauh dari gadis ini. Nyatanya semua tempat duduk sudah di beri nomor sesuai pendaftaran.Aku pun pasrah hanya bisa menghela nafas, dan mencoba duduk dengan tenang. “Helen, kali ini kamu harus jadi pemenangnya! Ingat saya sudah bayar mahal kamu.” Ucap seorang wanita berambut pirang, mereka terlihat begitu akrabnya.“Tenang saja Mak, tahun kemarin tau sendi
Bagian 9Akhirnya acara pun dimulai, dari kata sambutan yang di sampaikan oleh para panitia acara, hingga ke teori yang di sampaikan oleh seorang dokter kecantikan.Selanjutnya ke acara inti loba Rias Modern. Semua peserta saling berhadapan bersama modelnya masing-masing, ya aku duduk menghadap Kania yang siap me make over wajahku.“Kania, kamu yakin mau pakai modelnya aku?” tanyaku ragu.“Ya elah, kamu masih ragu aja, udah deh diem pokoknya kamu anteng aja diem, biar ku obrak abrik nih wajahmu,” jawab Kania penuh gurau. Terdengar aba-aba dari panitia, untuk memulai lomba.“Oke guys, gimana semua sudah siap dengan alat tempurnya?”“Siaaaap....” para peserta dengan semangatnya menjawab.“Oke, siapkan model kalian masing-masing, jangan sampai di lewatkan kesempatan ini, karena hadiah yang telah kami siapkan begitu wow! Untuk juara Satu akan mendapatkan uang sebesar Dua ratus juta rupiah, juara ke Dua mendapatkan uang sebesar Seratus Lima puluh juta rupiah, dan untuk pemenang
Bagian 10Saat itu, masih acara penampilan peserta yang lain, dan masih tersisa cukup banyak, sembari menunggu Kania mengajakku untuk makan dulu.“Kamu lapar nggak? Kita makan dulu yuk?” ajaknya.“Tapi acaranya?”“Ah sudahlah, masih lama. Kita menunggunya sambil ngisi perut. Ayok!’’ Kania menarik tanganku. Namun sebelumnya، aku diminta mengganti baju, setelah itu kami menuju tempat makan. Di kesempatan makan bersama itu, kami saling bertukar cerita tentang pengalaman hidup. Kania terlihat terkejut saat ku ceritakan kisah kehidupanku.“Apa? Jadi gadis sombong itu benar benar ponakan mu?”Aku mengangguk. “Sudahlah Ka, kejadiannya sudah berlalu, lagi pula aku sudah memaafkan dia dan mantan suamiku.’’“Kami yang sabar ya Tih, aku yakin kamu akan sukses di pekerjaan ini. Oya kamu mau gak gabung di salon dan butik aku? Sekaligus jadi model ku lagi?” “Kania, bukan aku menolak bantuan mu, tapi saat ini aku ingin membalas kebaikan Bu Neni padaku selama ini.”“Siapa Bu Neni?”“
BAGIAN 11Kami kembali ke tempat duduk semula, sembari menunggu pembagian hadiah. “Wiih, Ratih terbang ke Perancis Ka,” ucap Lili dengan wajah berbinar.“Iya, Li, beruntung sekali dia. Kita aja yang setiap tahun hadir ke acara ini belum pernah dapat kesempatan itu, lah dia, niatnya nonton doang, eh tau-tau nya dapat rejeki nomplok.”Kania dan Lili tertawa bahagia. Sungguh ini seperti mimpi indah untuk ku, aku sendiri pun tak pernah menduga akan berada di posisi ini. Aku tak mampu berkata-kata, Allhamdulillah... Allah memberiku jalan dengan pertemuan ini. Dari kejauhan aku melihat Helen datang menghampiri ku dengan nafas tersengal senggal, terlihat terburu-buru. “Bibi! Kalau mau menang jangan curang. Bisanya kalian main mistis.” Teriaknya dengan nada bicara menggebu-gebu.Kami bertiga menatap heran kedatangan Helen. Dengan cepat Kania pasang badan di hadapannya.“Hei, gadis sombong! Apa maksud kamu bicara seperti itu? Hah?”“Apa kalian pikir gue gak tau? Kalian memasang