Beranda / Urban / AKU MEMBUNUH IPARKU / BAB 9 SUMBANGAN

Share

BAB 9 SUMBANGAN

Penulis: Lailatun H
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 13:55:02

"Kalau begitu kau dengan si Lily sama gilanya." Gerutu Bapak.

"Coba Ishaq, kau didiklah bagaimana seharusnya istrimu itu." Kata Bapak kepada Ishaq. 

Kulihat wajah Bang Ishaq memerah.

"Si Rossy, umurnya paling muda diantara kalian tapi isi pikirannya lebih baik." Ucap Bapak lagi.

"Coba sih dijaga bicaramu, Rara, Lily, terutama di depan besan kami. Bukan kau yang dianggap kurang ajar, tapi aku, Bapakmu yang dipandang orang kurang ajar akibat perbuatanmu. Terutama kau, Rara. Macam tak punya otak kau kulihat. Malu saya kau buat didepan Pak Ikram, kalian minta mereka membayar biaya si Marry. Si Naya ini menantu kami, dunia akhirat dia sudah jadi bagian keluarga ini, kalian masih anggap dia dan keluarganya seperti orang lain. Lagipula yang terjadi pada Marry bukan sepenuhnya kesalahan Naya, salah si Marry bikin gara-gara." Bapak bicara panjang lebar.

"Lily yang nyuruh aku ngomong." Rara membela diri.

"Mana ada aku nyuruh kau ngomong." Elak Lily.

"Tadi itu, bilang sama ayahnya Naya, Ra, dia harus tanggungjawab bayar biaya pengobatan Marry, anaknya yang bikin ulah. Begitu kan kau bilang?" Balas Rara.

Wajah Lily merah padam, mungkin ia malu dan marah.

"Bodohnya kau, Rara. Mau saja dijerumuskan si Lily. Memang tak ada otakmu kurasa." Ujar Bapak.

"Pergilah kau dari depan saya! bukannya membantu memecahkan masalah malah kau tambah-tambah masalah. Kupecahkan juga nanti kepalamu!" Bentak Bapak.

"Selama ini kau anggap orangtuamu ini bodoh, karena kami tak berpendidikan. Sengaja kami sekolahkan kalian tinggi-tinggi, supaya bagus kelakuanmu, tapi rasanya percuma saja sekolahmu itu. Tetap saja kurang ajar kau pada orangtuamu. Tak ada artinya gelar di depan dan di belakang namamu itu. Mulutmu itu berbahaya, meracuni saudaramu sendiri. Saya yakin ada andil si Lily dalam peristiwa Marry ini."

Kami semua terdiam.

Aku tercengang dengan kalimat terakhir Bapak. Benarkah dalam kejadian kemarin ada keterlibatan Lily?

Tak lama Rossy memberikan catatan kepada Bapak. Terlihat jumlah sumbangan yang disepakati dari masing-masing orang. 

Rara: Rp. 0,- 

Lily: Rp. 0,-

Anggun: 5 JT

Naura: 15 JT

Nandean : 50 JTRossy: 20 JT

Bapak: 100 JT

Di ruang perawatan Leang, keluargaku berdiskusi. Mereka sepakat bahwa Ayah, ibu, dan kedua kakakku tetap akan memberikan santunan untuk biaya pengobatan Marry.

Siang itu Leang terbangun, makan bubur, minum obat, bercanda sebentar, lalu tidur lagi. Dia tidak mau menggunakan Pampers sehingga kakakku bergantian menggendongnya ke kamar mandi.

"Nay, batu permata yang bagus tidak terbentuk di dalam lumpur, tapi didalam bumi. Dihimpit bebatuan, ditempa panas yang tinggi. Sehingga ia kuat, sulit dipecahkan, dan bernilai jual mahal." Kata Ayah.

"Jadi jika kita sering menghadapi kesulitan, dihimpit kesedihan, dipanasi penderitaan, artinya kita sedang dibentuk menjadi manusia yang kuat dan berharga." Lanjut ayah.

"Kamu bersyukur bertemu dengan orang-orang seperti iparmu. Dari mereka kamu bisa belajar bahwa disakiti itu sangat tidak nyaman, maka jangan menyakiti orang lain. 

Kamu juga bisa mempelajari berbagai karakter manusia, bahwa tidak semua orang sama seperti kita, tapi kita harus yakin bahwa orang baik biasanya akan dipertemukan dengan hal-hal dan orang-orang baik."

"Dari yang menyakitkan kita belajar bahwa tidak semua hal harus kita dekap erat saat suka dan kita lepaskan saat benci. Sesuatu yang kita benci kadang juga memiliki manfaat, sesuatu yang sangat kita sukai kadang-kadang juga membawa mudharat."

"Ayah bersyukur mendapati bahwa kau pernah dikelilingi mereka yang berperangai buruk, tetapi engkau tak terbawa menjadi buruk. Tapi itu saja belum cukup. Harus diupayakan bahwa mereka yang berperangai buruk bisa berubah karena kebaikan-kebaikan yang kita lakukan."

"Yang pasti, tidak ada manusia yang sempurna. Engkau mungkin telah bertahun-tahun menahan diri, tetap bersikap baik, namun akhirnya kontrol dirimu terlepas. Pasti engkau pernah merasa bahwa percuma berbuat baik toh mereka tetap berbuat buruk padamu. Tapi kita semua tahu, baik atau buruk perbuatan kita akan kembali ke diri kita sendiri."

Ayah bicara panjang lebar.

Suasana hening.

Aku terpekur mendengarkan.

Air mataku mengalir perlahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 61

    Sebulan berlalu tanpa ada berita apa-apa tentang para iparku. Sesekali Mama menelpon menanyakan Leang, tapi tak pernah menyinggung tentang anak-anaknya. Hanya ada satu cerita dari beliau, kini Marry sudah rajin beribadah. Aku mengucapkan syukur.Hingga di suatu sore, Rara menelpon."Bapak Leang, si Lily sudah beli rumah!" serunya."Alhamdulillah..." jawab Nandean."Harganya limaratus juta," lanjut Rara "Syukurlah," sahut Nandean."Lebih mahal dari rumah kalian," kata Rara lagi."Ya, rumah kami memang tidak semahal itu," jawab Nandean datar."Kau mau menyumbang apa?" tanya Rara."Maksudnya?" Nandean balik bertanya."Perabotan Lily belum ada, jadi dia minta sumbangan dari kita," jawab Rara."Katakan pada Lily, beli otak dulu baru beli rumah!" ujar Nandean ketus dan langsung memutuskan sambungan telepon."Apalah maksudnya, pamer beli rumah limaratus juta, rumahnya lebih mahal dari rumah kita, tapi minta sumbangan beli perabot! Sakit Jiwa orang itu," gerutu Nandean.Aku tertawa kecil

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 60 BAPAK MARAH

    Sebulan sudah Lily dan Antar berada di rumah Bapak. Nandean sering bercerita bahwa Bapak sering mempertanyakan mengapa Antar bisa meninggalkan pekerjaannya lebih dari sepuluh hari, padahal cuti maksimal yang bisa didapatkan seorang karyawan maksimal cuma 10 hari."Mungkin dia berniat mencari pekerjaan lain, pak," jawab Nandean."Sudah sebulan ini dua orang itu makan-tidur, makan-tidur di rumah saya," gerutu Bapak."Tak ada basa-basinya menambah uang belanja Mamamu atau membantu pekerjaannya di rumah. Saya lihat Mamamu kerepotan sendiri di rumah," kata Bapak lagi."Bapak bilanglah kalau bapak keberatan," saran Nandean."Sudah pernah saya tanya, alasannya tunggu proses mutasi si Lily," jawab Bapak."Tunggu proses kan tidak harus disini, bisa tunggu di kampungnya sana," ujar Nandean."Seminggu yang lalu si Marry lihat si Antar membuka-buka laci buffet di ruang depan katanya. Waktu ditanya, dia bilang sedang cari gunting. Si Lily ada di kamarnya, Mamamu sedang di belakang." Bapak bercerit

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 59 PINJAM MOBIL

    "Aku mau pakai mobil," katanya."Terus?""Bawa sini mobil Bapak!""Mau aku pakai!""Kau kan punya mobil sendiri,""Itu mobil mertuaku, mau dipakai anaknya!""Biasanya Naya tidak bawa mobil,""Sekarang disuruh ayahnya bawa mobil, karena setiap pagi dia mengantarkan Leang ke rumah mertuaku,""Kau sajalah yang mengantarkan mereka!""Naya berangkat lebih pagi dari aku,""Rempong amat sih!""Kau yang rempong! Tak punya mobil tapi ingin pakai mobil! Naik motor saja kalau belum punya mobil,""Sok kaya kau!""Jangan lupa, motor yang kau pakai itu juga punyaku! Baca nama di STNK nya baik-baik!"Klik! Panggilan diputus.Nandean tertawa."Kapan lagi aku bisa mengerjai mereka, kalau tidak sekarang." Dia bicara sendiri."Nanti kau berubah jadi seperti mereka, Pak," sahutku."Ya, tidaklah! Aku kan hanya mengantisipasi berbagai kemungkinan, sekaligus memberi pelajaran pada Lily sedikit demi sedikit.

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 58 LILY TIBA DI RUMAH

    Sebulan kemudian Lily dan Antar kembali ke rumah Bapak."Aku tak mau pindah kamar, Pak!" Marry protes kepada Bapak."Lalu kakakmu tidur dimana nanti?" tanya Bapak."Di kamar belakang lah! Kan kosong!" Marry berkeras."Memangnya aku pembantu?" ujar Lily emosi."Dulu kau yang bilang, kalau sudah menikah tidak boleh menempati kamar yang ada di depan, harus di belakang," jawab Marry."Kapan aku bilang?" debat Lily."Waktu Nandean dan Naya tinggal disini!" jawab Marry keras."Ooo... Jadi kau anggap aku dan istriku pembantu waktu tinggal disini ya?" tanya Nandean sambil tertawa."Aku tidak bilang begitu," gumam Lily."Tadi kau bilang, 'memangnya aku pembantu?' seolah yang ada dalam pikiranmu hanya pembantu yang pantas tidur di kamar belakang," cecar Nandean."Konsisten dong, Ly, konsisten. Apa yang pernah kau ucapkan, kau ajarkan pada adik-adikmu, harus kau laksanakan." Nandean bicara sambil menahan tawa."Kau dengar

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 57 LILY MINTA DIJEMPUT

    "Tapi jangan main-main dengan saya, kalau ada yang berniat jahat pada keluarga saya, akan saya balas lebih jahat!" lanjutnya sambil tertawa.Lily menangis terisak-isak. Antar hanya diam.Setelah semua siap, kami pun berangkat. Kembali menyusuri jalan-jalan kampung yang lengang, melewati pasar-pasar desa, dan memasuki jalan lintas provinsi.Tiba-tiba Bapak tertawa, "saya rasa cocok si Lily bertemu mertua seperti Mamak si Antar ini. Sama-sama beringas dan bermulut pedas," ujarnya.Mama ikut tertawa."Semoga ke depannya jadi baik semua, Pak," ujar Nandean."Yang masih mengganggu pikiran saya, apa motif si Antar waktu berniat kabur kemarin itu ya?" tanya Bapak."Sebab orangtuanya orang baik-baik saya lihat," lanjut Bapak."Cuma si Antar lah yang tahu alasannya. Apa kita kembali lagi kesana, menanyakan langsung pada si Antar, pak?" tawar Nandean sambil tertawa.Bapak dan Mama tertawa kecil.Pikiranku melayang pada Lily. Membayan

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 56 PERPISAHAN DENGAN LILY

    "Tidak jauh kan kebunnya, Mak?" tanyaku."Dekat, lima menit pun jalan kita sampai," jawabnya."Ayoklah! Kuambil dulu karung di belakang," lanjutnya."Aku ikutlah!" ujar Nandean."Mama juga ingin ikut," ucap Mama."Ayoklah! Kita ke kebun, tak jauh! Sambil jalan pagi-pagi," ajak Pak Busthami.Akhirnya kami berangkat ke kebun. Sepanjang jalan Pak Busthami bercerita tentang kebun-kebun yang kami lalui."Milik kami tinggal tiga per empat hektar inilah, yang lain sudah habis dijual untuk biaya sekolah si Farida dan Antar."Kami hanya tersenyum menanggapi ceritanya."Si Farida agak lumayan hidupnya. Suaminya rajin berkebun dan menjual hasilnya langsung ke pedagang di pasar-pasar. Banyak langganannya. Kami pun kalau panen menitipkan hasil panen pada si Arifin untuk dijualkan." Kata Bu Busthami."Kalau si Antar tak mau dia ke kebun. Sudah terbiasa di kota, malas dia mau ke kebun," lanjutnya.Kami pun memetik jeruk den

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status