Share

BAB 8

Author: Lailatun H
last update Last Updated: 2022-03-25 08:05:43

Kami memilih tempat di sebuah sudut halaman parkir yang agak rindang untuk bermusyawarah.  

Bapak mulai membuka rundingan, menyampaikan hasil diagnosa dokter dan rencana tindakan medis yang harus dilakukan termasuk estimasi biaya.

"Jadi Saya mengumpulkan kalian untuk memusyawarahkan bagaimana kita akan mengatasi masalah ini. Setiap orang harus berpendapat, supaya nanti tidak ada saling iri dan saling menyalahkan. Kita semua mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan Marry." Kata Bapak.

"Yang membuat Marry sakit lah yang bertanggungjawab." Celetuk Rara yang langsung diperingatkan oleh Bang Ishaq, suaminya.

"Apaan sih" katanya pelan.

"Aku setuju sama Rara." Kata Lily.

"Kalau gak mau tanggungjawab, kita laporkan ke kepolisian, kasus penganiayaan." Lanjutnya.

Nandean mendehem.

"Kalau menurut aku sih kita bisa sumbangan semampu kita, jika masih kurang nanti dicarikan jalan lainnya." Kata Naura yang diiyakan oleh Tanto, suaminya.

"Aku terserah Bapak aja, pak. Bagaimana sebaiknya. Tabunganku juga lagi kosong." Kata Anggun.

"Aku nyumbangin tabunganku, pak. Tapi bagi dua, untuk Marry setengah dan setengahnya lagi untuk Leang." Kata Rossy.

"Kalau Bapak si Leang juga pasti keluar uang banyak untuk biaya Leang." Mama menanggapi.

"Sebenarnya ini tanggungjawab saya sebagai orangtuanya, tapi saya ingin melibatkan anak-anak saya dalam mengatasi masalah ini, supaya kalian tahu dan merasakan bagaimana seharusnya hidup bersaudara. Saling bantu, saling tolong, saling mendukung. Bergandengan tangan melewati kesulitan, bahu membahu mengatasi kesusahan.

Setelah mendengar masing-masing pendapat kalian, silakan kalian sebutkan nominal yang bisa kalian sumbangkan, biar sisanya kita pikirkan lagi sama-sama. Rossy, kau catatlah jumlah sumbangan kakak-kakakmu." Kata Bapak.

"Selain soal si Marry, keluarga Nandean juga harus kita pikirkan. Saat ini kau tahu sendiri anaknya juga masih dalam proses perawatan di rumah sakit ini." Lanjut bapak.

"Untuk biaya perawatan anakku tak perlu kalian pikirkan. Kita fokus saja pada biaya yang dibutuhkan Marry." Ujar suamiku.

"Ya iyalah. Dia ketabrak sendiri kok. Kalau mau minta saja ganti rugi pada si penabrak." Kata Lily.

"Oh begitu?" Tanya Nandean.

"Ya iya. Yang nabrak Leang lah yang tanggungjawab. Masa kita yang harus nanggung biayanya juga." Rara menjawab.

"Kalau begitu kita urutkan kronologi kejadiannya ya?" Tanya Nandean.

"Anakku lari keluar karena pintu pagar yang sengaja dibuka lebar oleh Marry, bahkan Marry sendiri bilang: biar saja ketabrak mobil, biar mati sekalian! Artinya ada unsur kesengajaan dari Marry supaya anakku celaka. Iya kan? Berarti aku dan istriku seharusnya minta pertanggungjawaban Marry.

Kalau yang ada dalam pikiranmu seperti ini, maka aku minta tolong padamu, bangunkan Marry sekarang lalu suruh dia bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada anakku.

Setelah urusan anakku selesai, biarkan Marry terbaring lagi lalu kau minta Naya bertanggungjawab. 

Aku yakin Naya dan keluarganya mau bertanggungjawab.

Istriku ini bukan yatim piatu ya, dia tidak hidup sebatang kara. Keluarganya siap membantu dan membela dia. Jadi jangan kau merasa hebat sendiri, semena-mena pada orang lain.

Atau kita laporkan saja kedua kasus ini ke polisi. Begitu maumu?" Papar Nandean.

Lily terdiam.

"Entah dimana otakmu kau simpan, Lily." Gerutu Bapak.

"Kau juga maunya begitu kan, Ra?" Tanya Nandean.

"Gila saja disuruh membangunkan orang yang sedang tidak sadar untuk tanggungjawab." Kata Rara sewot.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 61

    Sebulan berlalu tanpa ada berita apa-apa tentang para iparku. Sesekali Mama menelpon menanyakan Leang, tapi tak pernah menyinggung tentang anak-anaknya. Hanya ada satu cerita dari beliau, kini Marry sudah rajin beribadah. Aku mengucapkan syukur.Hingga di suatu sore, Rara menelpon."Bapak Leang, si Lily sudah beli rumah!" serunya."Alhamdulillah..." jawab Nandean."Harganya limaratus juta," lanjut Rara "Syukurlah," sahut Nandean."Lebih mahal dari rumah kalian," kata Rara lagi."Ya, rumah kami memang tidak semahal itu," jawab Nandean datar."Kau mau menyumbang apa?" tanya Rara."Maksudnya?" Nandean balik bertanya."Perabotan Lily belum ada, jadi dia minta sumbangan dari kita," jawab Rara."Katakan pada Lily, beli otak dulu baru beli rumah!" ujar Nandean ketus dan langsung memutuskan sambungan telepon."Apalah maksudnya, pamer beli rumah limaratus juta, rumahnya lebih mahal dari rumah kita, tapi minta sumbangan beli perabot! Sakit Jiwa orang itu," gerutu Nandean.Aku tertawa kecil

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 60 BAPAK MARAH

    Sebulan sudah Lily dan Antar berada di rumah Bapak. Nandean sering bercerita bahwa Bapak sering mempertanyakan mengapa Antar bisa meninggalkan pekerjaannya lebih dari sepuluh hari, padahal cuti maksimal yang bisa didapatkan seorang karyawan maksimal cuma 10 hari."Mungkin dia berniat mencari pekerjaan lain, pak," jawab Nandean."Sudah sebulan ini dua orang itu makan-tidur, makan-tidur di rumah saya," gerutu Bapak."Tak ada basa-basinya menambah uang belanja Mamamu atau membantu pekerjaannya di rumah. Saya lihat Mamamu kerepotan sendiri di rumah," kata Bapak lagi."Bapak bilanglah kalau bapak keberatan," saran Nandean."Sudah pernah saya tanya, alasannya tunggu proses mutasi si Lily," jawab Bapak."Tunggu proses kan tidak harus disini, bisa tunggu di kampungnya sana," ujar Nandean."Seminggu yang lalu si Marry lihat si Antar membuka-buka laci buffet di ruang depan katanya. Waktu ditanya, dia bilang sedang cari gunting. Si Lily ada di kamarnya, Mamamu sedang di belakang." Bapak bercerit

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 59 PINJAM MOBIL

    "Aku mau pakai mobil," katanya."Terus?""Bawa sini mobil Bapak!""Mau aku pakai!""Kau kan punya mobil sendiri,""Itu mobil mertuaku, mau dipakai anaknya!""Biasanya Naya tidak bawa mobil,""Sekarang disuruh ayahnya bawa mobil, karena setiap pagi dia mengantarkan Leang ke rumah mertuaku,""Kau sajalah yang mengantarkan mereka!""Naya berangkat lebih pagi dari aku,""Rempong amat sih!""Kau yang rempong! Tak punya mobil tapi ingin pakai mobil! Naik motor saja kalau belum punya mobil,""Sok kaya kau!""Jangan lupa, motor yang kau pakai itu juga punyaku! Baca nama di STNK nya baik-baik!"Klik! Panggilan diputus.Nandean tertawa."Kapan lagi aku bisa mengerjai mereka, kalau tidak sekarang." Dia bicara sendiri."Nanti kau berubah jadi seperti mereka, Pak," sahutku."Ya, tidaklah! Aku kan hanya mengantisipasi berbagai kemungkinan, sekaligus memberi pelajaran pada Lily sedikit demi sedikit.

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 58 LILY TIBA DI RUMAH

    Sebulan kemudian Lily dan Antar kembali ke rumah Bapak."Aku tak mau pindah kamar, Pak!" Marry protes kepada Bapak."Lalu kakakmu tidur dimana nanti?" tanya Bapak."Di kamar belakang lah! Kan kosong!" Marry berkeras."Memangnya aku pembantu?" ujar Lily emosi."Dulu kau yang bilang, kalau sudah menikah tidak boleh menempati kamar yang ada di depan, harus di belakang," jawab Marry."Kapan aku bilang?" debat Lily."Waktu Nandean dan Naya tinggal disini!" jawab Marry keras."Ooo... Jadi kau anggap aku dan istriku pembantu waktu tinggal disini ya?" tanya Nandean sambil tertawa."Aku tidak bilang begitu," gumam Lily."Tadi kau bilang, 'memangnya aku pembantu?' seolah yang ada dalam pikiranmu hanya pembantu yang pantas tidur di kamar belakang," cecar Nandean."Konsisten dong, Ly, konsisten. Apa yang pernah kau ucapkan, kau ajarkan pada adik-adikmu, harus kau laksanakan." Nandean bicara sambil menahan tawa."Kau dengar

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 57 LILY MINTA DIJEMPUT

    "Tapi jangan main-main dengan saya, kalau ada yang berniat jahat pada keluarga saya, akan saya balas lebih jahat!" lanjutnya sambil tertawa.Lily menangis terisak-isak. Antar hanya diam.Setelah semua siap, kami pun berangkat. Kembali menyusuri jalan-jalan kampung yang lengang, melewati pasar-pasar desa, dan memasuki jalan lintas provinsi.Tiba-tiba Bapak tertawa, "saya rasa cocok si Lily bertemu mertua seperti Mamak si Antar ini. Sama-sama beringas dan bermulut pedas," ujarnya.Mama ikut tertawa."Semoga ke depannya jadi baik semua, Pak," ujar Nandean."Yang masih mengganggu pikiran saya, apa motif si Antar waktu berniat kabur kemarin itu ya?" tanya Bapak."Sebab orangtuanya orang baik-baik saya lihat," lanjut Bapak."Cuma si Antar lah yang tahu alasannya. Apa kita kembali lagi kesana, menanyakan langsung pada si Antar, pak?" tawar Nandean sambil tertawa.Bapak dan Mama tertawa kecil.Pikiranku melayang pada Lily. Membayan

  • AKU MEMBUNUH IPARKU   BAB 56 PERPISAHAN DENGAN LILY

    "Tidak jauh kan kebunnya, Mak?" tanyaku."Dekat, lima menit pun jalan kita sampai," jawabnya."Ayoklah! Kuambil dulu karung di belakang," lanjutnya."Aku ikutlah!" ujar Nandean."Mama juga ingin ikut," ucap Mama."Ayoklah! Kita ke kebun, tak jauh! Sambil jalan pagi-pagi," ajak Pak Busthami.Akhirnya kami berangkat ke kebun. Sepanjang jalan Pak Busthami bercerita tentang kebun-kebun yang kami lalui."Milik kami tinggal tiga per empat hektar inilah, yang lain sudah habis dijual untuk biaya sekolah si Farida dan Antar."Kami hanya tersenyum menanggapi ceritanya."Si Farida agak lumayan hidupnya. Suaminya rajin berkebun dan menjual hasilnya langsung ke pedagang di pasar-pasar. Banyak langganannya. Kami pun kalau panen menitipkan hasil panen pada si Arifin untuk dijualkan." Kata Bu Busthami."Kalau si Antar tak mau dia ke kebun. Sudah terbiasa di kota, malas dia mau ke kebun," lanjutnya.Kami pun memetik jeruk den

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status