Musibah Di Acara Ulang TahunKring!Ponselku berdering. Segera kuraih benda pipih yang tergeletak di atas meja rias itu, lalu mengangkat dan menempelkannya di telinga."Halo, Ver, kangen tau! Gitu ya, mentang-mentang pengantin baru, susah dihubungi," cercaku kesal. Semenjak menikah Vera sudah jarang mengunjungiku di sini. Bahkan di telepon pun susahnya minta ampun."Bukan gitu. Maafkan diriku, Sayang! Masih sibuk kemarin ngurus pindah rumah. Aku kan istri yang baik, jadi harus ikut kemana pun suamiku pergi, ya, kan?" "Iya, lah, yang pengantin baru. Paham kok, paham! Hahaha!""Jadikan besok acaranya? Aku baru baca chat darimu tadi kemarin pagi. Maaf, ya! Tapi besok, aku usahain untuk datang. Janji deh!""Gitu dong. Janji, ya! Keysha nungguin loh. Kangen Tante Vera katanya. Kami tunggu loh, ya!" "Iya, iya. Salam sama Keysha ya, besok Tante Vera datang. Assalammualaikum." Panggilan telepon dengan Vera berakhir. Empat tahun sudah berlalu. Keysha dan Zidan sudah semakin besar. Keysha se
Pembelaan Dari Bang FaizBang Faiz berhasil menangkap tubuh Zidan, tetapi dia terpeleset oleh tumpahan air tersebut. Bang Faiz terjatuh bersama Zidan. Kepalanya membentur sudut meja. Kepala Bang Faiz berdarah, dan sepertinya dia tidak sadarkan diri. Semua orang di ruangan menjerit. Lalu berlari menghampiri Bang Faiz dan Zidan. Darah di kepala Bang Faiz mengalir cukup deras. "Bawa ke rumah sakit saja, Rat!" ucap Vera panik."Iya, kamu benar Ver. Ayo, kita angkat Faiz ke mobil," seru Andi kepada beberapa orang laki-laki yang siap membantu Andi.Bang Faiz diangkat ke mobil, lalu dibawa ke rumah sakit. Gegas aku meminta kepada pembawa acara untuk menutup acara. Tak lupa aku mengucapkan permohonan maaf atas kejadian barusan. "Kita susul ke rumah sakit, ya, Ver!" ujarku kepada Vera setelah tamu-tamu pulang semuanya."Iya, kita harus segera berangkat, Rat. Anak-anak di rumah saja. Biar Mirna yang jaga."Aku dan Vera segera melaju dengan mobil yang dikendalikan oleh Vera. Di tengah perjala
POV MamaSetelah keluar dari penjara. Aku berharap Faiz dan Chintya dapat bersatu layaknya satu keluarga yang utuh. Namun, kenyataan yang kuterima, Faiz menolak kehadiran Chintya. Padahal, dia sudah berpisah dengan Ratna untuk waktu yang cukup lama. Entah apa yang menyebabkan Faiz masih saja mengharapkan Ratna. Kalau dilihat dari penampilan, Chintya masih lebih menarik dari Ratna, secara dia selalu merawat penampilannya karena dia mempunyai banyak uang. Kecillah baginya kalau hanya sekedar perawatan kecantikan. Sedangkan Ratna, hanya gadis kampung yang kebetulan bernasib baik bisa menikah dengan Faiz. Berbagai cara sudah kulakukan untuk menyatukan Faiz dengan Chintya, tapi bukannya bersatu malah Faiz menjatuhkan talak pada Chintya tepat sehari setelah Chintya keluar dari penjara. Padahal, mereka sudah memiliki seorang anak. Selama Chintya di penjara, Faizlah yang merawat anak itu. Tapi, entah apa sebabnya, kini Faiz tak mau lagi merawat anak itu. Bahkan, Faiz mengusir Chintya dan
PamitEnam bulan kemudian. Entah kemana perginya Bang Faiz. Sudah enam bulan dia tak menjenguk Keysha dan Zidan. Dia hanya melakukan panggilan video dengan kedua anaknya itu. Pernah aku membawa Keysha dan Zidan ke rumahnya, karena mereka sangat rindu dan ingin bertemu dengan ayah mereka. Tepatnya sebulan yang lalu. Tapi, kata penghuninya, Bang Faiz dan keluarganya sudah pindah, dan tak tau dimana alamat mereka sekarang. Sampai sekarang Bang Faiz belum menghubungi lagi.Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga Bang Faiz? Mengapa mereka menghilang tanpa kabar. Lalu, siapa yang melanjutkan usaha mereka? Apakah usaha itu juga sudah tak dijalankan oleh Bang Faiz lagi? "Mbak, Zidan demam! Suhu tubuhnya tinggi." seruan Mirna menyadarkanku dari lamunan. "Kok bisa? Barusan sebelum tidur, Zidan main mobil-mobilan, kan?" tanyaku sembari menyusul langkah Mirna menuju kamar Zidan."Gak tau, Mbak. Tadi waktu bangun Zidan nangis, dan ternyata badannya panas." ujar Mirna sedih."Ya, sudah! Kit
Bayiku Hilang“Antarkan saja Ratna ke rumah orang tuanya, Faiz! Mama capek mengurusi orang stres seperti itu.” sayup-sayup kudengar suara Mama sedang menghasut Bang Faiz agar mengantarkanku pulang ke rumah Bapak dan Ibu. Padahal aku tak membebaninya di rumah ini. Aku masih bisa mengurus diriku sendiri. Pekerjaan rumah pun aku kerjakan seperti biasanya.Aku sedang berada di dalam kamar pagi ini. Seperti kemarin-kemarin, aku tak ikut bergabung bersama mereka di ruang makan untuk sarapan atau pun makan siang dan makan malam. Memang setiap hari kuhabiskan dengan berdiam diri di dalam kamar ini sambil menangis. Itu mungkin yang membuat Mama mengatakan kalau aku ini stres.Kutajamkan lagi pendengaranku.“Tapi, kasihan Ratna, Ma! Dia pasti sangat sedih sekali, makanya dia sering berdiam diri di kamar. Dia tidak stres, Ma!” ucap Bang Faiz membantah perkataan Mama. Betul, Bang! Aku tidak stres. Aku hanya sedang ber
Foto Suami Bersama Wanita"Lah … lalu bayi yang didorong Bang Faiz, bayi siapa?" tanya Vera panik.“Entahlah Ver, aku pun tak tau. Begini saja, aku boleh minta tolong, Ver?” ucapku pelan.“Tentu bisalah! Apa sih yang nggak aku buat untuk sahabatku ini? Ngomong aja, aku bisa bantu apa?” ucap Vera bersemangat.“Tolong kamu ikutin kemana Bang Faiz bawa bayi itu. Sama siapa dia di tempat itu. Trus ... jangan lupa fotoin and kirim ke aku ya, Ver!” pintaku pada Vera. Aku harus tau bayi siapa yang sedang dibawa oleh Bang Faiz.“Oke, Rat. Tunggu ya, detektif Vera akan segera beraksi.” Setelah mengatakan itu, Vera menutup sambungan telepon.Hatiku berdebar tak menentu. Ingin marah tapi belum ada bukti kuat kalau Bang Faiz sedang berbuat macam-macam di sana. Sebaiknya kutunggu saja kabar dari Vera.Tak lama, gawaiku berbunyi lagi. Sebuah pesan gambar masuk ke aplikasi berwarna hijau d
Kemana Popok Bayiku?Loh … lemarinya kok kosong?" ucapku terkejut ketika melihat isi dalam lemari bayiku sudah tak ada lagi. Kemana semua popok dan baju bayiku? Jangan-jangan ….Aku bergegas berlari ke luar kamar mencari Bang Faiz."Bang … Bang Faiz!" teriakku memanggil Bang Faiz."Hei … Ratna, baru sampai sudah teriak-teriak. Ada apa?" tanya Mama mertuaku ketus."Ratna mencari Bang Faiz, Ma. Mama melihatnya?" Mama hanya mengangkat bahu dan mencebikkan bibirnya."Untuk apa mencari Bang Faiz? Bukankah dari tadi dia bersama Kakak?" ucap Maya dari bang pintu kamarnya."Ada apa, Ratna? Abang ambil minum di dapur." Bang Faiz keluar dari dapur."Itu Bang, kemana semua popok-popok dan baju-baju bayi yang kusimpan di lemari? Lemarinya kosong!" ucapku panik."Oo … itu. Eeee … anu—""Mama sumbangkan ke panti asuhan." Mama memotong ucapan Bang Faiz."Mama menyumbangkanny
Mencari InformasiKukeluarkan satu per satu baju-baju kotor itu dari dalam keranjang. Sampai di baju paling akhir, aku terkejut melihat sehelai kain kecil yang tersisa di dasar keranjang. Ada sebuah celana bayi yang sudah kotor di situ."Celana bayi? Milik siapa ini?" ucapku lirih. Pikiranku kembali berkelana ke foto yang dikirimkan Vera waktu itu. Aku yakin, Bang Faiz menyimpan sebuah rahasia. Aku harus mencari tahu hal ini.Setelah mencuci semua baju-baju kotor Bang Faiz. Aku meletakkan baju-baju yang sudah dicuci di sudut ruangan di dapur. Mataku kembali menemukan sesuatu yang tak lazim ada di rumah ini. Ya … sebuah gantungan untuk menjemur baju-baju bayi. Milik siapa? Tak mungkin milik Kak Intan, Chika saja sudah kelas 2 SD.Sepeninggalku waktu itu, aku tak pernah memakai gantungan seperti itu untuk menjemur. Karena yang mencuci baju kotor di rumah ini adalah aku. Kecuali baju Kak Intan sekeluarga, dia sering mengantarkannya ke laun