Share

BAB 4 KECEWA

laska yang kini berada di kamarnya membenamkan wajahnya di bantal, ia menumpahkan seluruh kesedihan hatinya di atas bantal yang membuatnya kecewa dan lelah. Azka yang semakin kepo ingin menguping lalu masuk ke dalam kamar, namun sayangnya kepala Azka harus terbentur karena pintu kamar dikunci oleh Alaska yang mungkin ingin sendiri.

"Alaska, yaelah lo kunci pintu kamar, parah amat dah," omel Azka dari balik pintu kamar setengah menggerutu pada sahabatnya itu.

"Alaska buka pintunya, gue mau masuk," teriak Azka lagi.

"Gue lagi pengen sendiri, ntar aja lo masuknya," jawab Alaska dari dalam kamar dengan suara yang berat sehabis menangis.

"Tapi lo seriusan gak apa-apa kan, Ka? Kayak anak perawan aja lo masuk kamar langsung dikunci pintunya," ejek Azka dari luar kamar seraya tertawa. Tapi tak ada tanggapan dari Alaska karena ia anggap bacotan Azka itu tidak begitu penting. Yah, semacam angin lalu. Alaska pun hanya terdiam membenamkan wajahnya di balik bantal.

Hingga akhirnya, Alaska kembali di kagetkan oleh Azka yang menggedor pintu kamar sangat keras.

Toook...

Toook...

Toook...

Toook...

"Apaan sih Azka, bisa gak sih gak ganggu gue? Gue lagi pengen sendiri," geram Alaska dari dalam kamarnya dan mengomel sendiri.

"Heh, lo gak liat jam apa hah? Bentar lagi itu jadwal kuliah Langit. Emosi deh gue liat lo!" celetuk Azka emosi dari balik pintu.

"Gue gak kuliah Kamvret! Gue malas kuliah," sahut Alaska lagi.

"Gak kuliah gimana hah? Jangan ngadi-ngadi ye lu, gue geplak baru tau rasa lo," omel Azka lagi pada Alaska yang masih tak menghiraukan ceracau sahabatnya itu.

"Berisik banget sih nih orang," gerutu Alaska yang sontak berdiri dari tidurnya, dan membukakan pintu kamar untuk Azka agar ia masuk untuk bersiap ke kampus.

"Dari tadi dong, jangan cengeng jadi orang. Emang lo habis diapain sih sama Yesa, ampe jadi kegini?" tanya Azka seraya mengenakan kemejanya yang kini telah terlihat rapi ia kenakan juga celana Jenas yang membuatnya semakin berdamage. Emang sih, Azka dan Alaska dua orang yang jika dilihat sekilas laksana kulkas dua pintu. 

Keduanya memang sepakat untuk kost, tapi satu hal yang berbeda, Alaska dari keluarga sederhana, sedangkan Azka dari keluarga yang berada. Namun, Azka tak ingin mahasiswa atau mahasiswi di kampus itu tau, karena menurutnya di usia yang dewasa sekarang Azka ingin berdiri di kakinya sendiri tanpa melibatkan orang tuanya. So, itu lah hal yang membuat mereka selalu bersama, karena mereka berdua memulai semuanya itu dari nol.

"Lo gak tau diem," sanggah Azka kesal.

"Kan liat deh, heran. Masih ada ya cowok di dunia ini yang lembek banget sama pasangannya," tutur Azka lagi.

Tapi Alaska masih tak menggubris omongan Azka yang menceracau tak jelas, karena Alaska yang biasanya semangat mendengar kata kampus, tapi sekarang seperti orang yang tak berminat untuk mengejar pendidikan dan impiannya lagi, padahal Alaska adalah orang yang memiliki cita-cita paling tinggi. Hanya karena seorang Yesaya ia seperti sekarang. Azka mulai semakin penasaran apa yang sebenarnya terjadi diantara dua sejoli itu, sehingga Alaska yang awalnya ambisius sekarang udah tidak minat apa-apa lagi. Dan yang paling membagongkan, Alaska menangis kali ini.

Padahal kan dia itu adalah orang terkuat yang pernah ia temui, bahkan anti banget sama yang namanya air mata.

Tapi sekarang? it's like he's not himself!

“Lo yakin gak ngampus sekarang?" tanya Azka memastikan untuk kesekian kalinya.

"Hih, lo tuh bawel banget ya, gue bilang enggak tuh ya enggak! Jadi, gue mau minta tolong nih ama lo," lirih Alaska seraya merogoh kunci motornya dari dalam saku, dan menatap Azka tajam, seakan ada sesuatu yang akan ia inginkan.

"Apa? Perasaan gue gak enak," celetuk Azka lagi.

"Udah permintaan tolong gue itu gak susah kok. Sederhana, simpel," tutur Langit.

"Iya apa bambank? Jangan bikin gue deg-degan kegini,"

"Jadi, gue minta tolong sama lo buat ceklisin absen gue, terus tanda tangannya terserah lo deh gimana, yang penting absen gue terisi," pinta Alaska dengan santainya. 

"Gak mau, enak aja lo! Kalo mau ambil absen itu datang dong! Jangan nyuruh orang," bantah Azka.

"Dasar tikus got, sahabat lo minta tolong! Kan kita itu kata orang-orang bespren, masa lo gak mau sih nolongin gue?" bujuk Alaska dengan wajah yang membuat Azka bergidik geli. 

"Gak mau, gue gak mau. Mau lo bujukkin gue gimana pun, gue tetap gak mau! Kalo lo gak mau absen, ya datanglah. Masa suruh gue sih? Jangan jadi orang yang lemes deh Ka!" tukas Azka tegas pada Alaska yang masih lesu tak berdaya, karena kegalauan hakiki yang melanda. 

Gimana enggak galau? Yesaya itu adalah wanita yang ia cintai, tempat pelabuhan hatinya.

"Tapi Alaska, di mana-mana nih ya, kalo seseorang itu pengen berhasil. Apapun rintangan yang lagi dia hadapin, jangan bikin galau dulu. Semua yang dilakukan Yesa itu pasti ada alasannya, so jangan sedih dulu okey," sementara itu, Alaska hanya menghela napas untuk bersiap ke kampus meskipun separuh hati.

Yah, Azka tau, kalo di fase ini bukan hal yang mudah bagi seorang Alaska, karena ia harus berjuang untuk berhasil, mewujudkan mimpinya, menikahi orang yang dia sayang, dan membahagiakan orang tuanya. Tak hanya itu, ia meyakinkan hatinya untuk tidak langsung mengambil keputusan terhadap apa yang ia dengar dari mulut pria tadi. Karena ini bisa aja, faktor kesengajaan supaya hubungannya sama Yesa rusak. 

Hal yang begitu sulit, jadi Azka harus memahami sahabatnya itu, seperti Alaska juga memahami dirinya. 

Galau itu adalah hal yang wajar, asalkan tidak melampiaskannya ke hal yang negatif.

"Itu gue tau! Lo mah enak, cuma bisanya bilang 'Jangan galau ya!' Kan yang ngerasain gue, yang sakit gue. Jadi lo mana bisa ngerti!" bantah Alaska kesal.

"Lah, terus mau sampai kapan lo sedih terus? Sementara yang lagi lo sedihin aja nih, lagi have fun di negeri entah berantah! Mau tua karena galau terus lo!"

"Iya enggak sih, tapi kan gue bingung dan khawatir akan Yesa, Azka! Masa lo itu aja gak ngerti sih!" -Alaska.

"Dah ah! Capek gue ngomong sama orang kayak lo, yang susah banget buat dengerin gue, padahal udah di nasehatin. Udah di kasih tau, tetap aja ngeyel! Gue juga bakal selidikkin tu orang, apa sih motifnya sampai bikin sahabat gue yang terkece ini kecewa," celetuk Azka.

"Tau deh Ka! Udah kayak detektif aja lo,"

Kali ini, mereka kembali dengan aktivitasnya masing-masing, meskipun Azka sedikit kesal dengan sikap sahabatnya itu, yang selalu saja membantah.

Memang benar, rasa sayang Alaska terhadap Yesa itu teramat besar, lantas apakah itu bisa dijadikan alasan bagi Yesa untuk seenaknya mempermainkan perasaan pasangannya?

Sementara ia tau, bahwa karma tak semanis kurma!

"Cewek di luaran masih banyak cuy! Gue harap, lo bisa jatuh cinta terhadap salah satu dari mereka yang pastinya terbaik dari pada Yesa!" tutur Azka lagi pada Alaska.

"Gak akan bisa! Gue gak akan pernah bisa jatuh cinta sama cewek lain, selain Yesa! Karena bagi gue, satu udah lebih dari cukup, dan gak akan ada yang bisa gantiin dia. Meskipun banyak bikin gue kecewa!" bantah Azka lagi.

"Up to you! Gue cuma bisa berharap, selebihnya terserah lo! Karena yang menjalankan itu lo Ka!" tukas Azka lagi dan kembali ke dapur membuat roti panggang sebelum berangkat ke kampus.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status