"Jangan pernah memaksa seseorang untuk bisa menjadi yang diharapkan. Akan tetapi, biarkan dia berfikir untuk bisa menjadi lebih baik. Karena yang serius akan berubah sendirinya tanpa di minta apalagi dipaksa!" - Bhalendra Alaska Arlic ___ "Lo mau ngapain? Mau tetap bertahan? Sampai kapan, menunggu setan berubah menjadi malaikat, cinta itu cuma omong kosong Alaska, kecuali beneran jatuh di orang yang tepat!" -Johannes Azka Ini tentang Alaska, yang berkali-kali dipatahkan namun tetap bangkit dan berusaha terlihat kuat. Tentang cinta yang tak pernah bahagia, semua akan baik-baik saja jika seandainya ia tak pernah merasakan sebuah rasa cinta. Pertemuannya dengan Yesaya, tidak membuat perubahan apa-apa, melainkan sakit hati trauma yang sangat lama. Namun, saat kehadiran new person. Apakah Alaska bisa untuk membuka pintu hatinya lagi?
View MoreLangit malam kali ini begitu membuat hati semakin tenang ketika menatapnya. Terlebih saat benda angkasa menghiasinya bak lampu kamar yang menerangi temaramnya malam ini.
"Ka, lo mau kemana?" tanya Azka sahabat Alaska. Ia menganggetkan Alaska yang tengah melamun, pria itu membuyarkan lamunan dengan menepuk pundaknya.
“Hah,” tukas Alaska yang kaget, ia menoleh ke arah belakang tepat di mana Azka berdiri.
“Makanya, jangan bengong! Kesambet baru tau rasa!” celetuk Azka pada Alaska yang menatapnya datar.
“Azka, menurut lo gue pantas gak sih untuk pergi Dinner bareng Yesaya malam ini?”
"Malam ini?" tanya Azka dengan mata yang membulat pada Alaska yang menatap datar sahabatnya itu.
"Iya jelas malam ini lah!” tukas pria itu lagi pada Azka yang mengangguk.
Seketika Azka menatap tajam ke arah Alaska yang masih bimbang.“Menurut gue sih layak, gak ada yang kurang dari lo Ka,”
“Tapi, kenapa gue gak percaya diri buat pergi malam ini? Gue takut gak bisa tampil terbaik,”
“Udah deh Alaska! Jangan minder duluan,” bantah Azka yang kesal dengan sikap pria itu.
Alaska dan Azka bersamaan masuk ke dalam rumah. Alaska berniat, bersiap untuk mengambil motor dan juga helmnya untuk menjemput kekasih hatinya itu. Tapi ternyata gerakan Alaska terlalu lamban, hingga akhirnya Yesaya yang datang lebih dulu menghampiri Alaska ke kostnya.
Tiiinn ...
Tiiinn ...
Suara klason dari mobil Pajero putih telah terparkir tepat di halaman rumah kostnya.
Sontak membuat Alaska bergegas menghampirinya dengan hati yang bisa di bilang bahagia. Meskipun ia sedikit kecewa jika Yesaya tak ingin dijemput olehnya."Kok pake helm sih?" tanya Yesaya saat ia membuka kaca mobilnya dan menatap Alaska yang tersenyum simpul ke arahnya.
"Enggak, tadi itu aku mau jemput kamu ke rumah," jawab Alaska lembut pada kekasihnya itu.
"Gak usah deh, jangan nyari malu aku! Masa pake motor itu sih, gak banget! Kalo temen-temen aku tau, mau ditarok di mana nih muka? Masa model pergi Dinner pake motor butut!" cela Yesaya pada Alaska yang tertegun mendengar kalimat yang di ucapkan kekasihnya. Bahkan dalam diamnya, Alaska menangis dalam hati tanpa menggubris perkataan Yesaya padanya walaupun sepatah kata.
"Iya udah, aku ke dalam bentar ya," tukas Alaska. Mungkin, jika diikuti kata hati rasanya berat untuk pergi malam ini setelah mendengar lontaran kalimat Yesaya. Akan tetapi, ia tak ingin membuat orang yang ia sayang kecewa.
"Iya cepetan! Gak pakai lama!" titah Yesaya dengan gaya pongahnya, lalu merapikan rambutnya dengan kaca yang ada dalam mobil. Alaska yang tadi berada di dalam, kini telah menghampiri. Membukakan pintu untuk gadis itu turun dan berganti posisi dengan Alaska yang akan mengendarai mobilnya malam ini.Oh iya, sedikit perkenalan. Bhalendra Alaska Arlic adalah mahasiswa akhir di salah satu universitas ternama yang ada di ibu kota. Ia rela menjadi seorang anak kost demi pendidikan yang ia harapkan dapat mewujudkan semua impiannya.
Alaska dikenal dengan julukkan ice boy, karena sikapnya yang dingin, tampan dan pintar. Juga sulit untuk menjadi dekat dengannya, karena prinsipnya ‘Lebih baik memiliki satu teman yang selalu ada, dari pada memiliki banyak teman yang hanya datang di saat bahagia,'Alaska bukan berasal dari anak orang kaya, melainkan dari sebuah keluarga sederhana. Di ibu kota juga, Alaska dipertemukan dengan seorang pria yang bernama Lintang Azka Johanes , dia adalah sahabat satu-satunya yang dimiliki Alaska selama berada di kota orang.
Kehidupannya menjadi anak kost bukanlah hal yang mudah, karena ia harus mulai dari nol tanpa bantuan dari siapapun. Berbanding terbalik dengan Yesaya Irene Zudith. Ia adalah kekasih Alaska, satu kampus dengannya dan merupakan anak dari sebuah pengusaha terkenal di ibu kota ini. Ia terkenal dengan beautiful rich people. Ia berprinsip ‘Jika semua bisa diukur dengan uang'. Tak hanya itu, Yesaya juga seorang model yang terkenal.
"Ayok kita berangkat!" ajak Alaska pada Yesaya, kemudian Alaska mengendarai mobil gadis itu menuju cafe di mana mereka akan mengadakan makan malam hari ini.
Sesekali, sambil menyetir Alaska mencuri pandang hanya untuk menatap wajah Yesaya yang masih sama, terlihat manis dan anggun. Bahkan baju apapun yang ia kenakan pasti akan tampak indah di tubuhnya. Tubuh dan wajah yang bisa di bilang perfect, dan juga sangat cantik.Dalam hati, Alaska bergumam.
‘Andai kelak gadis ini jadi masa depan gue, gue bakalan jaga dia lebih dari pada jaga diri gue sendiri,'Namun lamunan Alaska buyar saat Yesaya sadar dirinya diperhatikan hingga membuatnya melontarkan pertanyaan.
"Ngapain sih liatin aku terus?" tanyanya ketus saat sadar diperhatikan oleh Yesaya.
"Hah? Terpesona sama bidadari cantik," tutur Alaskan keceplosan.
"Baru tau ya? Kemaren kemana aja? Kok baru sadar kalo pacarnya cantik!" celetuk Yesaya yang membuat Alaska hanya tersenyum simpul mendengarnya.
Sementara sesak, sangat menyesak di dadanya.Alaska hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban kekasihnya itu.
Karena selama ini, Alaska selalu memperhatikan Yesaya dalam diamnya. Yah meskipun Yesaya tidak sadar akan hal itu, dan tak pernah peduli dengan perhatian dan perasaan Alaska akhir-akhir ini.***
Setelah beberapa menit dalam perjalanan, akhirnya mereka tiba juga di tempat tujuan di mana banyak orang yang telah berada di sana, bahkan berpasangan. Hingga akhirnya Yesaya turun lalu bersapa dengan salah satu wanita yang jika dilihat mereka sangat dekat.Rasanya ini pertama kalinya Alaska diajak untuk makan malam, setelah sebelumnya selalu banyak alasan bagi Yesaya untuk membawa pasangannya dalam berbagai acara. Bahkan saat ia tampil di catwalk pun Alaska tak diperbolehkan datang. Akan tetapi, pria itu selalu berfikiran positif dan tak terlalu ambil pusing, meskipun selalu overthingking.
"Hai Tania, udah dari tadi ya datangnya?" sapanya pada Tania, yang merupakan sahabat dekat Yesaya.
"Enggak lama kok, baru aja lima menit sebelum lo dateng, eh btw partner lo mana?" tanya Tania lagi, dan membuat mata Tania tak berhentinya menelisir semua penjuru untuk melihat siapa pasangan sahabatnya itu. Sontak dengan tatapan malas, Yesaya melihat ke arah Alaska yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.
Sementara itu, Alaska tengah terdiam menatap ramainya manusia yang ada di tempat itu. Bahkan style mereka lebih kece jika dibandingkan dengan dirinya yang apa adanya. Hingga terlintas dalam benaknya, jika Alaska tak pantas untuk berada di sini.
"Ini pacar gue," lirih Yesaya pada Tania seraya menatap Alaska yang tengah fokus melamun itu dengan malas.
"Oh ini pacar lo?" tanya Tania seakan tak percaya.
Tetapi, Yesaya tak menggubris pertanyaan Tania dan memilih bicara dengan sedikit berteriak pada Alaska.
"Kenalin, ini Tania, sahabat aku!" ujarnya."Alaska," sapanya seraya membungkukkan badannya, Tania mengulur tangan namun tak dijawab oleh Alaska.
"Hm, pacar lo alim banget ya Yesa, masa gue jabatan tangan aja gak mau," ujar Tania dengan nada mengejek karena sikap Alaska yang tak ingin terlalu dekat dengan wanita lain selain pasangannya. Padahal, ia berfikiran untuk menjaga perasaan pasangannya di samping ia memang malas untuk terlalu sok dekat dengan orang lain.
“Bukannya memang begitu seharusnya? Setidaknya, hargai sedikit pasangan yang kita miliki,” timpal Alaska dengan sedikit kesal pada Tania yang seakan meledeknya.
"Kamu tuh yah! Bikin aku malu aja!" gerutu Yesaya setengah berbisik pada Alaska yang kemudian menghela napasnya berat.
Sementara Tania, sudah berjalan lebih dulu menghampiri yang lain. Karena memang, yang mengadakan acara makan malam itu adalah Tania.
"Ya udah yok Yesaya, kita makan lagi aja! Btw tadi gue udah pesen ini loh," ajak Tania menuju sebuah meja yang ada di hadapannya.
Sementara Alaska? Di abaikan begitu saja, seakan Alaska tak ada, yah walaupun dia di minta untuk duduk di samping Yesaya, tapi ia tak diajak berbicara seasik pasangan sahabat Yesaya. Ketika menatap itu sendirian, Alaska merasa enggan, bahkan untuk menelan makanan pun tak berminat.
"Lo itu yakin milih dia jadi pasangan lo? Enggak banget loh Ya!" bisik Tania pada Yesaya pelan, dan menatap ke arah Alaska yang masih terdiam layaknya orang bodoh di sana."Tau deh Tan, gue gak tau juga kenapa gue bisa milih dia jadi pasangan gue," jawab Yesaya setengah berbisik juga.
"Lah terus kenapa lo mau jadi pacarnya dia? Secara lo itu cantik, lo juga model, famous pula. Please deh, jangan pacaran sama orang yang gak selevel ama lo, yang ada bikin malu aja tau gak!" bisik Tania pada Yesaya yang kemudian terdiam mencerna kalimat yang diucapkan oleh Tania barusan padanya.
Emang sih Yesaya itu cantik dan juga jadi idola banyak pria, tapi hanya sikapnya yang kurang patut dicontoh.
"Gue juga gak betah sama dia! Liat aja gayanya, kampungan banget tau gak?"Alaska yang merasa dirinya di perbincangkan merasa tak nyaman. Ia akhirnya menghentikan makannya. Dalam benaknya, Alaska berfikiran untuk meninggalkan tempat ini, karena ia merasa tempat ini sudah tak nyaman lagi baginya. Tetapi, ia berfikir dua kali jika ia melakukan hal bodoh itu demi harga dirinya. Lantas meninggalkan kekasihnya begitu saja? Pria pecundang macam apa dirinya ini? Pikir Alaska."Yesaya, kita pulang aja yok!" ajak Alaska.
"Kenapa sih? Kok buru-buru banget pulangnya?" tukas gadis itu pada Alaska.
"Iya kita pulang aja, udah kemalaman banget loh," Tania yang mendengar kalimat itu, tertawa geli mendengarnya.
"Huh, ini itu kota Alaska! Enggak kampung yang jadwal pulangnya harus dibatasan. Udah deh Ka, kalo lo mau pulang, pulang aja sendiri!" timpal Yesaya pada Alaska yang tertegun mendengarnya. Bahkan ia merasa jika dirinya tak ada arti apa-apa di mata pasangannya itu. Alaska mencoba untuk meredam amarahnya.
"Iya gak enak by, aku udah gak nyaman!""Kamu itu gimana sih, gak bisa sekali aja liat aku seneng? Giliran diajak minta pulang, giliran gak diajak ditanyain kenapa, maunya apa sih? Ya udah, kalo gitu kita putus!" teriak Yesaya yang kemudian mendengus kesal.
Deg
Perasaan aneh kembali menyesakkan dada dan pikiran Alaska.
_______“Alaska, kok lo malah main tinggal gue aja sih sama tu orang di depan?” Dengus Azka yang berlari mengejar Alaska yang bergegas masuk ke dalam rumah."Gue gak mau bergulat dengan masa lalu yang udah bikin gue tertatih! Gue gak mau harus mengulang sejarah sama orang yang berulang kali bikin gue kecewa. Dia hadir, cuma gak mau anak yang ada dalam perutnya itu lahir tanpa ayah. Gue tau, kalo gue jahat gak mau dampingin dia, karena jujur dari hati yang paling dalam gue masih sayang sama dia Ka!” tutur Alaska seraya menyeka air mata yang ikut tumpah ketika mulutnya melontarkan kalimat yang membuatnya pilu itu.“Sayang sama orang salah! Itu karma buat dia, karena udah nyakitin perasaan orang yang tulus sama dia, dan gak mau ngerusak dia sama sekali,” timpal Azka dan menepuk pundak Alaska.“Entahlah Ka, mendingan lo suruh Yesa pulang aja. Gue gak mau nanti salah paham,” titah Alaska pada Azka yang menatapnya datar, lalu beranjak
Setiap manusia punya sisi kelemahannya masing-masing. Dan salah satu sisi kelemahan gue adalah hidup tanpa lo!••Fajar kembali menyingsing. Sesekali melihatkan diri akan satu hal yang membuat seluruh manusia di bumi melanjutkan aktivitasnya. Alaska sempat beberapa kali berdecak kagum dalam hati, ketika menatap semesta begitu bersahabat, terlebih pagi ini tampak rindang dan sejuk, juga tenang. Gak seperti biasanya.Alaska mencoba menghirup udara segar yang kali ini membuat pikirannya sedikit tenang, dari segala beban masalah yang menghampirinya. Angin sepoi-sepoi pun ikut bahagia, dengan hadirnya Alaska pagi ini yang tampak seperti Langit biru di angkasa.“Alaska!” kaget Azka yang baru saja datang dari belakang.“Lo Ka, ada apa?” tanya Alaska pada Azka lagi.“Gak ada sih, lagi pengen nyantai aja hari ini. Rasanya tenang banget ya, kalo kayak sekarang,” pungkas Azka.“Iya enak
‘Siapa bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati? Nyatanya lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati!’ ujar Alaska pada dirinya sendiri yang tatkala sedang membawa motor menuju kostnya.Rasanya ia bermimpi, bahwa apa yang terjadi pada dirinya saat itu hanyalah sebuah delusi yang membawanya dalam sebuah kesengsaraan, tapi ternyata salah! Itu adalah sebuah kenyataan yang harus di terima disaat semua tak satu pun berpihak pada kita.Oh ternyata begini, rasanya menjadi dewasa. Setelah bertahun, hanya mendengar kita dari orang lain yang selalu mengeluh lelah menjalani hidupnya. Meskipun tak pernah mengusik, tapi kenapa Alaska selalu di hadirkan orang yang tak pernah memberi ketenangan pada jiwanya yang tergolong lelah itu. tak terasa hampir bentar lagi Alaska sampai di rumah kostnya. Baru sebentar ia tinggal, rasa rindunya sudah menyeruak menyesakkan dada. Sama seperti halnya ketika ditinggal oleh orang yang terkasih, baru saja sebentar tapi rindunya ud
Biarkan semua berjalan sesuai alurnya. Mengikuti proses sebagaimana mestinya, tak perlu berhayal tinggi dalam menjalan kan kehidupan yang nyatanya keras dan begitu kejam. Cinta bahkan tak peduli berapa besar rasa yang harus ia korbankan, bahkan luka juga tak mau tau berapa perih yang harus ia sembuhkan untuk tetap bertahan.“Bang Alaska, enak gak kuliah di Jakarta?” tanya Shania yang sedari tadi sibuk memperhatikan Alaska yang tengah berberes.“Kenapa kok nanya gitu? Emang Shania juga mau kuliah di Jakarta?” tanya Alaska lagi.“Hm, pengen tau aja bang. Karena masih takut karena belum pernah jaoh dari mama sama papa, rasanya Shania masih belum siap buat itu,” jelas adiknya yang membuat Alaska melihat kan lengkung bulan sabit di bibirnya.“Gak ada yang perlu di takutin kok Shania, semuanya juga akan jadi terbiasa. Apalagi disana, bisa lebih mandiri dari pada harus selalu tinggal sama orang tua. Tapi kalo Shania, jan
Alaska berada di kamarnya dulu sewaktu masih berada di kampung. Bahkan satu pun tak ada yang berubah, hingga ia hampir saja tak ingin beranjak dari kamar itu untuk melepas kerinduan.Sementara ia harus balik ke kota untuk kembali melanjutkan hidupnya di rantau menjalani pendidikan yang hampir selesai ia tempuh. Semua rasanya terasa kembali dalam ingatan Alaska, dimana dulu ini adalah kamar pertama ia sewaktu selesai khitan. Dan ini adalah kamar dimana ia menumpahkan segala kerisauan dalam hatinya, sesekali memetik senar gitar yang hampir terlupakan olehnya. Alaska yang dulu hanya berdiam diri di kamar tanpa ada yang mau berteman dengannya, bahkan ia tidak terlalu terbuka untuk berbagai hal yang sontak membuat sekitarnya ingin menjadikan Alaska sebagai menantunya. Alaska hanya tertegun ketika mengingat semua itu, ia harus kuat tak ada lagi Alaska yang harus rapuh ketika mengingat masa lalu yang begitu menghancurkan dirinya. Flashback adalah salah satu cara terbodoh yang
“Alaska tetap gak mau buat di jodohin pa, ma!” Bantah Alaska di hadapan pak Asep yang hanya bungkam dan sesekali menatap istrinya, seakan ia bersalah atas perjanjian yang mereka lakukan dua puluh tahun silam, sejak awal anak mereka masih dalam kandungan.“Apa alasan kamu gak mau Alaska? Gak sopan banget kamu ya, lancang banget di depan pak Asep ngomong gitu!” Bantah papa Alaska dengan nada yang meninggi, sedangkan di ruang tamu para manusia yang ada disana, sangat gugup dan sontak menjadi canggung.“Pah, Alaska minta maaf ya kalo kali ini Alaska harus nolak permintaan papa sama mama buat di jodohin, Alaska sadar kok kalo itu udah bikin Alaska jadi anak durhaka. Tapi Alaska minta pengertian mama sama papa, juga pak Asep. Kali ini, Alaska pengen nikmati masa muda dulu, dan cari pekerjaan yang bener-bener bikin Alaska mapan, dan siap menanggung semuanya. Sedangkan sekarang? Alaska masih berstatus kan mahasiswa,” tutur Alaska berharap ay
Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...“Ka, woy bangun! Hape lo getar noh dari tadi!” Teriak Azka. Sontak membuat Alaska langsung bangun dari tidurnya dan menatap ke layar ponsel yang di berikan Azka padanya.“Siapa? Gue ngantuk!”“Nyokap lo kayaknya, coba liat lagi deh!” Titah Azka pada Alaska yang matanya masih separo merem.“Hooaamm ya udah mana sini handphone gue!”“Itu handphone lo disana Alaska! Yaelah, pikun dini deh lo!” Celetuk Azka pada Alaska yang nyawanya masih belum terkumpul karena masih ngantuk.“Eh---““Ya, hallo ma? Ada apa ma?” jawab Alaska ketika menjawab panggilan, dan keluar kamar untuk bicara dengan orang tuanya.Sepertinya ada privasi sendiri, yang Azka gak boleh tau.“Hah? A-Alaska? Kok Alaska sih? Gak- Gak mau ma! Alaska pokoknya gak mau!” bantah Alaska lagi di teleponnya
-Hidup itu tentang perjuangan. Bukan tentang bahagia yang di dapatkan semudah membalikkan telapak tangan,-“Ayok ikut gue ke ATM!” Ajak Azka pada Alaska yang wajahnya udah mulai gak lesu lagi. Karena Azka memberikannya jalan keluar untuk hal ini.“Sekarang?”“Enggak, tahun depan! Ya sekarang lah Alaska, biar masalah lo, kelar satu-satu!” Kesal Azka lagi.“Iya udah, ayok. Tapi gimana gue mau kasih ke mereka? Sedangkan ATM dan rekening aja gak punya,” lirih Alaska lagi.“Yaelah lo Alaska! Kan kita bisa lewat orang yang badannya gede tadi, atau lo telpon nyokap lo di kampung, buat kasih tau ke lintah darat itu, kirimin nomor rekeningnya ke gue!”“Makasihh Azka, lo emang sahabat gue yang terbaik. Gue gak tau, kenapa otak gue bisa jadi sebego ini,” Timpal Alaska seraya memeluk Azka yang duduk tepat di depannya.“Ih lo ap
Kali ini, Alaska tengah gundah menelusuri jalanan raya yang kala itu ramai dengan kendaraan karena yang namanya ibu kota, pasti gak akan pernah sepi apalagi sama kendaraan yang berlalu lalang. Gundah kembali menghampiri, setelah masalah dengan Yesa, ternyata orang suruhan pak Suryo datang menemuinya dengan tidak sopan ke kota.Apa ini yang namanya dewasa?Bukan hanya masalah cinta, tapi juga keluarga. Apa tak bisa sehari saja masalah itu hilang, hanya sekedar melukis sebuah kebahagiaan. Apa dewasa itu selalu tentang luka dan masalah saja? Kapan dewasa itu bisa menjadi bahagia? Mengapa ada kalimat yang menyatakan bahwa ‘Akan ada pelangi setelah hujan,' lantas mengapa tak ada pelangi dalam hidupnya Langit, padahal badai tak kunjung berhenti untuk datang silih berganti.Banyak hal yang kini berkecamuk dalam benaknya, antara tetap kuliah atau berhenti. Antara kerja atau masih jadi beban keluarga. Semua itu hampir saja membuat kepalanya pecah.“Lah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments