Share

BAB 5 BINGUNG DAN PATAH HATI

Mereka kembali menjalankan kegiatannya seperti biasanya. Menjadi mahasiswa, dan pusat perhatian bagi siswi di sana. 

Sebenarnya Alaska sedikit risih, karena ia tak suka dipandangi oleh orang banyak. 

Kedua pria itu berjalan bersamaan, berjalan menyusuri lorong kampus juga dengan gaya coolnya. 

“Alaska,” 

“Alaska gue bawain lo makanan nih,” 

“Alaska makin ganteng banget sih,” 

“Alaska i love you,” 

Suara-suara berisik itu saling bersahutan, bahkan tak hanya Alaska yang mendengarnya, ada Azka juga mahasiswa lainnya yang berada di sana. Akan tetapi semua bersikap biasa layaknya tak mendengarnya apa-apa.

Karena itu sudah menjadi hal biasa dan tak perlu ditanyakan lagi. 

“Lo bisa denger kan? Berapa banyak cewek yang tergila-gila sama lo? Lo bisa liatkan, seberapa cakepnya lo? Tapi kenapa masih insecure dan gak percaya diri sih Alaska!” bisik Azka dengan kesal pada sahabatnya itu.

“Iya gue ngerasa gak layak aja, mungkin ini salah satu alasan kenapa gue selalu di kecewain,” Mendengar penuturan sahabatnya itu, Azka hanya memutar bola matanya malas, lalu memilih duduk di taman, karena dosennya masih belum datang.

Pria itu mengeluarkan laptopnya dari tas laptop yang ia bawa. Tanpa bicara apapun, Alaska pun juga ikut duduk di sampingnya. 

Alaska amat gelisah, bukan karena skripsi yang belum siap, atau dosennya yang belum datang. Akan tetapi, karena pikirannya yang tertuju pada Yesaya, dan pria yang ia temui tadi pagi. 

“Ka, emangnya ada apa sih? Kok gue liat lo sebegitu galaunya?” sela Azka saat mereka tengah berdua. Sedangkan Alaska, hanya merebahkan tubuhnya di samping sahabatnya itu. 

"Udah deh Azka! Jangan bahas itu terus, gue lagi pusing nih!" bantah Alaska pada Azka yang sontak bungkam. Karena memang, Alaska tipe orang yang tidak mengedepankan emosi, tapi kalo sudah menyinggung masalah pasangannya (Yesaya) dan juga keluarganya, pasti langsung ngamuk ke orang yang omongin itu.

Ibarat kata orang nih, jangan bangunin singa tidur!

Seperti itulah gambaran Alaska kalo lagi marah.

"Bukannya gue bahas itu terus Ka, tapi gue gak mau sahabat gue harus ngerasain patah hati, dan kecewa," tukas Azka yang sontak mengalihkan pandangannya, lalu menatap ke arah Alaska yang masih rebahan di rerumputan taman kampus yang kali ini cuacanya juga sejuk.

"Lagian gue udah besar, Gak ada yang perlu dikhawatirkan. Lagian setelah gue pikir-pikir, Yesaya kegitu pasti karena gue juga,"

"Karena lo apanya? Emang bener gak bersyukur tuh orang kalo dia selingkuh karena lo!" tukas Azka yang kali ini kembali dibuat emosi.

"Iya karena gue gak bisa jadi yang dia mau, gue juga gak bisa bahagiain dia dengan kondisi gue yang kayak sekarang. Jujur nih ya, gue insecure sama cowok yang deketin pacar gue sendiri. Mereka pada cakep, tajir, punya mobil. Lah gue apa? Jangankan tajir, dan punya mobil, cakep aja enggak," tutur Alaska lagi-lagi. Azka bukannya menenangkan malah menatap malas pada mata nanar sahabatnya itu. 

"Heh bengek, kurang cakep apa sih lo? Makanya, love yourself before loving someone else! Jangan liat orang mulu, nih gue kasih lo kaca, lo tatap lamat diri lo di sana! Apa lo masih insecure dengan ketampanan? Kutu orang utan, nih gue kasih tau ya sama lo! Cewek atau cowok kalo cinta tulus sama pasangannya, dia pasti nerima apa adanya pasangan dia! Gak bakalan ada alasan dia buat ninggalin!" geram Azka yang kali ini kesal dan langsung memberi kaca kecil warna pink, ada kipasnya. Hahaha.

"Hahaha, ini kaca cewek dari mana?" tanya Alaska yang sontak tertawa.

"Eh, eh salah. Bawa sini! Gue salah kasih, i-itu..,"

"Hahahaha, itu apa? Itu kaca lo?" ledek Alaska lagi pada Azka.

"Bukaaaaannnn Alaskaaaaa," kesal Azka yang langsung menyimpan kipas sekaligus kaca yang diberikannya pada Alaska barusan. Karena seluruh mata yang ada di sana, dengan serentak menatap ke arah mereka. 

Apa kata mereka, kalau tau kaca yang ada dalam tas Azka. Bisa-bisa mereka berasumsi buruk. 

"Udah lah, gue mau masuk ke aula dulu. Capek gue," tukas Azka yang bergegas meninggalkan Azka, dan meninggalkan beberapa barangnya di luar untuk menemani kekosongan Azka yang sedang membuat skripsi.

'Di kasih tau malah ngeyel, di bilangin malah ngebantah, eh giliran ditunjukkin kaca. Malah gue yang diledek. Mau lu apa si Ka, heran deh, pertahanin cewek gila kayak Vero?' batin Azka.

*** 

Awalnya, Alaska memang tak berniat sama sekali untuk kembali ke kampus, ini semua terpaksa karena Azka yang memintanya. 

Suasana hatinya sedang tidak baik-baik aja, dan bawaannya memang selalu ingin rebahan. Karena di kondisi saat ini, memang hanya bantal, guling dan kasurlah yang menjadi teman dan saksi bisu seluruh kesedihannya. 

Alaska sudah duluan jalan ke ruangan, sementara itu ia berusaha untuk tidak melihat Yesaya, karena ia tak ingin kembali terluka hanya karena melihat wanita yang ia cintai lebih akrab dengan orang lain dibandingkan dirinya. 

'Gue pengen ketemu ama lo Yesa!' gumam Azka dalam hatinya. Selang beberapa menit pria itu menggumam dalam hati, pucuk di cinta ulam pun tiba.

Orang yang ia harapkan muncul tepat di depan mata.  

Rasa penasaran, dan juga ingin berbicara empat mata dengan wanita itu semakin menggebu-gebu, ia yakin jika Yesa punya rencana di balik ini. 

Sementara itu Alaska, masih gundah di ruangan yang sudah mulai ramai dengan mahasiswa lainnya, menatap layar ponsel dan masih menunggu Yesa. 

“Eh, sini lo! Gue mau ngomong,” paksa Azka pada Yesa yang sontak kaget dibuatnya. 

“Apa-apaan sih lo? Bisa gak sih, gak usah tarik tangan gue, gak ada sopan santun banget ya lo jadi orang,” umpatnya pada Azka yang menatapnya tajam. 

“Lo ada masalah apa lagi sih sama Alaska? Sebenarnya lo itu serius gak sih sama dia? Hei! Jadi cewek itu jangan terlalu sok kecakepan deh,”

“Lo lama-lama kayak banci ya! Narik tangan gue, terus ngomel. Hahaha, ajaib banget cowok jaman sekarang,” 

“Harusnya lo mikir, karma itu gak semanis kurma. Jangan sampai bikin gue bertindak kalo lo sampai bikin Alaska kecewa, paham lo!” hardik Azka yang kemudian bergegas meninggalkan wanita yang sontak terpaku di tempat. 

*** 

Kini suasana malam kembali menghiasi, di mana Alaska paling suka menatap benda langitnya. 

“Ka, gue keluar sebentar ya,” 

“Mau kemana?” 

“Ke rumah Yesa, bentaran doang kok,” Tanpa berlama dan mendengarkan jawaban Azka, Alaska melajukan motornya untuk kembali ke rumah Yesa. 

Brrrrmmmm...

Brrrrmmmm...

"Malam Kang kebun, Yesa-nya ada di rumah?" sapa Alaska pada kang kebun lagi.

"Malam juga Den Alaska yang cakep. Ada den, non Yesa-nya ada di dalam," tukas kang kebun membukakan pagar untuk Alaska yang berada di luar.

"Alhamdulillah, kalo gitu Alaska boleh masuk Kang?"

"Hmm, anu Den, kayaknya bentar lagi aja deh Den Yesa-nya masuk," tukas kang kebun terbata.

"Loh, kenapa? Emang ada apa, Kang?" tanya Alaska lagi.

"Eng- nggak ada apa-apa kok Den, cuma---"

"Cuma apa, Kang? Ngomongnya jangan setengah-setengah dong, Alaska jadi bingung karena Kang kebun gak jelasin sedetail mungkin ke Alaska apa yang terjadi," pungkas Alaska yang mengorek hal itu pada kang kebun.

"Iya cuma gak apa-apa aja Den, aduh Akang bingung cara jelasinnya gimana atuh Den Alaska, pokoknya teh den Alaska tunggu aja!" tukas Kang kebun lagi.

"Iya tapi kenapa gak dibolehin, kan saya cu---,"

Kalimat Alaska terpotong karena kang kebun tiba-tiba mempersilakannya untuk kembali masuk ke dalam, dan menekan bel tamu rumah Yesa.

"Oh iya, boleh, boleh Den, silahkan," tukas kang kebun lagi.

Sontak Alaska langsung bergegas masuk ke dalam rumah Yesa yang terlihat masih sepi tapi terdengar hiruk pikuk.

Dan yang paling mirisnya, suara benda pecah pun terdengar dari dalam. Alaska yang tadi nya hendak menekan bel tamu, akhirnya enggan untuk melakukannya karena ia takut jika yang terjadi di dalam bisa berimbas dengannya yang berada di luar.

'Huh, ada apa ya di dalam?' batin Alaska yang melamun di depan pintu rumah Yesa sebelum kembali menekan bel tamu.

"Den, den Alaska. Kenapa kok ngelamun aja?" Tanya kang kebun.

"Gak apa-apa kang, Alaska tunggu di sini aja ya, sampai Yesa keluar," jawab Alaska yang duduk di kursi depan dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya.

"I-iya udah Den, akang lanjut dulu ya kerjanya," pamit Kang kebun lagi.

Lalu meninggalkan Alaska yang masih termangu di tempat.

Akan tetapi, rasa penasaran merasuki diri Alaska.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status