Share

15. Idul Fitri

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-08-17 11:16:34

Amalia terbangun pukul setengah tiga dini hari. Segera dia menuju kamar utama. Cuci muka, gosok gigi dan berwudu. Setelahnya ia masuk ke kamar depan untuk melaksanakan salat lail empat rakaat ditutup witir tiga rakaat.

Pukul tiga lewat sedikit, Amalia menuju ke dapur menyalakan kedua tungku kompor sekaligus. Ia meletakkan wajan untuk menumis bumbu soto, sedangkan tungku sebelah dipakai untuk merebus air untuk kuah soto.

Selesai menumis bumbu soto, ia tuangkan dalam air sebelahnya yang mulai mendidih. Amalia mencuci wajan untuk membuat cap jay dan terakhir digunakan untuk memasak sambal goreng kentang. Selesai membuat kuah soto dan sambal goreng kentang. Amalia bersiap memasak nasi.

"Ayamnya disembelih sekarang kah, Bu Alia?" tanya Reza menghampiri Amalia yang sudah menurunkan nasi aron dari kompor, kemudian menaruh dandang untuk menanak nasi.

"Boleh, Pak Reza. Ajak Pak Agus, biasanya di rumah dia yang eksekusi ayam kampung. Saya siapkan air panas dulu, ya."

"Oh, iya. Siap. Kita sembelih dulu, Bu Alia."

"Oke. Nanti kalau sudah selesai dibersihkan. Kasih tahu saya, nanti saya lihat dipotong berapa bagian ayamnya."

Amalia mematikan kompor, tetap saat Agus masuk dapur menanyakan air yang direbus olehnya.

"Airnya tolong sekalian tuangkan sini, Bu Alia." Agus meletakkan dua ayam di dalam baskom hitam. Yang biasa digunakan untuk mencuci piring di rumah itu.

"Ayamnya besar ya, Pak Agus?" Amalia memperhatikan ayam yang dibiarkan terendam air panas sesaat itu.

"Besar ini, Bu Alia."

"Potong enam belas kalau begitu, Pak."

"Oke, siap."

"Bumbunya sudah jadi. Saya tinggal mandi dulu, biar enggak tergesa-gesa salat Ied nanti." Pamit Amalia meninggalkan Agus dan Reza yang mulai mencabuti bulu ayam bangkok itu.

🌹🌹🌹

Jam setengah enam, semua masakan sudah tersaji di meja makan. Ada soto, opor ayam, sambal goreng kentang, capjay dan kerupuk. Nasi dan buras ditata bersebelahan dengan tumpukan piring dan tempat sendok.

Base camp yang disewa Ardin, berempat rekannya merupakan rumah singgah yang siap huni dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Jadi, untuk peralatan dapur dan perkakas untuk makan sudah tersedia. Dan rumah singgah ini disewa sejak awal puasa hingga September bulan depan.

"Ayo cepatan sarapannya. Enggak usah dikenyangi. Takutnya, tertidur di lapangan nanti." Aziz menginstruksi rekan-rekannya. "Kalau di Jawa biasanya dimulai jam 6.30 salat Iednya. Di sini jam enam kita sudah mulai bergerak ke perkampungan muslim." 

"Oke, siap. Ndan!" jawab mereka serempak.

Jam enam kurang, keempat belas calon guru muda itu keluar rumah. Berjalan beriringan menuju perkampungan muslim yang berjarak sekitar satu kilo dari base camp. 

Memasuki pemungkiman mereka disambut suara takbir yang menggema. Suasana lebaran yang sangat berbeda mereka rasakan tahun itu.

Idul Fitri adalah hari kemenangan umat muslim. Yang mana telah berhasil mengalahkan hawa nafsu sebulan penuh di bulan Ramadan.

Antusias warga setempat terlihat jelas di depan masjid tersebut perkampungan muslim di Siau itu.

Sebelum berpisah di pelataran masjid, Aziz mendekati Hadinda seraya melempar senyum. "Nanti saya tunggu di sini," katanya.

Hadinda mengangguk seraya membalas senyum kekasihnya itu. Amalia menyenggol bahu sahabatnya itu, ketika berbaur kembali di shaf untuk wanita.

"Janjian ni, ye ...." goda Amalia.

"Ah, enggak. Cuma ngasih tahu. Nanti pulangnya mereka nunggu kita di sana. Supaya barengan lagi balik ke base camp."

Amalia mengangguk mengerti, lalu keduanya berbaur kembali di shaf wanita. Masing-masing menghampar sajadahnya, siap melaksanakan salat Ied dengan khusyuk.

Pagi itu, suasana sangat tenang. Semua orang menjalankan salat Ied dengan khidmat. Takbir mengalun dari bibir imam, diikuti oleh jamaah.

Setelah salat, mereka mendengarkan khutbah. Semilir angin sejuk berembus, menyapa wajah-wajah cerah para pengabdi negara itu. Di bawah bentangan langit biru yang jernih, awan tipis berarak pelan, tidak menghalangi hangatnya matahari pagi. Hari kemenangan itu terasa syahdu sekali, penuh kedamaian.

Selesai salat Ied, Amalia saling berpelukan dan bersalaman dengan semua rekannya. Senyum lebar menghiasi wajah mereka, memancarkan kebahagiaan. Mereka juga menebar senyum dan anggukan pada warga yang memperhatikan keenam calon guru muda itu. Warga Siau yang ramah membalas senyuman mereka, merasa bangga dengan kehadiran para pemuda-pemudi yang akan menjadi pendidik di daerah mereka.

Setelah itu, mereka berjalan menuju titik temu yang sudah dijanjikan Aziz. Lelaki berkoko putih itu sudah menunggu bersama rekan pria lainnya. Kali ini, mereka mengambil rute yang berbeda untuk kembali ke base camp, melewati jalan lain yang menawarkan pemandangan berbeda. Sepanjang jalan, mereka masih diselimuti aura kebahagiaan. Tawa dan obrolan tak henti, seolah mereka tak ingin kehilangan momen kebersamaan yang berharga ini.

Begitu memasuki teras rumah, Reza berseru, suaranya lantang dan bersemangat, "Aiits... sebelum kita saling bermaafan. Lebih dahulu telepon orang tuanya masing-masing. Meminta maaf pada mereka. Masak iya, maafan sama kalian dulu, ibuku belakangan."

Ucapan Reza disambut acungan jempol oleh teman-temannya. Mereka setuju. Momen Idul Fitri adalah saat yang tepat untuk meminta maaf dan bersilaturahmi dengan keluarga, terutama orang tua yang telah membesarkan mereka. Mereka pun berpencar, mencari tempat yang tenang untuk menghubungi keluarga masing-masing. Kebetulan mereka berada di pusat kota Siau, di mana sinyal telepon sangat lancar.

Amalia memilih duduk di teras belakang, di bawah pohon mangga yang rindang. Ia menelepon Sinta, mamanya Syaiba. Suaranya bergetar menahan haru. "Ma, mohon maaf lahir dan batin ya," ucapnya, air mata mulai menggenang di pelupuk mata.

Sinta di seberang sana menjawab dengan suara penuh kasih, "Sama-sama, Nak. Mama juga mohon maaf ya kalau ada salah." Percakapan beralih ke Syaiba dan Kanzu. Walaupun berbincang singkat, singkat, karena mereka harus pergi ke rumah keluarga Santosa. Momen itu adalah pelepas rindu yang tak terbayarkan.

Lain lagi dengan Aziz. Ia menelepon ayahnya, mengabarkan bahwa ia dan teman-temannya baik-baik saja di Siau. Ayahnya berpesan agar ia selalu menjaga diri dan tetap semangat mengabdi. Ardin, Reza, dan yang lainnya juga melakukan hal yang sama. Mereka berbagi cerita singkat tentang suasana lebaran di Siau, tentang masakan Amalia yang enak, dan tentang rencana mereka ke depan.

Setelah melepas kangen via telepon, mereka semua berkumpul di ruang tengah.

Suasana hening sejenak, penuh kehangatan. Mereka kemudian mulai bersalaman, saling memaafkan. Para calon bapak guru berpelukan erat dengan rekannya, demikian juga dengan para calon ibu guru. Ada titik keharuan yang sama-sama mereka rasakan. Jejak air mata yang menetes saat berpelukan, segera dihapus. Mereka tahu, di balik kebahagiaan ini, ada rasa rindu yang mendalam kepada keluarga di rumah.

"Selamat Hari Raya Idul Fitri, kawan-kawan. Mohon maaf lahir dan batin," ucap Ardin, mewakili semuanya.

"Sama-sama, Din. Mohon maaf lahir dan batin juga," jawab yang lain serempak.

Di tengah kebersamaan itu, mereka merasa beruntung bisa merayakan Idul Fitri bersama. Jauh dari rumah, mereka menemukan keluarga baru. Persahabatan mereka terjalin semakin erat, seperti ikatan keluarga yang tak terpisahkan. Hidangan lezat buatan Amalia terasa semakin nikmat, mengobati kerinduan mereka akan masakan rumah.

Momen itu menjadi pengingat bagi mereka semua. Bahwa di mana pun mereka berada, selama ada kebersamaan dan rasa persaudaraan, Idul Fitri akan selalu terasa istimewa. Esok hari, mereka akan kembali pada rutinitas mereka sebagai pengajar. Namun, kenangan Idul Fitri di Siau ini akan selalu mereka simpan. Sebagai cerita yang akan mereka bagikan suatu saat nanti, sebagai bagian dari perjalanan mereka mengabdi untuk negeri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Menjaga Cinta

    Satria membiarkan Kanaya kembali berbaring santai setelah menandaskan tiga potong kue dan satu gelas jus jeruk. Ia menyalakan ponselnya lagi, memeriksa rentetan pesan masuk yang didominasi ancaman Kanzu dan deretan pertanyaan dari Daffa, berselang-seling dengan notifikasi panggilan tak terjawab dari Ghea.Satria berlalu ke ruang duduk, menatap layar ponselnya. Foto tangannya dan Kanaya, serta cincin kawin mereka berdua.Bunda Syaiba calling...Satria membiarkan panggilan itu berhenti berdering, lalu menyandarkan punggung dan mendongak menatap langit-langit artistik dengan cahaya lembut yang menenangkan. Ia tidak ingin membawa Kanaya kembali, namun terus memaksakan keadaan pun terasa menyakitkan.Satria memejamkan mata, menarik dan mengembuskan napas berulang kali hingga merasa siap menghadapi sisa permasalahan yang menunggunya nanti.Terdengar suara ponsel berdering kembali. Satria memeriksa, ternyata Fran yang menghubungi.“Halo...” sapa Satria pelan, menempelkan ponsel ke telinga ag

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Dia Pintar

    “Mas Kanzu tahu kondisi Kanaya sekarang.”“Tapi kalau aku nyerah, pasti makin susah untuk bisa sama-sama seperti sebelumnya,” kata Satria. Ia tahu benar arah pembicaraan itu.“Makanya menyerahnya bukan sekadar menyerah,” ujar Ghea sambil menunduk. “Minta maaf, perbaiki, dan kalau perlu menangislah.”“Apa?” seru Daffa, kaget. “Bby, kamu tahu, Kanaya juga melakukan beberapa hal yang—”“Dia pintar, ingat? Mustahil dia enggak melakukan apa-apa sementara kamu selalu seenaknya,” potong Ghea santai. “Dia harus bisa bertahan di segala keadaan, makanya ngajak cerai itu ide paling tolol, Mas!”“Apa ingatannya udah pulih sepenuhnya?” tanya Satria.Ghea menggeleng. “Belum. Dokter bilang Kanaya kadang masih kewalahan dengan beberapa potongan dan kilas balik ingatan. Dia juga berkomitmen meminimalisasi penggunaan obat, jadi fokusnya sekarang cuma terapi dan relaksasi.”“Kalau ingatannya utuh, dia pasti tahu aku enggak serius sama rencana cerai itu.”Daffa menyipitkan mata. “Bukannya kalau ingatanny

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Beri Kesempatan

    "Pak…” ucap Fran, menghentikan mobil di area lobi rumah sakit. “Pak Satria menunggu di Suite Room lantai delapan.” Kanzu menipiskan bibir dan melepas sabuk pengamannya. “Bapak sejak tadi memang tidak bertanya-tanya, namun saya sungguh bersaksi bahwa hingga siang tadi Ibu Kanaya masih sangat baik-baik saja bersama Pak Satria dan—” “Dan kenyataannya sekarang terjadi hal sebaliknya,” sela Kanzu sambil menyelipkan ponsel ke saku celana belakang dan keluar dari mobil. “Mas Kanzu!” panggil Ghea yang bergegas mendekat begitu Kanzu menuju lift. Daffa yang bersamanya segera membuntuti. “Kanaya?” tanya Kanzu. “Baik, stabil. Dia dirawat di Gedung Selatan,” jawab Ghea sambil menunjuk arah seberang, ke koridor besar menuju gedung perawatan. “Ayo, kita ke—” “Aku akan menemuinya setelah membereskan Satria,” potong Kanzu. Daffa menahan. “Situasi Satria juga enggak

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Akan Aku Hadapi

    “Terima kasih sudah menelepon. Bunda akan siapkan keperluan tidurnya Saka. Kanaya juga sudah tidur?” “Iya, pulas sejak sejam lalu. Saya janji, Bund ... Kanaya akan baik-baik saja.” Bunda Syaiba mengangguk. Ia tidak bisa menutupi rasa sedih dan kecewanya, karena itu segera mematikan sambungan telepon. “Ayo, ambil Grimlock di kamar Papa Kanzu,” ajak Saka bersemangat. “Iya…” ucap Bunda Syaiba sambil menurunkan cucunya dari pangkuan dan membawanya keluar kamar, meski saat sampai di tangga ternyata Sus Neta sudah membawa barang-barang yang diperlukan. Saka tampak tenang kembali ke tempat tidur. Ia mengenakan kaus kaki, memeluk robot dinosaurusnya, dan diselimuti dengan quilt dari kamar Kanaya. Suara petir bersahutan beberapa kali, namun Saka tidak lagi menangis. Ia hanya mendekut semakin rapat di balik selimut bersama robot Grimlock. “Kenapa?” tanya Bu Syaiba saat cucunya terlihat membuka mata lagi. “Lampunya dimatiin,” jawab Saka sambil tersenyum. Saka udah bobok pakai selimu

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Anakku

    "Kanaya!" seru Satria begitu sadar dari pingsannya. Daffa yang duduk di sisi kiri tempat tidur menghela napas pendek. "Dia baik-baik saja. Ghea bersamanya." "Aku mau—" Daffa dengan mudah menahan bahu Satria, membuatnya kembali rebah di tempat tidur. "Dokter obgyn mengonfirmasi kehamilannya, sekitar lima sampai enam minggu kalau dilihat dari hasil USG. Kantong kehamilan dan embrionya sudah terlihat. Jadi ...." "Anakku," lirih Satria. Daffa sempat diam, lalu mengangguk pelan. Sahabatnya tampak tenang menerima situasi. "Mama sudah menelepon. Ghea tidak banyak cerita. Kamu beruntung, dokter memutuskan Kanaya harus bedrest minimal seminggu." Satria mengangguk. Itu berarti istrinya harus beristirahat hingga pulih. "Ghea dan Kanaya sudah video call dengan Saka. Dia terus bertanya kenapa kalian belum pulang. Untungnya, hujan deras. Jadi, bisa dibuat alasan. Mas Kanzu juga baru bisa berangkat besok, sepertinya." Satria menggeleng. "Kalau tidak bisa naik pesawat, dia akan n

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   55. Gila dan Bodoh

    RS Premier Surabaya Ghea dan Daffa sama-sama butuh tempat untuk duduk sekaligus menenangkan diri. Dua jam lalu, begitu mobil mereka tiba, Satria justru sedang membopong Kanaya keluar dari rumah, langsung masuk ke kursi belakang, meneriakkan perintah untuk pergi ke rumah sakit. Ghea langsung bertanya apa yang terjadi, namun Satria menyuruhnya diam dan sibuk menghubungi Sus Neta agar segera membawa Saka ke rumah mereka.. “Apa pun yang terjadi, Saka harus kembali padaku, mengerti?” Ghea agak bergidik mendengar seruan itu, ditambah Satria yang kemudian sibuk menghubungi dr. Jihan meminta rekomendasi dokter di Surabaya untuk menangani keadaan Kanaya. Dan di sinilah mereka sekarang, salah satu rumah sakit terbaik di kota Pahlawan. Kanaya menjalani pemeriksaan awal di IGD dan dipindahkan ke Presidential Room setelah dipastikan kondisinya stabil. Kini hanya tinggal menunggu waktu hingga ia sadar. “Kamu aja dulu, Sayang ... yang ajak ngomong,” ucap Daffa karena ponselnya mulai berdering-d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status