Share

16. Karangetang Batuk

Author: Rumi Cr
last update Last Updated: 2025-08-17 16:00:41

Hari raya kedua, Agus mengajak Aldory dan rekannya menyiapkan bakaran ikan. Amalia bersama Ardin berbagi tugas memasak kare, cumi asem pedas, sambal dan lalapan. Begitu selesai memasak menu masakan. Semua disajikan di meja makan. Anik bertiga Yuni dan Hadinda membuat es mentimun dan gorengan.

Sekitar jam sepuluh pagi, semua berkumpul di ruang tengah. Menikmati hidangan yang telah disiapkan bersama-sama tadi. Kebersamaan yang mungkin akan selalu diingat oleh mereka berempat belas. Rasa persaudaraan di tempat pengabdian.

Malamnya setelah berjamaah salat Isya, semua berkumpul di ruang tengah. Ada keseruan setiap bercerita mengenai suka dan duka melewati tantangan di tempat tugas. 

"Kalau aku berdua Yuni sering melow, karena kita di tempatkan berdua. Cewek semua lagi. Tapi, tetap masih beruntung enggak sendirian juga. Ada cerita paling berkesan kita. Ini baterai hapeku mau habis, Yuni juga tinggal dua balok. Baru jadwalnya kita 'ngota' masing dua hari lagi. Nah, mikir gini ... bagaimana caranya SMS bapak ojek, andai baterai kita habis dua hari kemudian." Anik menjeda ceritanya untuk meneguk air mineral di depannya.

"Eh, tiba-tiba ada bapak pendeta nyamperin mes kita. Ngajak ngobrol malam itu. Kalau di gereja 'kan ada genset. Jadi, kita minta tolong sama bapak pendeta bawa hape kita berdua. Numpang ngecas di sana. Begitu, bapak pendeta pergi membawa hape kita. Kita bilanglah pendeta tadi, Malaikat tak bersayap."

"Lha, secara kita enggak mungkinlah pergi ke Gereja ya, enggak," tambah Yuni kemudian.

"Aku pernah marah-marah saat absen muridku. Jumlah siswanya 'kan ada sebelas anak. Hari itu yang sakit dua anak, satu izin ke ladang bantu orang tuanya panen. Nah, ada tiga anak waktu tak absen enggak ada. Dijawab 'nginap, Bu Ardin' sama mereka.

Menginap? Maksudnya apa ... tanyaku dengan nada agak heran waktu itu. Terus itu Wati jawab gini, 'Kemarin Ibu yang menyuruh kami fotokopi bahan. Karena fotokopi di Paseng tutup, jadi mereka ke kampung sebelah untuk fotokopi. Sampai di sana sudah malam, Bu, jadi mereka menginap dulu,'

Allahurobbi ... aku langsung terdiam dan tidak tahu meski berkata apa, mendengar penjelasan Wati. Kok bisanya aku lupa desa itu tak punya listrik, mana ada mesin fotokopi. Mereka pergi di pusat kecamatan, tutup. Ngejar fotokopi ke kampung sebelah. Sekalinya udah tutup, karena kemalaman. Padahal cuma fotokopi lima lembar bahan rangkuman. Setelah itu aku ingat betul-betul. Enggak minta mereka fotokopi lagi."

"Kalau di SD tempatku bertugas bareng Mas Aziz. Anak-anaknya semangat banget nuntut ilmunya. Sayangnya, gurunya yang malas datang ngajar. Bayangkan dari sembilan siswa kelas enam, hanya tiga orang yang bisa membaca. Dan itu kelas enam ya, Gaess ...

Tiga anak ini bisa membaca pun tidak begitu lancar. Mereka juga masih kesulitan untuk menuliskan kata yang diucapkannya sendiri. Terus aku ngomong sama Mas Aziz, bagaimana solusinya anak-anak ini.

Guru di sana jarang datang, bilangnya sedikit murid yang datang. Nah, kita tanya anak-anak. Sering pula ke sekolah enggak ada gurunya, yang ngajar. Jadi, anak-anak sampai sekolah main.

Akhirnya kita berdua, datangi orang tua murid. Intinya sih, itu anak-anak dibiarkan saja sama orang tuanya. Karena ya, orang tuanya kurang menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.

Kita mikir, harus ada yang membenahi. Wesslah, anggap ini jihad kita. Bismillah ... kita berdua buat program tambahan belajar untuk membaca di jam istirahat. Target utama adalah siswa kelas empat, lima dan enam.

Alhamdulillah, bisa dikatakan awalnya sulit, karena enggak didukung oleh guru di sekolah. Tapi, Subhanallah. Pertolongan itu datang dari petugas kecamatan. Itu para guru di sekolah segan sama petugas ini. Akhirnya program yang kita rencanakan, pelan-pelan mulai dijalankan bersama-sama. 

Ujian kelulusan dan kenaikan kelas kemarin. Para siswa bisa melaksanakan ujian dengan baik. Melihat mereka mencermati soal dan berusaha mengerjakannya adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untuk kami berdua. Apalagi, guru-guru yang kesannya enggak peduli, bersedia hadir dan mendampingi mereka. Membacakan soal ujian dan menjelaskan pilihan jawabannya ...."

"Eh, sebentar. Perasaanku, ini kita kok serasa di kapal , ya." Amalia menyela sahabatnya berkisah pengalaman.

"Astaghfirullah, gempa ini! Ayo, cepat keluar dari rumah!" Ardin berteriak panik seraya menarik lengan Amalia dan Hadinda yang berada di sebelah kiri dan kanannya.

Semua histeris karena panik. Gempa cukup kuat dengan durasi agak lama membuat mereka hanya terduduk lemas sambil berdzikir di halaman rumah. Amalia berenam temannya saling berpelukan dengan tungkai kaki sama-sama gemetaran.

Begitu gempa reda. Mereka menyaksikan gunung Karangetang mengeluarkan laharnya. 

Gunung Karangetang yang dikenal dengan nama Api Siau itu meletus. Gunung api aktif yang menjadi ikon Pulau Siau. Dimana Siau ini, menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Sitaro.

"Mau lari kemana coba kita ini. Ke laut ada tsunami, di daratan kena lahar gunung api." Sempatnya Pramono nyeletuk saat mereka melihat erupsi Karangetang siang itu.

"Subhanallah ...." gumam sebagian rekan Amalia.

"Karangetang batuk. Mama Tiara, pemilik rumah singgah ini bilang. Karangetang sudah biasa gempa dan keluar lahar.

Biasanya kalau ada kejadian seperti ini, pertanda pelanggaran kesusilaan telah terjadi di tengah masyarakat. Istilah lumrahnya kumpul kebo. Dan aktivitas erupsi berhenti jika pelaku asusila ketahuan. Wallahu alam." Ardin menggidikkan bahunya usai bercerita barusan.

"Hayo, yang baru jadian jaga diri ya, jangan sampai Karangetang batuk lagi." Agus kembali bersuara dengan mengarahkan telunjuk mengitari rekan-rekannya.

"Huuu ... Pak Agus, makin ngacau ngomongnya." Yuni bersuara paling kenceng diikuti sorakan rekannya yang lain untuk rekan seperjuangan Amalia di Tagulandang itu.

Next...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   61. Kita Cari Pahala, Yuk!

    Pembelian rumah telah disahkan oleh pihak notaris. Mengenai pembayaran, saat Kakek Rahmat hendak membayar untuk mereka. Kanzu menolak secara halus."Rumah yang kami tempati ini, biarlah menjadi tanggungjawab saya sebagai kelapa rumah tangga, Kek. Bukankah, sudah menjadi kewajiban saya menyediakan sandang, pangan dan papan untuk mereka.""Kakek bangga padamu, Kanzu. Seperti inilah, ayahmu dulu. Sangat bertanggungjawab dengan keluarganya. Kakek tenang, Saka dalam pengasuhan kalian berdua. Semua Kanaya mendapatkan jodoh sebaik kamu dan ayahnya," ungkap Kakek Rahmat dengan mata berkaca."Andai dia mengatakan siapa pria yang bertanggungjawab atas kelahiran Saka. Kakek ingin menemui pria itu, jika memang mereka dulu melakukan atas dasar suka. Kakek ingin mereka berdua menikah."Pasti kamu tahu, beban mental yang ditanggung olehnya bila dinikahi selain pria itu. Orang melihat dia sebagai gadis baik, dari keluarga baik. Tetapi, tidak bisa menjaga kehormat

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   60. Terserah

    Peristiwa penculikan Wafa, sengaja tidak dibahas lebih lanjut. Bahkan saat Bu Syaiba dan Kakek Rahmat mampir berkunjung ketika kembali dari Swiss di hari Ahad, mereka tidak diberitahu mengenai musibah yang menimpa Wafa.Walaupun Bu Ambar pada akhirnya tahu oleh Pak Basir, ayah Mahesa sendiri. Karena penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib pada kasus kriminal yang dilakukan anak bungsunya itu. Kakek Rahmat dan Bu Syaiba sengaja singgah ke apartemen Kanzu untuk melihat Saka. Melihat sang cucunya gembira tinggal bersama orang tuanya membuat hati Bu Syaiba tenang."Saka sepertinya nyaman tinggal bersama kalian. Bunda titip dia, ya ... di sini dia mendapatkan kasih sayang utuh dari kedua orangtuanya. Walaupun kalian berdua bukan orangtua kandungnya," ungkap Bu Syaiba dengan wajah sendunya."Bunda jangan berbicara seperti itu, nyatanya antara saya dan Saka masih terhubung pertalian darah yang sama. Darah Ayah Ghizra. Dan sudah menjadi kewajiban

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   59. Maafkan Mas

    Kanzu menatap wajah Mahesa dan Ibam yang telah dibuatnya babak belur. Bahkan ia larang Leo dan Satria turut menghajar dua pria di hadapannya itu."Ini pertama dan terakhir kali, kau menyentuh keluargaku, Mahesa." Kembali Kanzu melayangkan pukulan ke wajah Mahesa. "Leo, bawa kemari koper itu," pinta Kanzu pada Leo yang di sebelahnya teronggok tas berisi uang yang berhasil dirampasnya dari kawan preman tadi.Kanzu membuka retsleting koper, lantas tangannya mencakup penuh gepokan uang ratusan ribu dari dalam koper itu."Hanya karena ini, kamu tega berlaku keji pada saudaramu, Mahesa." Kanzu melempar gepokan uang ke arah Mahesa. Mungkin ada sepuluh gepok yang ia lempar ke tubuh pria itu."Polisi sebentar lagi tiba, Kanzu. Kamu segera jemput Wafa saja. Kita yang akan urus mereka di sini," ujar Leo mencoba menenangkan sahabatnya."Iya, tolong urus mereka untukku, Leo. Satria terima kasih, sudah membantuku."Satria menganggukk

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   58. Jangan Menguji Kesabaranku

    Setibanya di stasiun Kanzu segera menemui Ibam. Tidak nampak Mahesa ikut serta. Apakah tebakkannya salah. Karena kalau hanya berdasarkan nomer Mahesa tidak bisa dijadikan bukti yang kuat.Sekarang ini, nomer mati karena tak lama kita isi pulsa. Lantas kita memilih membeli nomer baru. Nomer mati milik kita dulu, akan diterbitkan lagi menjadi kartu baru. Bukankah kemungkinan akan dibeli orang lain dan akan digunakan."Mana istriku?" tanya Kanzu melempar tas berisi uang dua milyar ke arah Ibam."Dia sudah kami bebaskan. Sebentar lagi, pasti sudah sampai rumah.""Jangan bercanda! Kalian sudah mendapatkan uangnya. Kenapa istriku tidak ada di sini?" tanya Kanzu geram.Ibam menyeringai, diambilnya tas yang dilempar Kanzu lalu membukanya. Nampak tumpukan uang merah berbendel di dalamnya. "Kita bukan orang bodoh, Bro. Kalau kami membawa istrimu, dan kamu menyerahkan uang ini. Bisa menjadi bukti, bila tertangkap tangan sebagai kasus pemerasan.

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   57. Tidak ada jejak

    Kanzu memperhatikan jam di dinding kantin dengan cemas, di depannya duduk Leo dan Satria. "Uang sudah siap, kenapa dia tidak menghubungi kita lagi," ucap Kanzu gelisah.Masalah uang senilai dua milyar tadi langsung diselesaikan oleh Pak Faiz dan Ryan. Kanzu tinggal mengganti setelah Wafa kembali ke pelukannya dengan selamat."Tenanglah, Kanzu. Aku yakin, mereka tidak mungkin berani menyakiti Wafa," ujar Leo menenangkan sahabatnya. Satria yang duduk di samping Leo, memperhatikan ponsel milik Wafa. Ia pun sudah menghubungi Kirana. Satria meminta tolong pada wanita itu, melacak keberadaan preman yang menyekap Wafa."Tidak ada jejak sama sekali. Apakah kita hanya bisa menunggu telepon dari penculik saja," ujar Kanzu geram seraya memukulkan tinju pada pahanya."Kenapa aku berpikir yang melakukan ini, bukan orang asing. Tetapi, yang sudah mengenal Wafa. Bukankah, tas Wafa diletakkan di teras samping tadi. Pastilah dia tahu, Wafa bers

  • AMALIA, Kesetiaanku Diragukan   56. Dua Milyar

    Derap langkah dari beberapa kaki yang menapaki lantai kayu tua semakin lama semakin mendekat. Suara langkah-langkah itu berat, berirama, seolah mengisyaratkan keberadaan lebih dari satu orang. Jantung Wafa berdetak tak karuan. Ia hanya bisa menebak-nebak, sebab matanya tertutup kain yang diikat sangat rapat, dan mulutnya dibungkam dengan lakban. Rasa takut dan cemas merayap di seluruh tubuhnya. Ia tahu dirinya berada di sebuah ruangan gelap dan pengap. Bau apek, debu, dan lembap menekan indra penciumannya. Wafa duduk di lantai dingin, dengan kaki dan tangan diikat jadi satu. Ikatan tali itu terasa sangat kencang, membuat pergelangan tangan dan kakinya kebas. Sejak sadar, ia sudah berusaha sekuat tenaga melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya. Gesekan tali pada kulitnya membuat tangannya lecet dan perih, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya ia menyerah karena rasa dahaga dan lapar yang amat sangat. Tidak ada yang memberinya makan dan minum. Ia harus menjaga diri agar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status