Share

AMETHYST Pengantin Terkutuk
AMETHYST Pengantin Terkutuk
Penulis: Red Ruby

Paket Misterius

Awan biru yang cerah, wanita cantik dengan gaun panjang yang menutup mata kaki berdiri di bawah pohon berdaun jingga. Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak jurang menganga dengan dasar berwarna biru tua yang pekat.

Wanita itu menoleh, berharap sosok yang ia tunggu segera datang. Salah satu tangannya meremas gaun putih sementara tangan yang lain menggenggam dua tangkai bunga berkelopak biru.

Tak lama kemudian, muncul pria seusianya dari arah dataran yang lebih rendah. Rambut coklat tua berpadu dengan kulitnya yang putih pucat. Si wanita hendak mendekat, ekspresinya yang semula cemas kini terganti dengan senyum merekah. Namun pemandangan itu tidak bertahan lama, karena si pria justru mendorongnya menuju jurang. Tubuh itu melayang, sebelum menghilang di perairan laut yang dalam.

"Jangan!!"

Amy terbangun di ranjang kamarnya, tepat jam tiga dini hari. Peluh membanjiri dahi dan punggungnya hingga sebagian kaos merah muda yang sedang dikenakan menjadi basah.

Mimpi buruk yang telah menghantuinya selama seminggu terakhir kembali datang dan terasa lebih nyata. Wanita dengan rambut hitam sepunggung itu memutuskan untuk meminum segelas air dan melanjutkan tidur meski rasa kantuknya telah menghilang.

**

Sore yang sedikit mendung. Awan putih menggantung di antara kemilau langit yang keemasan. Dari sebuah rumah bergaya minimalis, terdengar kegaduhan yang menjadi rutinitas di jam yang sama hampir setiap harinya.

"Vel, bisa gak sih kalo mau pinjem sepatu bilang dulu? Mau aku pake hari ini ...." Amy, wanita cantik sembilan belas tahun mengomel pada seseorang melalui ponsel tipis yang sedang menempel di telinganya.

"Sorry, My. Cuma sepatumu yang pas sama outfitku sekarang. Please jangan marah, aku traktir deh besok," sahut wanita sebaya dari seberang.

"Traktir apa?" tanya Amy gemas. Ia yakin jawabannya akan mengecewakan.

"Duit lagi nipis, mie instan ajalah. Udah ya, bye."

Amy menatap layar ponsel tak percaya. Panggilan benar-benar terputus. Wanita itu mengusap wajah kasar, kesal karena harus memutar otak di saat seharusnya ia telah berada di kafe tempatnya bekerja.

Mau tak mau ia harus memakai sepatunya yang lain, meski sedikit basah karena semalam ia kehujanan ketika pulang dari kafe. Wanita itu mencomot buah apel di meja makan dan memasukkan ke tas selempangnya sebelum menuju pintu keluar rumah.

Saat membuka pintu, netranya menangkap sesuatu yang teronggok di teras. Sebuah paket berukuran sedang terbungkus kertas cokelat dan bertuliskan namanya.

"Amy Ivory? Ini buat aku?" Amy membolak-balik kotak itu, mencari nama pengirim. Namun tak ia temukan di mana pun.

Bunyi ponsel pada tasnya membuat Amy tergesa. Ia hampir terlambat masuk kerja. Ia meletakkan paket di ruang tamu lalu mengunci pintu. Untuk sementara rumah itu kosong, setidaknya hingga teman satu kontrakannya pulang pukul 7 malam nanti.

Rutinitas Amy jalani seperti biasa, ia menjadi kasir di salah satu kafe yang hanya berjarak lima belas menit dari rumahnya jika berjalan kaki. Petang itu pengunjung tidak terlalu ramai, sehingga ia bisa sedikit bersantai.

"Amy!" Meta, salah seorang teman kerja yang merupakan pegawai lain menepuk pundaknya.

"Iya?" Amy hanya menatap sekilas lalu kembali fokus pada mesin kasir di depannya.

"Besok kamu mau off?" Wanita dengan apron merah itu duduk di kursi yang seharusnya Amy gunakan.

"Besok? Bukannya giliranmu yang off?"

"Iya harusnya, tapi aku ada janji hari Jumat. Tukeran ya? Please ...." Meta menarik seragam Amy yang berupa kaos berkerah berwarna hitam.

Amy tak memiliki agenda apa pun di hari liburnya minggu ini. Mungkin ia akan mengajak Velia sekedar sekadar berbelanja kebutuhan dapur yang sebagian besar habis. Bukan masalah jika ia harus libur besok.

"Oke." Amy memberi anggukan yang langsung membuat Meta kegirangan.

Malamnya, Amy sampai di rumah hampir pukul sebelas malam. Penat, ia ingin mandi dan segera tidur. Tangannya menyambar paket yang masih tergeletak di meja.

"My, udah pulang? Makan yuk," ajak Velia yang baru muncul dari ruang makan. Pada tangannya terlihat dua kebab berukuran jumbo.

"Vel, kamu selalu bisa bikin dietku gagal ...."

Dua wanita itu tertawa sebelum duduk bersama di sofa ruang tengah. Velia melirik paket yang Amy bawa, merasa sedikit aneh karena ini pertama kalinya Amy mendapat kiriman paket meski mereka telah tinggal bersama selama hampir setahun.

Usai menyelesaikan makan malam keduanya, Amy membersihkan diri dan masuk ke kamar kamar. Keinginannya untuk tidur terusik rasa penasaran pada paket tanpa nama pengirim yang ia terima sore tadi. Dengan sebilah cutter, ia membuka paket. Berisi buku dan sebuah kunci yang sudah tampak usang.

Ketika Amy mengangkat buku bersampul hitam itu, secarik kertas terjatuh dan ia langsung memungut. Terdapat beberapa baris tulisan tangan di sana, tampak rapi tapi juga terlihat dibuat terburu-buru.

[Amy, jika surat dan buku ini sampai padamu maka saatnya telah tiba. Aku tak bisa menjelaskan sepenuhnya sekarang. Satu hal yang pasti, waktumu tidaklah banyak. Temui aku di Villa Putih secepatnya. Dan, jangan biarkan 'dia' menemukanmu. Amethyst]

Pada bagian bawah surat juga terdapat alamat vila yang terletak di kota yang berjarak enam puluh kilometer dari tempat tinggalnya sekarang.

Alis Amy terangkat sebelah. Villa Putih di Kota M? Dan siapa 'dia' yang si pengirim maksud?

Tak ingin ambil pusing, Amy meletakkan buku, surat beserta kunci begitu saja di atas meja. Tubuhnya lelah, matanya ingin terpejam. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan sekarang adalah tidur.

**

Amy menghela napas kasar. Di sinilah ia sekarang, berdiri tepat di depan pintu gerbang sebuah villa tua tak berpenghuni. Kedatangannya bukan tanpa sebab. Semalam ia kembali bermimpi aneh dan Amy yakin mimpi itu ada hubungannya dengan buku dan villa ini.

Matahari masih belum naik sepenuhnya, namun ia telah merasa gerah. Dengan langkah sedang wanita dengan outer peach itu mendekati pagar besi yang sebagian besar berkarat.

Digembok. Tentu saja. Tapi Amy yang sudah jauh-jauh datang tak ingin perjalanan dua jamnya terbuang sia-sia. Ia berjalan berkeliling sembari mengamati sekitar. Villa ini terletak si area yang cukup jauh dari permukiman penduduk.

Setelah melangkah beberapa saat, ia menemukan satu jalan masuk berupa pagar samping yang rusak. Mengendap bagai pencuri, ia berharap tidak ada orang yang menangkapnya karena telah memasuki properti orang lain tanpa ijin.

"Mudah-mudahan gak ada yang lihat," ujarnya pada diri sendiri.

Baru saja ia kakinya menginjak halaman villa, tubuhnya merasakan sensasi aneh. Ia merasa tempat ini tidaklah asing. Pohon besar di sudut halaman, juga bekas kolam air mancur yang nyaris menjadi puing.

Amy menggeleng, berusaha menekan perasaan tak biasa yang mendadak muncul. Ia memberanikan diri membuka pintu utama villa dengan kunci usang dari paket misterius, berhasil.

Tampak jelas jika tempat ini telah lama ditinggalkan, mungkin lebih dari lima belas tahun. Penerangan berasal dari jendela-jendela besar yang telah rusak. Aroma pengap dan debu segera menyapa indra penciuman saat Amy melangkah masuk.

Ting. Denting piano tiba-tiba terdengar, seakan menyambut kedatangannya.

"Tenang, Amy. Tenang," ucapnya sembari menetralkan detak jantung yang mulai tidak beraturan.

"Harusnya aku ngajak Velia," rutuknya kemudian.

Ia menyusuri lantai kayu yang sebagian menimbulkan bunyi derit ketika terinjak. Lagi, denting piano terdengar dan kali ini lebih berirama.

Meski was-was, Amy memaksa diri untuk mengikuti sumber suara itu. Makin lama, ia dituntun menuju sebuah ruangan tertutup di lantai dua. Begitu pintu didorong, hal yang pertama kali Amy lihat adalah piano tua yang sepenuhnya rusak.

Sebuah foto tua di dinding merebut perhatiannya. Netra cantiknya seketika terbelalak, saat mendapati foto itu adalah sosok wanita yang sama persis dengannya. Tak hanya itu, nama mereka pun nyaris sama. Amethyst Ivory.

"I-ini, ini gak mungkin ...." Amy hendak menyentuh permukaan foto tapi kemudian denting piano terdengar sangat jelas.

Instingnya meminta Amy berlari. Wanita itu terus berlari menuruni anak tangga dan tanpa sadar justru menuju halaman belakang Villa. Hal mengerikan kembali terjadi. Ia menemukan sebuah makam yang bertuliskan nama wanita dalam foto.

"Apa-apaan ini?!" Amy membalikkan badan dan berlari ketakutan hingga tersandung akar pohon.

Wanita itu meringis, merasakan perih pada lututnya yang lecet. Beberapa detik kemudian, Amy merasakan kehadiran seseorang yang menawarkan tangan untuknya. Ia mendongak.

"Kamu ...."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status