Share

5. He's Has Gone

Dia adalah tokoh utama yang disembunyikan. 

–Annora

*****

Saat ini, Manda tengah berbaring diatas kasurnya dengan earphone terpasang di kedua telinganya sambil memejamkan mata, menikmati setiap nada musik yang mengalun. Matanya terbuka kala ponselnya berdering memperlihatkan sebuah notifikasi masuk dari orang yang satu tahun belakangan ini sering menjadi alasannya tersenyum. 

Gara :

Sayang. 

Manda :

Siapa?

Gara :

Baru nggak dikabarin sehari masa udah lupa? 

Manda :

Haha, bercanda. 

Gara : 

Besok ada acara nggak? 

Manda :

Nggak ada. Kenapa?

Gara :

Besok mau ke rumah aku, nggak? Latihan buat pensi. 

Manda terdiam sejenak, Gara mengajaknya latihan dirumah cowok itu? Biasanya jika Manda ingin kerumah Gara, dia selalu menolak dan membuat alasan. Lalu berujung ketempat lain, ini mengapa tiba - tiba Gara malah menawarinya? 

"Palingan karena dirumah Gara alat bandnya lengkap, " gumamnya,  lalu mengetikkan sesuatu di room chatnya dengan Gara. 

Manda : 

Oke, deh. Sekalian main kerumah calon mertua :D

Gara :

Sejak kapan kamu bisa ngomong gini?

Manda : 

Sejak kenal kamu kayaknya... 

Gara :

Dih, aku nggak gitu ya. 

Manda :

Iya, kamu, mah, sadis orangnya. 

Gara : 

Kata siapa, coba? 

Manda :

Kata temen aku, tadi. 

Gara :

Siapa? Luna? 

Manda :

Iyaaa, siapa lagiii. 

Manda :

Katanya, jangan mau sama Gara, mukanya sadis, gitu. 

Gara : 

Eh, gilaaa. Kapan - kapan kenalin sama aku. 

Gara : 

Biar ngerti, aku orangnya selembut apa. 

Manda : 

Bakalan takut kayaknya. 

Manda :

Lembut apaan. 

Gara :

Aku nggak makan orang, Man. Please, lah. 

Gara :

Biarin, aku lembut nya sama kamu doang. 

Manda menahan senyum membaca pesan teks tersebut, ia menggaruk - garuk hidungnya salah tingkah sendiri. "Wah, gila. Cuma Gara doang kayaknya yang bisa buat gue gila, " ucapnya. 

Manda : 

Aku tidur duluan, byeee!

****

Sinar mentari menelusup masuk kearah jendela yang terbuka di sebuah kamar seseorang yang sedang duduk di meja belajarnya ditemani buku dan coklat panas yang masih mengepulkan asap ditaruh di meja.

Hari ini adalah hari minggu, yang biasa orang gunakan untuk bermalas-malasan, jalan jalan, dan hal seru lainnya. Rutinitas kesehariannya hanya berteman dengan buku, biasanya Luna yang mengajaknya untuk pergi keluar. Tapi, hari ini entahlah cewek itu kemana. 

Kamu tau sifat Manda yang cuek dengan keadaan sekitar itu darimana? Karena dia pernah begitu menyayangi seseorang yang menjadi raja yang sangat dianutnya tanpa ia berpikir jika kapan saja orang akan pergi meninggalkan dunia.

Manda tidak mau bersifat peduli dan mudah bersimpati, yang perlahan akan menimbulkan rasa sayang dan cinta. Karena ia takut merasakan kesedihan yang sama kala melihat orang tersebut pergi meninggalkan dunia, maupun hilang tanpa kabar apapun.

Walaupun sifat itu sulit disangkalnya karena sudah menjadi sifat alami Manda. Sejak ayahnya meninggal kala ia berumur sembilan tahun—bersamaan dengan kepindahan sahabat kecilnya, senyum Manda perlahan mengabur. Bukannya luntur, hanya saja dia belum menemukan kebahagiaan nya secara utuh kembali.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar membuatnya beranjak dari tempatnya dan membuka pintu tersebut memperlihatkan Bi Ani— pembantu dirumahnya. 

"Kenapa Bi?" tanyanya. 

"Itu non ada temen non dibawah."

"Siapa?"

"Nggak tahu non, cowok. Mending non samperin aja, saya mau ke dapur non nyiapin minum. Permisi."

Setelah kepergian Bi Ani ia bergegas menuruni tangga menuju kearah ruang tamu menghampiri seorang cowok yang duduk di salah satu kursi. 

"Eh, Gar, sorry aku belum siap - siap. Soalnya kan kamu ngomongnya jam sembilan tau - tau udah disini jam segini," katanya, membuat Gara menoleh ke sumber suara. 

"Nggak apa - apa, lo siap siap aja dulu, gue tunggu."

"Oke, tunggu sini ,ya, gue siap siap dulu." Gara menganggukkan kepalanya. 

Tak butuh waktu lama Manda turun dengan Hoodie pink dan celana jeans putih melekat pas ditubuhnya. 

"Bi Ani, Manda keluar dulu ,ya."

"Iya, non."

Setelah berpamitan dengan bi Ani ia menghampiri Gara. "Yuk!"

"Nggak pamitan sama ibu kamu?" tanya Gema. 

"Mama pergi ke luar kota tadi pagi, ngurusin pekerjaan, " jawabnya, Gara hanya ber-oh ria menanggapi.

Mereka berdua lalu keluar menuju motor Gara dan melaju mengunjungi rumah Gara. Motor Gara berbelok kearah rumah dengan pagar besi berwarna hitam serta bangunan dua lantai dengan gaya eropa modern berwarna putih berpadu dengan abu tua yang terlihat sangat mewah. 

"Yuk, masuk," ajak Gara, usai memarkirkan motornya di garasi samping rumahnya. Dia mengulurkan tangannya kearah Manda. Tanpa banyak berpikir, Manda menerima uluran tangan tersebut. 

Dia dan Gara memasuki rumah tersebut, saat sampai di ruang tamu perhatiannya tertuju pada sosok wanita paruh baya yang sedang melihat keluar jendela dengan menduduki kursi roda. Gara menghampiri wanita itu, sedang Manda mengikutinya. 

"Mama, kok disini? Nggak istirahat?" Tanyanya lembut sekali,dengan memegangi kursi roda itu. Dari cara Gara menatap wanita itu, terlihat sangat tulus.

Wanita itu mengalihkan tatapannya kearah Gara dan Manda secara bergantian, lalu tersenyum. "Pengen diluar, bosen mama dikamar terus. Eh, ini siapa?"

Manda menghampiri wanita tersebut, lalu mensejajarkan tingginya dengan orang yang berada di kursi roda didepannya. Ia menyalimi tangan wanita itu dengan sopan. "Manda, tante. Temennya—"

"Pacarnya Gara, ma." Gara memotong ucapan Manda yang akan mengenalkan diri sebagai temannya. 

"Beneran, kamu pacarnya dia?" ucap Mamanya Gara, sambil melirik ragu kearah Gara. Seakan tidak percaya. 

"Iya, tante." Manda menggaruk - garuk hidungnya canggung. Manda memang sudah terbiasa menyapa orang tua, dan dia tak pernah gugup seperti ini sebelumnya. Tapi, ayolah. Kali ini dia berhadapan dengan ibu kekasihnya, bagaimana tidak gugup? 

"Kamu jelek gitu, kok bisa dapet cewek secantik ini, sih?" ujar Ibunya Gara, sambil mengelus pelan rambut Manda, Membuat cewek itu tersenyum sumringah. 

"Eh, Mama kok gitu? Gara ganteng, gini."

"Udah, ah. Mama mau panggil bibi dulu biar dibuatin minuman."

"Oke, Ma. Taruh di ruang bandnya Gara, ya? Soalnya mau latihan."

"Iya - iya, gih, sana."

Mereka menaiki tangga dan berjalan menuju ruang yang dimaksud Gara. Setelah melewati beberapa kamar atau ruangan tertentu, mereka sampai didepan pintu berwarna putih yang ditempeli kertas dengan tulisan 'Kalo mau masuk, izin sama Gara dulu. Kalo nggak, nanti dibotakkin'. 

"Apaan, pakai peringatan kayak gini segala?" Tanya Manda. 

"Biar kalo sepupu - sepupu aku dateng kesini nggak ngerusak,banyak yang suka rusuh soalnya. Nanti malah rusak lagi, " ucap Gara, sambil membuka pintu ruangan dengan kunci yang selalu dibawanya. 

"Kocak, banget." 

Dia terkekeh pelan lalu masuk keruangan tersebut dan duduk di salah satu kursi yang tersedia. 

"Mau aku nyanyiin nggak?" Tanya Gara yang sedang memegang gitar disampingnya. 

"Katanya mau latihan?"

"Kamu lupa ya? Kan kita belum laporan sama pak Arya. " Gara terkekeh pelan, karena berhasil mengelabui Manda. 

"Berarti kamu nipu aku, dong?" Manda kesal sendiri melihat ekspresi menyebalkan yang ditunjukkan Gara. 

"Duh, otak pinternya ilang seketika, ya, pas diajak main kerumah, " ejek Gara, sambil menoel - novel dagu Manda. 

"Ih, muka sadisnya ilang, ya, kalau lagi ngejek aku. " Mata Manda menyipit sambil menunjuk wajah Gara dengan jari telunjuknya. 

"Aku nggak sadis, Man. Astaga, dari mana, sih, sadisnya?"

"Besok, deh, aku foto pas kamu lagi marahin anak OSIS."

"Dih, kocak kamu. Coba aja kalau berani," tantang Gara. 

"Eh, nggak jadi, deh. Nanti aku dikira fans kamu, lagi." Manda bergidik membayangkan hal itu. 

"Kan, emang kamu fans aku, sayang," ucap Gara, dia meletakkan gitarnya di paha menjadikan benda tersebut tumpuan tangannya, seraya memandangi Manda dari samping. 

"Sayangnya bisa diilangin nggak?"

"Nggak bisa, udah permanen."

"Dikasih balsem."

"Kamu kira apaan?"

"Nyeri otot."

"Apa, sih, nggak nyambung banget, deh," ucap Gara. Manda tertawa menyadari obrolan mereka yang cukup aneh. 

"Coba, deh, kamu nyanyi. Lama nggak dengerin suara kamu." Gara memperbaiki posisi gitarnya. 

"Nyanyi apa?"

"Apa aja." 

"And if you like midnight driving with the windows down..." Manda menyanyikan salah satu lagu milik One Direction yang berjudul 'Perfect' dengan suara merdunya. Bahkan tanpa iringan nada dari gitar yang sedari tadi dipegang Gara, lagu itu seolah sangat cocok dinyanyikan oleh cewek itu. Gara sampai terpaku melihatnya yang bernyanyi sambil memejamkan mata, menghayati setiap lirik yang dinyanyikan. 

"And if you like going places we can't even pronounce..."

"If you like to do whatever you've been dreaming about..."

"Then baby, you're perfect..."

"Baby, you're perfect..."

"So let's start right now,"

"And if you like cameras flashin' every time we go out..."

"Oh, yeah,"

"And if you're looking for someone to write your breakup songs about..." Gara ikut bernyanyi bersama Manda, hingga membuat cewek itu membuka matanya. 

"Baby, I'm perfect..."

"Baby, we're perfect..."

Mereka memilih mengakhiri lagu yang belum usai, saling bertatapan sebentar, lalu saling mengalihkan tatapan kearah lain. 

*****

Karena hari sudah sore, Manda memilih pulang. Tapi Gara melarangnya untuk naik taksi dan memilih mengantarnya. 

"Tunggu disini bentar, ya. Aku ambil jaket, dulu, " ucap Gara, lalu berlalu dari ruang tamu menuju ke lantai atas, menyisakan Manda sendiri disana. 

Manda memandangi sekitar ruang tamu rumah Gara, matanya tertuju pada deretan foto yang tertempel pada tembok yang berada dipojok ruangan. Ia melangkahkan kakinya menghampiri deretan foto - foto itu. Disana banyak foto masa kecil Gara, ada yang sedang memegang bola sambil tersenyum kearah kamera, fotonya dengan memegang piala kejuaraan didampingi ibunya, dan banyak lagi foto lainnya.

Saat akan berbalik, tangannya tak sengaja menyenggol salah satu foto yang ditaruh dimeja di pojok ruangan. Sebelum jatuh, dia berhasil menangkap foto itu, membuatnya bernapas lega. Dia membalik foto tersebut, disana ada Gara yang sedang berpelukan dengan seseorang yang wajahnya hampir mirip dengan Gara. Hatinya mencelos, saat ia menyadari siapa pemilik wajah itu. Jadi, dia saudara kekasihnya?

"Yuk, Man." Gara turun dari lantai atas, dan menghampiri Manda yang berada di pojok ruangan. Melihat Manda yang masih diam memandangi sebuah foto ditangannya, membuat Gara menaikkan alisnya bingung. 

"Man?" 

Cewek itu menatapnya dengan sorot mata yang sama sekali tak bisa ia baca. 

"Ini, siapa kamu?" ucap Manda sambil menunjuk wajah seorang anak kecil di foto tadi. Gara tertegun, dia menatap Manda yang menunggu jawaban darinya. Dia menghela napas, mungkin sudah seharusnya dia memberitahu Manda yang sebenarnya. 

"Dia, kakak aku. Kita kembar." 

Manda menatap Gara tak percaya. Kenapa Gara tidak memberitahunya? Bahkan sudah seringkali Manda menceritakan tentang sahabat masa kecilnya itu. Dan parahnya lagi, Manda sudah pernah menunjukkan fotonya dengan lelaki yang dicarinya kepada Gara. Manda meletakkan foto itu dimeja kembali, lalu menghadap kearah Gara. 

"Kenapa kamu nggak bilang?"

"Sorry–"

"Terus, sekarang dia dimana?" Potong Manda cepat, sambil mengedarkan pandangan keseluruh ruangan. 

"Man, tenang dulu, ya. Aku jelasin–"

"Jelasin apa? Jelasin kalau kamu nyembunyiin dia dari aku?"

"Man, nggak gitu–"

"Lo tau kalau gue nyari dia bertahun - tahun, kan, Gar? Bahkan lo udah sering gue ceritain tentang dia. Dia yang nggak pernah nemuin gue lagi, dia yang suaranya nggak pernah lagi gue dengar."

Karena tak tahan melihat ekspresi Manda yang seakan memojokkannya, ia menarik tangan Manda untuk keluar dari rumah menuju halaman depan. Tak menghiraukan Manda yang berusaha melepaskan cekalannya. Manda kalau sudah pakai 'lo-gue' berarti sudah sangat serius. 

"Abang udah meninggal, Man. Dia kecelakaan beberapa tahun lalu."

Pertahanan Manda runtuh, dia terduduk lemas di depan Gara. Seakan tidak percaya dengan kabar yang dia dengar tentang sahabat kecilnya. 

Dia mendongak menatap kearah Gara. "Kamu, bohong, kan? Lagi ngeprank aku, ya? Nggak lucu, Gar." 

Gara menyentuh pundak Manda, menyuruhnya berdiri. "Aku nggak bohong," ucapnya. 

"Nggak, nggak, nggak mungkin. Dia udah janji mau nemuin aku lagi, " sanggah Manda, masih tak percaya. 

"Emang muka aku keliatan bohong, ya?" 

Manda menatap mata Gara yang sedang menatapnya. "Aku mau lihat makam, dia."

"Besok, aja, ya? Ini udah sore. Nanti kamu kemaleman pulangnya," ucap Gara lembut. 

"Sekarang, aja."

"Jangan keras kepala, " Finalnya, lalu mengambil motornya di garasi. 

"Naik." Tanpa banyak bicara, Manda naik keatas motor Gara. Lalu berlalu dari halaman rumah tersebut. 

Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Dia berada di balik pohon besar dihalaman rumah itu, netranya memandang dua insan yang sudah pergi dari tempat tersebut. 

"Cih, udah mati katanya? Gue masih sehat, segar wal afiat gini, dibilang udah mati. Enak aja, " ujarnya disertai kekehan kecil, lalu memakai tudung jaketnya dan pergi dari sana, tak jadi mengunjungi rumah orang tuanya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status