Bagi Gema, Manda adalah sebuah lentera yang datang untuk menerangi kehidupannya yang gelap. Bagi Manda, Gema adalah suara yang paling indah nan menenangkan yang menariknya keluar dari jurang kesedihan. Keduannya adalah dua insan yang saling membutuhkan namun dipisahkan oleh semesta. Jarak yang dihiasi kesalah pahaman dan kebohongan yang disebabkan orang - orang disekitar mereka, membuat mereka terkesan sangat jauh. Mereka saling mengenal, namun dengan seorang yang berbeda dijiwa yang sama. Sepertinya, bukan hanya semesta yang tidak menyetui mereka bersama, namun orang disekitar mereka juga.
Lihat lebih banyakJakarta, 31 - Juli - 2021
"Papa milih kamu untuk nerusin perusahaan Papa."
Cowok yang baru memasuki umur delapan belas tahun dengan seragam sekolah lengkap itu berdecih mendengar perkataan lelaki yang saat ini berada didepannya.
"Pas kayak gini anda baru inget sama saya ? Kemarin - kemarin saat saya butuh, anda kemana saja?" ucapnya, tak mengerti bagaimana pemikiran orang didepannya ini.
"Papa cuma mau persetujuan kamu."
"Nggak ada alasan buat saya setuju sama permintaan anda." Pria itu menatapnya tajam.
"Bisa nggak, sih, nurut sama Papa sekali - kali?"
"Terus nasib anak anda, gimana?" tanyanya, sambil memainkan kunci motor yang ada ditangannya.
"Kamu anak Papa, Gema."
Gema tertawa sarkas. "Anak? Emang anda memperlakukan saya seperti anak?"
"Gema, jaga ucapan kamu, ya." Pria itu menggebrak meja didepannya, menatap tajam cowok yang duduk santai didepannya.
"Gema nggak mau ngelawan. Tapi Papa yang mancing Gema. " Ia berdiri, tidak mau tersulut emosi didepan Papanya.
"Mending Papa pulang, pilih anak kesayangan Papa buat nerusin perusahaan itu, Gema nggak mau terlibat lagi, Gema nggak mau ada yang ngerasa nggak adil sampai akhirnya Gema lagi yang tersingkir," ujarnya, lalu berlalu dari sana. Meninggalkan pria yang merupakan ayahnya itu.
********
Jakarta, 20 - Mei - 2019
Siang itu, langit mendung menghalangi cahaya matahari untuk menyinari dan menghangatkan bumi.
Gadis itu menengadahkan tangannya keatas, bulir-bulir air hujan perlahan menetes membasahi bumi. Senyumnya mengembang. Senyum yang jarang ia tunjukan kepada orang-orang disekitarnya.
Makhluk Tuhan mana yang tidak menyukai hujan? Dari mulai hewan, tumbuhan, dan manusia. Hampir seluruh kegiatan mereka bergantung pada air.
Ia beranjak dari balkon dan menutup jendela nya, karena air mulai masuk kedalam. Dia berjalan menuju meja belajar dan mengambil sebuah buku kecil berwarna biru, lalu menuliskan sesuatu di sana.
Lamunannya buyar ketika ada yang mengetuk pintu kamarnya.
"Masuk aja gak di kunci. "
Seorang gadis menyembulkan kepalanya dari pintu lalu berlari menghampirinya dan memeluknya erat-erat.
"Mandaaa, kangen banget gue sama lo!"
"Lepasin, ih, nggak bisa napas gue," gadis itu melonggarkan pelukanya lalu menarik Manda duduk di kasur.
Itu sahabatnya, Luna Arania. Satu tahun yang lalu usai kelulusan Sekolah Menengah Pertama, Luna ikut ayahnya ke London untuk mengurus bisnis disana. Dikarenakan ibunya sudah meninggal jadi Luna hanya tinggal bersama ayahnya, kemanapun ayahnya pergi dia harus selalu ikut karena ayahnya tidak tega jika meninggalkan Luna sendirian walaupun banyak yang menjaga juga disini.
"Kapan lo balik ke indo?"
"Kemarin."
"Gue kira udah nggak inget sini lo," ketus Manda. Pasalnya, Luna beberapa bulan belakangan ini sangat sulit sekali untuk dihubungi.
"Enak aja. Ya,nggak lah! Eh, Man lo tau gak?"
"Gak tau. "
"Ya, iyalah orang gue belum ngomong apa-apa," sarkas Luna.
"Gue mau pindah ke indo lagi,donggg, Kerjaannya bokap udah selesai di sana, jadi gue mutusin buat pindah sekolah juga. Di sana gak asik banget, tau. Lo kan tau gue nggak pandai nambah teman. Sahabat gue aja lo doang dari SD. "
"Terus lo sekolah dimana?"
"Ya, gue pindah,lah, di sekolah lo. Besok gue udah mulai sekolah disana. "
"Kamar lo belum berubah ya Man, masih sama kayak setahun yang lalu," ucapnya seraya indra penghlihatannya menyusuri seluk beluk kamar Manda.
Manda dan Luna terus bercakap cakap sampai malam. Dari mulai Luna yang menceritakan kehidupannya di London yang katanya banyak bertemu dengan bule ganteng. Hingga keseharian nya disana yang membosankan. Manda hanya mendengarkan dan tertawa kala ada yang lucu.
"Eh, gimana sekolah lo? Udah punya cowok belum?"
"Gue gak minat sama cinta," finalnya.
"Iya, muka triplek mana ada yang mau dekatin," cibir Luna.
"Gue udah nyaman kayak gini."
"Hidup lo itu terlalu serius Man, kesannya malah monoton gitu. Have fun dikit lah."
"Justru yang terlalu main main itu yang biasanya di permainin sama takdir," ujar Manda.
"Ngomong sama lo mah sampek kucing akur sama tikus juga nggak bakal selesai,Man," pasrah Luna.
"Lo gak mau pulang?" tanya Manda kepada Luna.
"Lo ngusir gue?"
"Iyaa!"
"Kok lo jahat, sih, man? padahal kan niatnya gue mau nginep."
"Besok sekolah ,Lunn," geram Manda.
"Dih, Orang rumah gue aja depan rumah lo."
"Ditungguin ayah lo. "
"Iya iya gue pulang nih."
Luna beranjak keluar dari kamar Manda menuju ruang bawah untuk pulang.
******
Gerombolan siswa dan siswi keluar dari kelas untuk menuju tempat tujuan mereka masing-masing. Entah itu kantin, perpustakaan,atau taman sekolah.
Saat ini Manda dan Luna sedang berada di kantin. Tiba tiba ada dua orang laki laki yang duduk di samping mereka.
"Tumben lo ke kantin Man biasanya juga ke perpus," ujar cowok yang duduk di samping Manda.
"Diajak anak baru," ujarnya santai. Cowok itu menatap cewek yang duduk di depan Manda.
"Kok gue kayak pernah liat, ya?" gumam cowok itu, Luna yang merasa familiar dengan suara cowok itu pun mendongak.
"Oh, si Luna Lovegood. Udah balik dari London ternyata," ujar cowok itu sambil tertawa.
"Sepupu laknat lo masih hidup aja,Man, heran gue," Luna menatap cowok yang berada di samping Manda dengan sinis.
"Enak aja, lo do'ain gue mati, hah?"
"Iya, biar tenang hidup gue gak ketemu lo terus. "
Devano Bagaskara, Sepupu Manda. Devan dan Luna sedari dulu memang tidak pernah akur, kalau bertemu pasti ada saja sesuatu yang diributkan.
Manda hanya menatap malas Devan dan Luna yang terus beradu Argumen. Lalu tatapan nya tertuju pada cowok yang menatap bingung kearah mereka bertiga, dia cowok yang bersama Devan tadi.
Cowok itu menyenggol lengan Devan, membuat Devan menatapnya lalu tertawa.
"Oh, ya, gue sampai lupa. Kenalin, ini Gema. Temen gue, sekelas sama gue, sih, cuma nggak pernah bareng aja," ucap Devan memperkenalkan Gema.
"Gema," ujar cowok itu, mengulurkan tangannya kearah Manda. Manda hanya menatap uluran tangan itu tanpa niat untuk membalas.
"Manda," ucapnya lalu mengalihkan tatapan nya ke makanannya.
Gema menurunkan uluran tangannya. Lalu melanjutkan makanya.
"Kok jadi canggung gini, sih?" ujar Luna memperhatikan Manda dan Gema.
"Makan Luna Lovegood. Ngomong mulu lo," ucap Devan lalu menyuap makanan ke mulutnya sampai penuh.
"Lo jorok banget, sih, Van!" ucap Luna lalu melempar tisu bekasnya kearah Devan.
"Hehh, nggak boleh membuang sampah sembarangan, ya!"
"Terserah gue."
Manda tak menggubris teman dan sepupunya. Ia memilih fokus memakan makanannya. Tapi dari ekor matanya dia bisa melihat Gema yang sedari tadi memandangnya.
Manda hanya mengabaikannya. Ia pun berdiri dari kursinya, membuat Luna dan Devan menatap kearahnya.
"Kenapa, Man?" tanya Luna.
"Balik ke kelas, yuk. Bentar lagi bel," Luna pun berdiri tanda dia setuju dengan ajakan Manda.
"Yuk!" mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka menyisakan Devan dan Gema di tempat itu.
"Itu cewek emang judes gitu, ya?" tanya Gema kepada Devan.
"Siapa? Si Luna Lovegood? Orang ngomong mulu dari tadi judes dari mananya, coba?"
"Bukan, yang duduk di samping lo tadi."
"Oh, Manda?"
"Kagak Van, Setan!"
"Yaiyalah, siapa lagi coba yang duduk di samping lo selain, tuh, cewek," sarkas Gema.
"Hahaha, Iya. Manda emang gitu orangnya. Paling anti sama orang asing yang pengen deket sama dia. Nggak peduli itu cewek ataupun cowok, dari kelas sepuluh juga dia nggak punya teman. Cuma sama gue doang. Yang dipeduliin cuma belajar mulu, " jelasnya.
"Lah itu tadi punya temen?"
"Itu sahabat dia dari SD. Manda sama Luna itu sama-sama nggak pandai sosialisasi. Dari dulu ya berdua terus kayak gitu. Gue pikir dia bakal berubah pas Luna pindah ke London, Tapi nggak."
"Bukannya lo udah kenal?" tanya Devan, tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan yang disantapnya.
"Maksud lo?"
"Gue tau dari dulu lo sering mandangin Manda, tapi gak pernah lo deketin."
"Ternyata lo merhatiin gue ya, haha." Devan menoleh.
"Dih, Jangan kepedean lu, ya! waspada gue kalo masalah sepupu gue satu itu."
"Gue boleh nanya nggak?"
"Apaan?"
"Dia pernah cerita soal sahabat cowok di masa kecilnya nggak ke elo?"
Devan menatap Gema serius. "Kok lo tau soal Radit?"
"Temen, lo?" tanya Devan lagi.
"Nggak," balasnya sambil mengaduk - aduk minuman didepannya.
"Terus?"
"Cuma nanya."
*** Aku melangkah kearahmu, namun kamu memilih berjalan kearah lain. Terkadang cinta selucu itu. —Annora. **** "Cih, dasar drama," ucap seseorang yang kini tengah bersembunyi di semak-semak tak jauh dari Gara dan Manda berdiri. Plak! "Ngomong aja lo pengen, bego!" Cewek berambut sedikit kemerahan itu menempeleng kepala cowok yang tengah menatap sengit Gara dan Manda yang sedang berpelukan. "Sakit, Lun, anying." Cowok itu mengelus kepalanya yang sedikit sakit. Namun, sedetik kemudian malah mengulas senyum jail. Sudah pasti kalian tahu, kan, siapa ini? "Iya, Lun, mau banget. Asal sama lo aja," ucapnya sembari tersenyum lebar. Luna menatap tajam Devan yang berada di sampingnya. "Dih, ogah gue sama lo. Jauh-jauh sana!" Dia mendorong-dorong Devan kesamping kiri membuat Devan menahan keseimbangannya karena hampir terjerembab
***** Gara : Pulang sekolah gue tunggu di taman belakang. Manda yang tadinya sedang asik bercerita ria di bangku kelas bersama Luna karena jam kosong pun sejenak terdiam membaca pesan dari Gara. Tumben sekali Gara mengajak bertemu di area sekolah. Dan satu lagi, Manda sedikit aneh dengan penggunaan 'gue' di kalimat Gara. "Kenapa, Man?" Tanya Luna yang merasa raut Manda berubah. Manda tersentak kecil, "e-enggak," ucapnya lalu tersenyum canggung. Luna mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti walaupun masih menaruh sedikit rasa curiga. "Lun, nanti lo pulang sendiri, ya? Gue ada urusan," ujarnya sembari membereskan bukunya di meja usai pelajaran sebelumnya. Kebetulan ini adalah jam terakhir. "OSIS?" Tanya Luna yang dibalas dengan gelengan oleh Manda, tanda tidak. "Terus? Gara?" Luna mengamati cewek berambut hitam nan panjang itu penuh pertanyaan.
******* "Lindungi anak kita..." Pria itu sontak terbangun dari tidurnya dengan napas terengah-engah, sudah bertahun-tahun lamanya dia bermimpi sama hampir setiap malam. Sosok wanita berpakaian putih dengan wajah yang sangat dikenalinya, dia adalah istrinya. Istrinya yang meninggalkannya beberapa tahun lalu bersama dengan anaknya yang menyusul, meninggalkan dirinya sendirian dengan sepi yang berkali-kali membunuhnya. Tapi dia tidak mengerti kenapa di mimpi itu istrinya terus mengatakan untuk melindungi anaknya, padahal bukannya anak mereka sudah pergi bersama dia? Lalu apa yang harus dia lindungi? Dia belum bisa menyimpulkan bahwa putri mereka masih hidup, karena dia sama sekali tidak menemukan kebenaran apapun sampai saat ini. Kecuali memang putri mereka sudah meninggal karena kecelakaan itu bersama dengan istrinya. Dia mengambil gelas berisi air putih yang berada di nakas lalu meneguknya hingga tak tersisa. Andai istrinya masih bera
******"Lo yakin nggak suka sama Manda?"Netra Gema menyorot malas kearah Devan yang sedari menjemputnya tadi terus melontarkan pertanyaan tentang perasaannya kepada sepupu cowok itu terus menerus."Lo sekali lagi nanya kayak gitu gue beneran nelfon Luna, bilangin kalo lo suka sama dia dari dulu," ucap Gema lelah sendiri.Sontak Devan merampas ponsel Gema, yang sebentar lagi akan digunakan cowok itu untuk menghubungi Luna. Sedangkan Farrel melongo mendengar ungkapan yang sepertinya disengaja oleh Gema."Baperan, lo," ucap Devan sengit."Tadi lo bilang apa, Gem?" Farrel yang sedari tadi melongo pun akhirnya angkat bicara."Devan suka sama Luna," ucap Gema enteng sambil memakan camilan yang sudah disiapkan Mamanya Devan."Mulut lo lemes amat, buset." Devan yang gemas sendiri karena mulut ceplas-ceplos Gema itu pun melempar kaleng minuman bekasnya hingga tepat mengenai mulut cowok itu.Se
***** Gema tersadar dari ekspresi sendunya, seharusnya dia tidak boleh runtuh begitu saja. Semakin Gema menunjukkan kesedihannya, mereka akan semakin meremehkannya habis - habisan. Pembuktian paling baik adalah bertahan bukan? Itu yang selalu Gema pelajari beberapa tahun terakhir. Dia tersenyum sumringah, lalu berdiri dan menghampiri mereka bertiga. Dia menarik kursi yang masih kosong,mendudukkan dirinya disana, lalu melipat tangannya diatas meja. "Halo, Pa, Ma, Gar. Gimana kabar kalian?" sapanya, terkesan sangat murni tanpa paksaan sekalipun. Padahal hatinya bagai diremat oleh tangan besar sedari tadi saat perkataan ayahnya yang secara tak langsung mulai meremehkannya lagi. "Baik, soalnya nggak ada kamu." Mendengar itu, Orang-orang yang berada di sofa dibuat geram sendiri, karena bukankah itu terlalu menyakitkan untuk dilontarkan kepada anak? Sudah dipastikan jika bukan Gema, maka tidak akan sebaik itu keadaannya. Lihatlah
******Gema menatap nanar ponselnya yang memperlihatkan sebuah pesan dari Kakeknya. Malam ini, dia dikabari Kakeknya kalau hari ini diadakan makan malam bersama keluarga besar di rumah beliau yang berada di Indonesia, rumah yang sekarang menjadi tempat tinggal salah seorang pamannya. Kabarnya, kakeknya akan tiba di Indonesia malam ini.Cowok yang saat ini sedang nongkrong di cafenya bersama Devan dan Farrel itu menghela napas berat. Pasti dia akan bertemu dengan orang tuanya dan saudaranya. Bukannya dia tidak senang, tentu saja dia sangat senang.Karena bisa setelah sekian lama, akhirnya dia bisa mengobati rindunya kepada orang yang begitu lama tidak dia temui. Tapi entahlah, dilain sisi dia tidak siap melihat pandangan tak suka yang selalu mereka sorotkan untuknya.Devan yang menyadari perubahan raut Gema pun menghentikan tawanya. "Kenapa muka lo? Kek habis diputusin cewek, aja, " tanyanya."Nggak dapet cewek,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen