Share

4. Dia Kenapa?

******

Gema hanya menatap malas perdebatan antara Luna dan Devan yang sama sekali tidak bermutu menurutnya. 

"Kalian ribut mulu gue do'ain jodoh, mampus," ujarnya sambil melahap mie ayam yang dipesanya tadi. 

"Najis!" ucap Luna dan Devan Serempak kearah Gema membuat cowok itu tersedak makanannya seketika. 

"Anjir, parah banget lo berdua!" ucapnya lalu meminum es teh nya.

Seorang cewek dengan nampan berisi dua mangkuk bakso dan es teh duduk disamping Gema. 

"Nih makan jangan berantem mulu lo berdua. Keburu bel nanti," Ujarnya. 

Mata Manda tak sengaja melihat kearah sampingnya. Baru dia ingat kalau cowok yang menolongnya tadi pagi pernah Devan kenalkan kepadannya. 

"Eh,  lo cowok yang tadi kan?"

Gema mendongakkan kepalanya melihat kearah cewek didepannya. Hanya menatap sesaat lalu kembali memfokuskan diri kearah makanannya. Devan menyenggol lengan Gema menyadarkan cowok itu untuk sekedar menjawab. Tapi Gema tidak menghiraukan. Gema boleh kecewa tidak? Entah kenapa, fakta yang kemarin ia lihat masih sulit untuk dia terima. Dari banyaknya cowok yang ada disekolah ini, mengapa harus Gara yang menjadi kekasih Manda? Mengapa harus orang yang menjadi sumber dari lukanya selama ini? Dia tidak mau egois, tapi tetap saja untuk menerima kenyataan itu rasanya sangat sulit. 

"Gem, katanya kemarin lo nyari Manda. Kok sekarang kayak orang nggak kenal gini?" tanya Luna. Manda menolehkan kepalanya kearah Luna bingung. Gema mencari dia? Memangnya mereka pernah ada urusan? 

"Oh, kemarin salah orang, " jawab Gema sambil tertawa. 

Luna jadi bingung, jelas - jelas kemarin Gema menanyakan temannya. Sikap Gema juga, saat hanya bertiga dengannya dan Devan biasa saja. Tapi kenapa pas Manda hadir diantara mereka, cowok itu justru diam saja? 

Luna yang hendak bicara kembali pun tangannya digenggam Devan,suatu kode agar cewek itu diam saja. Karena sepertinya ada sesuatu yang mengganggu Gema. Dari sikap Gema sudah terlihat kalau ada sesuatu yang tidak disukai cowok itu dengan lawan bicaranya. Padahal, kemarin Gema masih bertanya soal Manda, tapi kenapa sekarang seperti ini? 

"Van, gue pergi dulu ya. Ada urusan di jurnalistik bentar, " ucapnya seraya memberikan dua lembar sepuluh ribuan kearah Devan lalu berlalu dari sana. Manda menatap Gema dengan pandangan heran. 

"Aneh banget, tuh, anak hari ini, " ujar Devan memandang kearah kepergian Gema. 

"Gema anggota jurnalistik?" tanya Luna. 

"Ketuanya dia, " jawab Devan.

Manda sontak menatap Devan. "Seriusan? Kok gue nggak pernah lihat dia?" Tanyanya. 

"Yang lo tau apa, sih, Man? Kerjaan lo kalau nggak dikelas ya diperpus. Sampai ketua jurnalistik yang selalu jadi bahan pembicaraan di setiap penjuru lo nggak tahu?" ucap Devan heran. 

"Iya, padahal OSIS sama jurnalistik kan biasanya berhubungan."

"Kalian mau gandengan terus?" ucap Manda yang sedari tadi memperhatikan tangan Devan yang menggenggam tangan Luna diatas meja. Sontak mereka melepas dan menjauhkan diri. 

"Ngapain, sih, lo pegang pegang tangan  gue, " sarkas Luna. 

"Ya, lagian lo cerewet."

"Ya, kan bisa pakek cara lain."

"Salah siapa nggak peka."

"Mulai lagi... " ucap Manda lirih. 

*****

Manda melangkahkan kakinya kearah gerbang sekolah. Sekolah sudah sepi karena semua siswa sudah pulang sedari tadi, Ia pulang paling akhir dikarenakan ada urusan OSIS tadi. 

Ia berdiri di trotoar depan sekolah sambil menunggu Taksi lewat. Jujur, saat melihat Gema ia seperti tidak asing dengan lelaki tersebut. Seperti melihat seseorang di masa lalunya. 

Sedang asik melamun, tiba tiba ada dua orang preman menghampirinya. "Hai, neng cantik, Sendiri aja nih?"

Manda menepis kasar tangan salah satu preman yang ingin menyentuhnya. "Jangan pegang pegang!"

Sejujurnya ia takut karena sekolah sudah sangat sepi tidak ada satu orang pun ditambah hari sudah mulai gelap.

Ia berjalan cepat menjauhi kedua preman tersebut. "Mau kemana sih neng? Nggak mau main main dulu sama kita?" ujar satunya yang bertubuh rada gempal sambil tertawa. 

Saat tangan salah seorang preman tersebut ingin menyentuh Manda lagi seseorang melayangkan pukulan di pipi preman tersebut secara tiba tiba. Refleks Manda menengok kearah orang tersebut. Kalian tau itu siapa? orang itu adalah Gema. 

"Lo lagi lo lagi. Nggak bosen apa gangguin orang mulu?" ucap Gema sambil bersidekap dada memandang orang tersebut remeh. Beberapa kali ia menghajar dua preman ini karena sering mengganggu orang-orang tapi tidak ada kapok kapoknya. 

"Jangan ikut campur lo bocah!" ucap satu orang preman yang lainnya. Gema melayangkan pukulan kearah orang tersebut hingga tersungkur. 

"Masalahnya yang lo ganggu kali ini cewek gue! Pergi nggak lo berdua?" Gema yang bersiap akan memukul kedua orang itu lagi pun diurungkan karena preman tersebut sudah lari. 

"Lo nggak apa-apa, kan?" Tanyanya kearah Manda. Manda hanya menggelengkan kepalanya tanda 'Tidak'. 

Gema menggaruk tengkuknya canggung. "Sorry ya, tadi gue ngaku didepan mereka kalau lo pacar gue." ucapnya. 

Manda mendongakkan kepalanya menatap Gema, "Nggak apa-apa kok. Malahan gue yang harusnya bilang Makasih sama lo."

"Ceroboh banget, sih, lo. Harusnya kalau mau pulang jam segini itu suruh nungguin Devan atau Luna gitu, loh. Bayangin kalau tadi gue nggak lewat gimana nasib lo, coba?"

Manda tersentak. Memperhatikan lelaki didepannya yang sedang menatapnya marah. 

"Ya, sorry. Biasanya gue pulang juga nggak ada preman, kok."

"Yaudah,yuk, pulang, gue antar" ucap Gema lalu melangkahkan kakinya menuju tempat motornya diparkirkan, Manda hanya mengikutinya dari belakang. 

"Nih, pakai," ucap Gema menyodorkan helm kearah Manda. Mereka lalu melaju menyusuri jalanan kota jakarta ditemani langit senja yang begitu menawan. Untuk kedua kalinya Manda berada di satu motor bersama cowok itu. 

"Senja indah, ya," ujar Manda memecahkan keheningan. 

"Indah banget."

"Gue itu suka sama senja apalagi hujan. Beda sama hujan yang datengnya buat menuhin kebutuhan manusia, Senja cuma manjain semua mata pengagumnya. Senja itu emang sesaat lalu pergi, tapi dia selalu nepatin janjinya buat dateng lagi setiap sore," ucap Manda memandang langit dengan binar terpatri dimatanya. 

"Dan senja itu selalu ngajarin kita kalau segala sesuatu yang indah itu datangnya cuma sesaat," ujar Gema. 

"Dan pertanyaan gue dari dulu cuma satu, kalo kita ngibaratin sesuatu yang indah itu seperti senja, apa mungkin sesuatu itu juga akan kembali lagi seperti senja?" Lanjutnya. 

"Kalo menurut gue, orang yang ngibaratin itu salah besar. Karna kalo senja itu mungkin pergi tapi dia nggak pernah ngingkarin janjinya buat kembali, Sedangkan sesuatu yang indah itu takdir, Gem. Lo lihat, orang yang bisa bahagiain kita, buat kita nyaman, dan selalu pengen disampingnya, itu pun bakal diambil sama Tuhan. Dan orang yang udah diambil sama Tuhan selamanya nggak akan pernah kembali ke dunia ini lagi."

"Yang perlu lo tau cuma kehidupan manusia itu bagai roda. Kadang posisi kita dibawah kadang kita diatas," ucap Manda tenang. Membuat Gema menarik sudut bibirnya, mengingat suatu hal yang sedang ia alami saat ini. 

Mereka pun sampai di depan gerbang rumah Manda. "Makasih ya, udah nolongin gue dan nganterin gue pulang. Gue masuk dulu," ucap Manda seraya tersenyum. Saat ingin berbalik tangan Gema tiba tiba menahannya membuatnya berbalik kembali. 

"Kenapa?" tanyanya. 

"Helmnya nggak mau dilepas?" tanya Gema. 

"Oh, iya. Sorry - sorry, " ucapnya sambil tertawa canggung. 

"Santai, sana masuk." Manda mengangguk, lalu membuka pagar dan masuk kedalam rumah. 

Gema lalu menyalakan motornya meninggalkan rumah Manda, seketika merubah rautnya menjadi datar kembali. 

Sedangkan di balik pagar besi tersebut Manda masih melihat kepergian Gema sambil merenungi sesuatu. Mengapa dia jadi ramah sekali dengan orang asing kali ini? 

"Gue kok ngerasa kalo dia itu gak asing,ya?" tanyanya pada dirinya sendiri. Entah kenapa ia merasa aneh, seperti Gema itu orang terdekatnya padahal kenal saja baru dua hari yang lalu. 

"Gue juga kenapa tadi ramah banget?"

"Ah, bodoamat,lah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status