Share

Hot News

Penulis: Wonder Icy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-01 12:43:39

VIRAL!

Anggota Dewan Perwakilan Masyarakat, Adra Buditama, tertangkap kamera netizen sedang bersama seorang perempuan di kelab malam!

Belum diketahui siapa perempuan yang tengah digendongnya itu, namun sebelumnya Adra juga sempat tertangkap kamera sedang membeli sebuah cincin berlian pada sebuah toko perhiasan ternama.

Kurang lebihnya begitu artikel yang sedang ramai bertebaran di media sosial. Tidak hanya narasi yang menarik, mereka juga mencantumkan beberapa foto dari kamera amatir yang menunjukkan Adra sedang menggendong seorang perempuan di sebuah kelab, beserta klip pendek yang hanya berdurasi sekitar lima detik.

Klip lain menunjukkan saat Adra sedang berbincang dengan seorang penjaga toko perhiasan, ditemani dengan seorang teman yang berambut tipis alias botak.

Beberapa komentar juga menyebutkan tentang ‘Pertunangan’ dan ‘Lamaran’ yang diduga dilakukan oleh putra tunggal Gubernur itu secara tertutup.

Lantas apakah perempuan di kelab adalah tunangan Adra?

---

“Argh sial!” Eca nyaris membanting ponselnya saat ia mendapat kiriman artikel tersebut di sebuah grup kantornya.

Semua orang sedang membahasnya, sebagian menggoda Eca karena perempuan di foto terlihat mirip dengannya namun tidak begitu jelas.

Eca yang masih berbaring di tempat tidurnya itupun hanya mengubah posisi dan kembali menarik selimut. Tubuhnya masih panas dan sangat lemah untuk banyak berkegiatan.

Sudah hari ketiga dia mengajukan cuti sakit. Beberapa keping obat selalu ia minum setelah makan yang ia beli secara online karena dirinya hanya tinggal seorang diri.

“Apa dia akan meminta pertanggungjawabanku?” gumamnya masih dalam keadaan terpejam.

Kepalanya semakin pening saat ia berusaha untuk tidur dan melupakan masalah yang baru menerpanya.

Ponselnya berbunyi nyaring, kali ini dering pengingat yang ia pasang tiap pertengahan bulan.

‘Bayar listrik dan air cafe’

Sebuah pengingat yang tidak ingin Eca ingat. Perempuan itu kembali menarik napas panjang. Ia lalu bangun dan menyandarkan tubuhnya pada tempat tidur, meraih segelas air dan meminumnya.

Kling!

Sebuah pesan masuk dari kontak bernama Felix Love.

‘Kuharap kamu masih membantuku membayar tagihan air dan listrik setidaknya untuk bulan ini saja. Aku baru menyelesaikan renovasi untuk bagian rooftop yang memakan cukup banyak biaya.’

Kling!

‘Kita belum resmi putus, jadi ini masih menjadi kewajibanmu.’

“Makhluk sialan!” Eca berteriak nyaring dengan sisa tenaganya. Dia menggenggam erat ponselnya hingga membuat jemarinya terasa sakit.

Eca sama sekali tidak habis pikir dengan isi kepala mantan kekasihnya itu. Bahkan kalaupun mereka putus, Eca masih memiliki hak milik dari cafe itu karena dia benar-benar membangunnya dari awal bersama-sama dengan modal yang diberikan oleh Eca yang tidak sedikit.

Tempo hari, saat Felix menemui Eca sepulang kerja. Pria itu mengatakan kalau dirinya tidak ingin putus dengan Eca, dia juga tidak meminta maaf karena dia menganggap ‘kejadian’ yang ia lakukan bersama seorang stafnya itu hanyalah sebuah kekhilafan. Dia menganggap Eca sangat tidak adil jika harus memutusinya hanya karena hal itu.

Felix mengatakan kalau dirinya sudah sangat ingin menikahi Eca, namun keadaan belum memungkinkan karena dia masih belum memiliki uang yang cukup untuk melaksanakan resepsi.

“Jangan mengabaikanku. Aku tidak ingin hubungan kita berakhir seperti ini.”

Itulah kalimat Felix yang menjadi mimpi buruk bagi Eca beberapa hari terakhir.

Sementara itu, di kantor Dewan.

Gilang menyelesaikan pekerjaan mengenai pesanan meubel dari kantor Dewan. Hal membuatnya sering berbincang dengan Radit mengenai pekerjaan dan hal lainnya.

Namun rupanya Radit cukup penasaran dengan apa yang terjadi pada atasan Gilang, Bu Aneesa.

“Apa kalian memang selalu berpindah-pindah tangan jika mengerjakan suatu proyek?” tanya Radit.

“Oh tidak, Pak. Kami hanya berpindah tangan jika ada hal yang memaksa kami untuk itu. Biasanya, saya menyelesaikan pekerjaan dari awal hingga akhir.” Jawab Gilang yang sedang mengomandoi beberapa orangnya menyusun meubel di ruangan.

“Kalau Bu Eca? Dia sering pegang proyek juga?”

Gilang mengangguk, “Namun dia biasanya lebih banyak untuk bagian negosiasi untuk saat ini. Eksekusi di lapangan, saya yang melanjutkan.”

Radit mengangguk pelan. “Apakah dia baik-baik saja? Maksudku, apakah dia mengalami kesulitan setelah melakukan survei waktu itu?” tanyanya agak terbata-bata.

“Tidak, Pak. Dia sangat profesional untuk pekerjaan ini.” Jawaban singkat Gilang membuat Radit mulai kehabisan kata-kata.

“Tapi sekarang bu Eca sedang sakit, Pak. Sudah tiga hari ini dia tidak masuk kerja. Sepertinya dia kelelahan karena sering lembur. Kata teman saya yang sudah menjenguk, bu Eca sangat lemas dan sering muntah-muntah begitu. Kasihan sekali,” imbuh Gilang.

“Lemas dan muntah-muntah?” Radit terbelalak.

Gilang mengangguk. “Kata dokter perlu istirahat cukup dan enggak boleh stress.”

Radit diam. Dia agak gugup setelah mengetahui keadaan Eca. Seketika dia mengirim pesan ke grup pertemannya yang berisi dirinya, Dino, dan juga Adra. Memang trio yang tak terpisahkan.

“Tapi dia ada yang menemani di rumah? Ibunya mungkin? Soalnya kalau lemas kan enggak boleh banyak berkegiatan juga, takutnya tambah parah,” ujar Radit lagi.

“Dia hidup sendiri, Pak. Menurut kabar yang beredar bu Eca sudah yatim piatu sejak kecil, kakaknya tinggal di luar pulau. Tapi ada pacarnya sih yang biasanya sama bu Eca.” Gilang polos sekali, dia menceritakan semua yang ia tahu mengenai atasannya itu.

“Pacar? Kukira dia sudah berkeluarga,” canda Radit yang garing.

Gilang hanya tertawa ringan. Dia masih disibukkan dengan beberapa susunan yang tidak rapi, dibantu dengan orang-orang yang ia bawa.

Radit pamit undur diri, dia mengangkat telepon dari temannya yang terusik dengan informasi yang baru ia kirim ke grup tanpa konteks.

“Apa maksudmu dia mual-mual dan lemas? Kamu mau bilang kalau dia hamil?” suara Dino nyaring dari balik telepon.

“Sudah lebih tiga hari dia mual-mual, kata dokter dia juga enggak boleh stres. Menurutmu? Apa dia sakit biasa? Aku yakin dia sudah keracunan karena telah disengat lebah!” ucap Radit lirih. Dia memastikan sekitar agar suaranya tidak terdengar orang lain.

Terdengar hembusan napas panjang Dino. “Ah anak bodoh itu!” umpatnya. “Kamu, kalau Adra di kantor, coba ajak ngobrol dengan tenang dulu. Biarkan otaknya dipakai untuk berpikir dengan benar.”

“Emm, dia masih rapat sekarang.” Radit dan Dino mengakhiri panggilan.

Sementara itu, di dalam ruang rapat, disaat pembahasan sedang memanas karena adanya perbedaan pendapat antar anggota komisi. Adra sedang menahan diri untuk tidak semakin geram saat beberapa anggota yang lebih tua menggodanya atas berita yang viral, dia juga tidak sengaja membaca pesan yang disampaikan oleh Radit di grup pertemannya.

Semakin mual dan ingin muntah. Adra menyentuh bagian dadanya, jantungnya berdebar tidak keruan dan kepalanya sangat pening.

“Sial! Tidak bisakah ini terjadi satu per satu?” gumam Adra yang bergegas untuk ijin keluar ruang rapat menuju toilet.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ANOTHER TOXIC STORY   Meminta Maaf

    Kicau burung saling bersautan dari timur ke barat menandakan cuaca akan cerah. Cahaya matahari sudah muncul agak tinggi dari ufuk timur dengan dikelilingi awan putih nan indah.Dedaunan masih tenang sama sekali tidak bergerak oleh angin yang hanya datang seolah menyapa.Eca dikejutkan dengan kehadiran burung kecil yang berkicau di dahan kayu yang cukup dekat dari tempatnya tertidur. Segera ia membuka mata dan mencoba untuk memastikan suara apa yang telah membangunkannya.Posisinya yang masih dalam dekapan Adra membuatnya sedikit sulit untuk bangun.“Oh hai ...,” sapanya ramah pada burung kecil yang masih bertengger. Namun rupanya suaranya itu justru membangunkan Adra yang semula masih nyenyak.“Ngomong sama siapa?” tanya Adra masih dengan kantuknya.Eca menunjuk burung kecil itu. “Dia membangunkan kita yang sudah sangat kesiangan ini,” ujar Eca.Adra memperhatikan sekitar. Segera saja dia menghela napas seraya memijat pelan kepalanya, sudah dapat dipastikan ia akan membuat Eca kesiang

  • ANOTHER TOXIC STORY   Berisik nan Tenang

    Ketika di rumah nenek, kamar ibu saat ia masih kecil, adalah pilihannya untuk tidur. Kali inipun begitu. Ia menceritakan mengenai kamar yang berukuran tiga kali empat itu kepada Eca. Dahulu ia dan ibu selalu tidur di kamar itu, jika ada ayah, mereka harus membagi tempat tidur untuk bertiga.Cukup sempit jika dibandingkan dengan kamar Adra di rumahnya yang sekarang, namun memori yang ada disana jauh lebih penting bagi Adra. Dia bahkan masih memasang foto keluarga mereka saat masih lengkap di meja, di dekat tempat tidurnya.Eca terkagum dengan suasana kamar yang membuatnya nostalgia karena suasananya benar-benar sudah tempo dahulu.Bu Tri menyiapkan minuman hangat dan makan malam untuk Adra dan Eca. Walaupun Eca sudah mengatakan kalau dia akan bantu, tetapi bu Tri melarangnya dan menyuruhnya untuk segera membersihkan diri dan makan malam setelahnya.Eca sangat berterimakasih atas minuman jahe yang dibuatkan oleh Bu Tri, karena kehujanan, tubuhnya menjadi dingin dan agak meriang. Walau d

  • ANOTHER TOXIC STORY   Kamar Ibu

    Hujan turun semakin deras saat Eca mengajak Adra untuk berjalan cepat menuju mobil untuk berteduh. Tanpa adanya persiapan akan kehujanan, sepasang suami istri itu basah dan hanya mengeringkan tubuh dengan tisu setibanya mereka di dalam mobil.Sedikit menggumamkan sebuah irama yang tidak begitu jelas, Eca mengelap wajahnya. Sama sekali tidak terlihat marah ataupun kesal, Eca justru sesekali tertawa karena dia menikmati hujan itu.“Seru juga kehujanan,” ucap Eca. Namun tanpa ia sadari kalau ternyata Adra masih belum mengeringkan tubuhnya. Sejak masuk mobil, suaminya itu hanya duduk dan mematung. Tatatapannya kosong, masih tertuju pada pemakaman yang tak lagi terlihat jelas karena derasnya hujan.“Hey, keringkan dulu wajahmu.” Eca menyodorkan kotak tisu, tetapi diabaikan.Eca lalu berinisiatif untuk membantu mengeringkan wajah suaminya itu dengan tisu, perlahan.“Tarik napas panjang, hembuskan. Nangis lagi enggak apa-apa, tapi atur pernapasanmu,” ucap Eca saat ia menepuk pelan bagian pip

  • ANOTHER TOXIC STORY   Pusara Ibu

    Tepat pukul tiga siang, Eca selesai meeting bersama dengan beberapa calon konsumen, juga bersama bosnya.Eca sudah memberikan info kepada rekan timnya untuk dapat menemui selesai meeting untuk keperluan tanda tangan, karena ia akan kembali pergi untuk urusan.Ratna membawa banyak berkas, begitupun Gilang yang juga telah menyampaikan beberapa hal penting di email, namun Eca belum membukanya.Eca hendak berbicara banyak dengan pak Harley, bosnya. Namun dia belum memiliki waktu untuk itu. Dia hanya sedikit memberitahukan kepada bosnya itu, kalau dia telah mempertimbangkan kalimat dari percakapan mereka kemarin, mengenai Eca yang mulai sulit membagi waktu sebagai seorang istri pejabat.“Pak, maaf banget saya tidak bisa full bekerja untuk hari ini dan mungkin untuk beberapa waktu ke depan. Saya akan ajukan cuti untuk hari ini, Pak.” Eca sempat berbincang kembali dengan bosnya saat mereka berada di lift yang sama.“Saya paham. Tapi sepe

  • ANOTHER TOXIC STORY   Hanya 2 jam

    Adra benar-benar mengantar Eca ke kantor. Walau istrinya itu telah menolaknya, namun ia tetap kekeuh dengan alasan malas bolak balik jika nanti harus kembali menjemputnya ketika hendak mengunjungi makam ibu.“Aku bilang suamiku sakit, masa kamu antar sampai ke dalam?” keluh Eca. Dia tidak memiliki alasan lagi setelah ini.“Bilang saja diantar supir.”“Tapi kamu masuk menemui pak Harley? Ya kan sama saja? Orang sakit mana yang bisa menemani istrinya meeting?” oceh Eca, masih enggan untuk dari mobil. “Mending kamu ke kantor saja ya. Kamu selesaikan pekerjaanmu dulu, nanti aku yang ke kantormu untuk lanjut ziarah. Oke?”Adra menghela napas panjang. Dia membutuhkan waktu lebihd ari enam puluh detik untuk berpikir sebelum akhirnya menyetujui perkataan istrinya, setelah perempuan itu menatapnya dengan melas.“Oke, jam tiga sudah sampai kantorku.”“Adra!” suara Eca meninggi.Adra tidak menghiraukan istrinya, “Sudah sana turun. Aku tunggu dua jam lagi.” Sama sekali tidak menatap Eca, Adra mem

  • ANOTHER TOXIC STORY   Fokus dengan Suami

    Tik tik tik tik.Detik jam terdengar samar beriringan dengan suara hujan yang turun dengan hembusan angin lembut menyapa dedaunan.Di sebuah kamar yang hangat dengan cahaya temaram, sepasang suami istri masih tidur dengan nyenyak tanpa menghiraukan jam yang sudah jauh lewat dari jadwal masuk kerja.Sang suami, Adra, sempat terbangun karena merasakan keram hebat di bagian lengannya. Rupanya, sang istri masih tertidur nyenyak dengan berbantal lengan kiri pria itu.Agak meringis sakit, namun diaa tidak dapat membangunkan Eca yang masih larut dalam mimpi indahnya.Ia pandangi wajah perempuan itu dari jarak yang sangat dekat. Ini bukan pertama kalinya, namun masih menjadi hal yang menarik untuk terus dilakukan.Ia menyingkirkan helai rambut yang terurai di wajah perempuan itu. Disentuh pelan pipi dan hidung mungil perempuan yang kini menjadi istrinya. Jika boleh jujur, Adra masih belum sepenuhnya bisa menerima kalau dia benar-benar telah menikahi perempuan yang sama sekali tidak ia kenal s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status