" Dok.., coba deh rasakan sentuhan angin malam ini terasa damai bangettt. Keluarin tangan dokter Dendi abis tu pejam kan mata lalu tarik nafas dalem-dalem dan rasakan sensasinya…” Lanjut Monica seraya membuka kaca mobil di dekat Dendi.
Dendi yang semula terlihat enggan mencoba apa yang di sarankan Monica akhirnya dengan ragu-ragu dia mengeluarkan tangannya dan mengikuti saran Monica dengan mengeluarkan tangannya menerpa angin malam. Dendi perlahan tersenyum walau itu belum terlihat jelas di balik wajah frustasinya namun hal itu cukup melegakan bagi Monica yang sedikit kawatir jika dokter berprestasi seperti Dendi mengakhir hidupnya secara tragis hanya karena permasalahan kecil yang di hadapinya. Walau Monica juga tak bisa menjengkali permasalahan Dendi karena setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya sehingga Monica memilih menghormati Dendi dDua Tahun kemudian… Pagi itu terlihat Verrel tengah bermain bersama putra pertamanya yang masih berumur 1 tahun 6 bulan di sebuah taman di rumah mereka, terlihat disana dilengkapi fasilitas bermain. " Reeceee...sudah bermainnya, Daddy harus bekerja nak.." Ujar Vania yang mendekat kearah ayah dan anak yang tengah bermain dengan sangat seru " lihat lah Daddy mu Reecce baju nya sudah basah semua..." Lanjut Vania mengulurkan kedua tangannya kepada sang putra Reece Bibby Gondokusumo. Tapi sang putra yang memilih mengabaikannya dan melanjutkan bermain kuda-kudaan bersama sang ayah, membuat Vania mendengus kesal karena merasa di abaikan oleh anak dan ayah yang tengah asyik bermain. Sedangkan Verrel tersenyum menggoda Vania karen
*** Seminggu setelah kejadian pertemuan Vania dan nyonya Iriana di Mall. Tampak Verrel menemani Vania duduk menikmati suasana pagi melakukan olahraga yoga di samping kolam renang dekat taman bunga Anggrek mereka. Vania tampak melipat matras yoga nya, dan berjalan menghampiri Verrel yang tengah duduk memperhatikan perut buncitnya. Dengan manja Vania mengelendot duduk di sisi Verrel. “ Makasih sayang, sudah menemaniku olahraga, kamu mau kerja di kantor atau di ranjang? “ Vania mengerlingkan sebelah matanya. Sontak tawa Verrel mengisi area yang sepi itu. “ Mumpung anak-anak sedang private…” Bisik Vania lagi, merebahkan kepalanya dengan manja di dada bidang pria yang telah menyempurnakan hidupnya. “ Apapun yang kau
Pagi itu langit masih mendung dan jalanan yang masih terlihat basah. Seperti biasa Vania melakukan aktivitas nya sebagai seorang karyawati di sebuah cabang perusahaan raksasa USA. Dan pagi itu di perjalanan menuju kantornya, Seperti biasa dia sambil berdendang saat mengendari sepeda motor kesayangan nya dan melewati dingin nya pagi, maklum saja mobilnya telah ia jual untuk biaya pengobatan sang ayah. Jalanan pagi itu masih tergolong sepi dari biasanya, mungkin karena cuaca yang memang sangat nyaman untuk berada di balik selimut sehingga orang – orang masih enggan untuk beranjak dari peraduan nya, Tapi tidak dengan Vania yang harus bekerja apapun yang terjadi demi menghidupi putri nya dan membayar hutang – hutang nya. Karena jalanan yang sepi tentu saja memacu adrenalin siapapun yang berada di jalanan untuk terus menambah kecepatan dan menikmati segar nya angin yang menerpa. Laju motor nya perlahan berkurang ke
Vania masih berfikir keras ketika memasuki kamar rumah sakit yang lebih mirip dengan kamar hotel tersebut, karena seingatnya ia belum sempat registrasi. Lamunannya buyar seketika, setelah sebuah suara menegurnya. “ Apa yang kamu lamunkan,hmm? “ Vania tersenyum dan menjawab “ Ahh. Tidak.! Saya sedang mikir, seinget saya tadi saya belum sempat registrasi mengapa sudah dibawa keruangan ini? “ Melihat mimik kebingungan Vania membuat si brewok justru tersenyum dan memilih tak menjawab pertanyaan Vania ia justru meminta berkenalan dengan sang penolongnya itu “ Ohh,ya kita belum sempat berkenalan. Saya Dendi Sanjaya...” Ujar nya seraya mengulurkan tangannya kearah Vania yang terlihat sedikit ragu untuk menerima uluran tangan sang korban. “ Vania Anggia...” Jawab Vania seraya menyodorkan tangan mungilnya yang terdapat noda darah disana. Sejenak pria itu tertegu
Ia tak menghiraukan tatapan penuh tanda tanya para teman - teman di kantornya, Karena tak satupun dari teman sekantornya yang akan berani menayakan perihal sembab matanya itu. Ruangan Vania hanya berisi Vania dan manegernya, sedangkan sang manager sedang meeting sehingga Vania bisa mengatur suasana hatinya agar kembali membaik dan dapat konsentrasi bekerja sehingga tidak sampai melakukan kesalahan. Tetapi hatinya masih terasa sakit, sehingga tanpa terasa air mata terus membasahi pipinya, semuanya bak mimpi di siang bolong baginya. Dan disaat yang bersamaan, di lokasi berbeda, ada seorang wanita lain yang melanjutkan menangis sesenggukan setelah para perawat dan dokter tadi keluar dari ruangan itu, ia duduk di sofa nan mewah kamar rawat inap president suit tempat Dendi di rawat, ia tak lain adalah Della yang masih tidak terima atas perlakuan Dendi dan pertengkaran memecahkan kamar tersebut. 
Dan Vania harus menjauhkan hp nya dari telinganya “ haha., wahh kamu lupa ya sama suara aku?” jawab pria di seberang yang masih terkekeh, belum sempat Vania menjawab pria di seberang langsung melanjutkan pembicaraannya “ aku Dendi yang kamu tolong minggu lalu, wahh kamu udah lupa ya aja Van sedih aku dengarnya” Dendi dengan suara lembut penuh wibawa dan entah kenapa hati Vania damai mendengar suara itu “ohh pak Dendi, iya Vania inget pak, bapak apa kabar ? sudah sembuhkah ?” jawab Vania sambil berkerut karena darimana Dendi bisa dapat nomor handphone nya sedangkan Vania merasa dia belum pernah memberikan kepada Dendi sebelumnya, apakah Dendi salah satu biss rentenir tempatnya meminjam uang?. “ Wahh syukur dah kamu masih inget Van kirain udah lupa aja, haha., aku udah sehat dong seperti yang kamu dengar dari suaraku” jawab Dendi lembut “Syukurlah kalo begitu pak, ada perlu apa pak sampai menghubungi Vania ?” potong Vania karena penasaran dan ingin memastikan apakah Dendi ad
" Hmm..Van. Kamu ga risih apa manggil aku bapak? Atau aku terlihat seperti bapak- bapak tua bagimu?? Atau karna brewok ku ini ?? " Dendi menjawab sedikit kesal karena Vania terus saja memanggilnya Bapak seolah menjaga jarak terhadapnya. sedangkan Dendi sendiri bahkan tak bisa menyimpan sedikitpun sikapnya yang nyaman terhadap Vania. Dan ia merasa heran kenapa terhadap gadis gadis lain bahkan ia bisa berlaku kejam tapi ntah mengapa terhadap Vania ia merasa harus melindungi Vania. Dan Vania tak bisa menahan tawa dengan ucapan Dendi barusan dan ia menjawab " Bukan itu maksud Vania, hanya saja Vania ga mau melewati batas " " Hmm... pokoknya mulai sekarang panggil aku Dendi, ehhh kamu lebih muda ya dari aku? Kalau gitu panggil aku
Della hanya akan menempel padanya, lalu mengajaknya pergi untuk dapat bersenang - senang di luaran bersamanya tanpa hambatan, dan memeras uangnya. Della tidak akan betah berada di rumah ini untuk berlama lama, berbeda dengan Vania yang pembawaannnya jauh lebih tenang, hangat dan penurut, membuat Dendi tak ingin jauh dari wanita yang baru di kenalnya itu. Akhirnya kehadiran Dendi di depan pintu disadari oleh kedua pengasuh bayinya dan mereka menunduk memberi hormat. Menyadari sang baby sitter menatapnya, Dendi dengan instan memberi isyarat menutup mulut. Mereka menatap senyum cerah diwajah majikannya yang nyaris tak pernah terlihat semenjak mereka bekerja disini, dan mereka sengaja tidak berbicara karena Sang majikan memberi kode dengan meletakkan jari telunjuk ke mulut tanda mereka harus menutup mulut. Mereka mengangguk perlahan