Setelah selesai menulis surat di selembar kertas, Vania bangkit berdiri, ia berjalan tertatih menggunakan sandal hotel untuk alas kakinya, sembari membawa Koper berisi uang 5 Miliar di tangannya.
Dengan sangat hati - hati ia menutup pintu kamar, seolah takut di ketahui kepergiannya, meskipun niatnya tidak seperti itu, ia hanya takut Dendi terbangun di tengah istirahatnya dari perjalanan dinas luar kota yang pasti melelahkan, pikirnya. Setelah menutup pintu, Vania terus berjalan dengan kaki pincang, entah mengapa kakinya semakin terasa perih ketika semakin banyak melangkah. Ia berdiri di depan lift menunggu pintu lift terbuka, hingga terdengar bunyi pintu lift terbuka, lalu ia masuk kedalamnya. Karena masih terlalu pagi, sehingga penghuni lift itu hanya dirinya. Vania keluar lift dengan koper di tangannya menuju lobi. &Melihat Adam memejamkan mata pasrah, Verrel tertawa terbahak - bahak. " Siapa orang yang menyewa kita, untuk menyakiti wanita tadi malam?! " Tawa Verrel yang lebih menyeramkan dibanding jurang dengan kedalaman ratusan meter bagi Adam saat ini, nyalinya ciut menghadapi emosi boss besarnya yang tengah tidak stabil meskipun ia telah mengirim seorang artis untuk melayaninya hari ini. Ia mengira - ngira akankah snag artis membuat ulah hingga bossnya marah besar? " Anak buah Vincent tuan, mereka membayar kita 3x lipat dari hutang wanita jalang itu tuan.. " Dengan nada ketakutan Adam menjawab sedikit pede karena ia berfikir telah memberi omset kepada Bossnya itu. Tapi bukannya pujian yang ia peroleh justru ciuman dari gagang pistol yang sudah mengenai kepalanya hingga darah mengalir dari kepala itu. D
Tak menunggu hingga 2 kali perintah, merekapun bergegas ke dapur dimana beberapa asisten rumah tangga tampak tengah sibuk dengan kegiatan dapur, lalu ia menyampaikan pesan bossnya yang di iringi anggukan sang kepala koki paham permintaan sang boss yang jarang berada di gedung ini. Vania masih tertegun melihat pemandangan yang terjadi di ruangan itu, ia masih berdiri mengingat Adam yang tadi berjalan dengan di papah oleh perawat. Vania bergidik ngeri membayangkan betapa seramnya situasi dan keadaan di rumah ini, Lamunannya memudar seketika, ia di kejutkan ketika ada sebuah tangan memegangi bahunya sambil berkata " Jangan bengong disana ayo silahkan duduk " Ujar Verrel dengan lembut, suara yang jauh berbeda dari tadi malam. Lalu Verrel duduk di sebelahnya tidak seperti bia
Vania merasa dirinya berada di gurun tandus yang mendapat siraman air es di teriknya mentari kala Verrel memperlakukannya bak seorang istri. Tubuhnya menegang ketika Verrel terus menciuminya dari ujung rambut sampai ujung kaki, angannya melambung tinggi menggapai surga kenikmatan disaat Verrel menindih tubuhnya dengan perlahan. Tak kuasa menahan, ia mendesis menikmati hujaman rudal perkasa milik pria tampan yang terus memaju mundurkan tubuhnya, semakin lama semakin menambah kecepatan seiring jarum jam bergerak. Tak ingin hanya menjadi penikmat surga dunia, Vania menarik tubuh Verrel dan meminta untuk bertukar posisi, menciptakan surga bagi pasangan pria nya saat ini, aksinya ini membuat pria itu tersenyum senang. Verrel menikmati sentuhan demi sentuhan yang menggetarkan hati, hingga ia merasa hatinya hampir meledak, menikmati kuluman lidah Vania y
" Sudah, jangan nakal, ikutin saja kata kataku, aku tak akan menyakiti mu " Bisik Verrel mesra seraya mencium telinga Vania yang membuat Vania makin membenci dirinya " Aku harus segera bekerja aku sudah sangat terlambat ku mohon " Pinta Vania kepada Verrel dan mendengar itu Verrel pun mengabulkannya " Baiklah tapi sebelum bekerja kita harus makan dulu kasihan pelayan tua yang sudah susah payah memasakkan untukmu " Ujar Verrel menyebut nama pelayan Itu Vania sontak teringat kemarin kepala nya pusing setelah minum pemberian sang pelayan tua itu. " Apakah kamu memasukkan sesuatu di minumanku semalam? Karena kemarin setelah aku meminumnya aku merasa pusing dan tidak ingat apapun " Tanya Vania ketus. " Ternyata kamu lucu juga sayang.. kemarin kita memulai semua be
Tapi, apaa.!? Ia harus menelan pil kekecewaan, dan kali ini lebih pahit, harapannya pupus, setelah ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Vania turun dari mobil mewah seorang pria yang lebih muda darinya dan memiliki wajah yang tampan bak model papan atas, dengan kulit terawat dan tubuh atletis, sangat menjadi idaman para wanita dengan postur tubuhnya yang tinggi. Otaknya langsung berfikir kotor, ketika melihat pria itu tampak akrab dengan mengagndeng tangan Vania, tatapaj pria itu menyiratkan rasa cinta yang dalam terhadap Vania. Pertanyaan demi pertanyaan terus melintas mengisi penuh seluruh rongga otaknya, ia tidak terima dengan perlakuan Vania yang seolah memanfaatkan dirinya, dan meninggalkan dirinya begitu saja pagi - pagi buta, lalu pagi ini ia melihat Vania dengan pria lain, darimanakah mereka? Akan kah Vania bermalam bersama pria muda nan tampan itu semalam suntuk? Pikirannya melayan
Mereka menikmati makanan hasil masakan Vania, dengan senda gurau melepas rindu seolah sudah sangat lama tak bersua, padahal baru semalam mereka bertemu. Dendi dengan kemarahannya Karena tidak mengetahui yang terjadi sebenarnya. Vania beranjak untuk membungkus Pure labu untuk Cameella, dan disaat itu ponsel milik Dendi berdering, perlahan ia merogoh saki celananya dan melihat siapa gerangan yang menghubunginya, terlihat di layar kaca. *Dela memanggil* Dendi mengabaikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke kantong celana, ia mengalihkan pandangannya, menatap Vania yang sudah selesai menata makanan untuk dibawa olehnya, senyum mengembang menghiasi wajah tampannya. " Nih, dah siap, moga baby Cameella suka yah, oh ya mas, kenapa kamu ga angkat telpon mas? bukannya tadi berdering, siapa tau penting loh.. " Ujar Vania seraya menyodork
Perjalanan panjang Della akhirnya sampai disebuah gedung yang di kelilingi pepohonan, sekilas gedung itu terlihat lebih mirip seperti sebuah gudang. Della memasuki gedung itu dengan santai, terlihat pria - pria berbadan kekar menunduk hormat ketika melihatnya memasuki gedung itu. Ia terus melangkahkan kaki menuju ruang kerja di gedung tersebut, tapi tak mendapati orang yang ia cari disana, dengan amarah yang memuncak di ubun - ubun, ia melanjutkan langkahnya dengan menaiki tangga menuju kamar. Kamar tersebut tertutup rapat, terdapat dua orang pria berbada tinggi melerainya untuk masuk, tapi Della tak menghiraukan permintaan penjaga kamar itu, dengan kasar ia membuka pintu kamar, bola matanya terbelalak lebar melihat pemandangan yang membuatnya semakin tersulut amarahnya. ia mendapati pria itu tengah menikmati cumbuan wanita cantik, sang pria sontak ter
Vania langsung melirik jam yang ada di tangannya, mendadak ia berkeringat dingin menghadapi situasi ini. Ia berfikir keras bagaimana caranya ia berpamitan dengan Dendi " Heii kenapa kamu ngelamun?Pesan dari siapa sih? Sebegitu seriusnya kamu Van..” Ucapan yang keluar dari bibir Dendi menyentakkan lamunannya dan Vania menjawab sekenanya. " Ini temen mo kerumahku mas, dia kawatir karna aku ga ngantor tadi, aku balik dulu ya mas, sampe ketemu lagi meella yang cantikkk.... " Ujarnya seraya mencium pipi Cameella dengan gemas dan Dendi yang menyaksikan pemandangan yang sangat ia rindukan. " Kenapa gak suruh kesini aja temenmu itu van..? " Tanya Dendi yang melihat kepanikan diwajah Vania seraya beranjak memanggil baby sitternya&n