Home / Romansa / ANYELIR KUNING / BOLEH AKU MEMELUKMU (2)

Share

BOLEH AKU MEMELUKMU (2)

Author: EthoyRipo
last update Huling Na-update: 2021-09-21 20:28:59

Cahaya kemerahan benar-benar telah meninggalkan desa, membawa serta kabut yang menyelimuti, meninggalkan bulir-bulir bening di atas helai demi helai daun padi. Telunjuk-ku menyentuhnya, dingin. Sama sepertiku bening di telunjukku ini, hanyalah sisa keindahan yang di tinggalkan.  

Entah sudah berapa lama aku duduk berhamparkan rumput gajah di atas pematang sawah di sisi jalan setapak yang aku lalui. Panas yang semakin menyengat tak kuhiraukan. Ini tak lebih panas dibandingkan kalimat Fajar. Kilasan masa lalu sedang menguasai pikiranku. Aku dibuang, aku ditinggalkan, aku yang diduakan, aku dan keluargaku yang dilempari kotoran pada mukanya, lalu bagaimana bisa Fajar mengatakan aku yang jahat?  

Sialnya air mataku tak mau bekerja sama. Aliran bening merembes dari sana, berpacu sama lajunya dengan cairan bening yang keluar dari hidung. Ini memalukan, tapi sekali ini saja aku ingin menjadi Aling yang berantakan. Desa ini dan kenangan di dalamnya tak mampu membuatku tetap menjadi Aling si wanita kota yang tahan banting dan tegar. Aku beruntung, pohon pisang di belakangku melindungi dari kemungkinan tatapan aneh warga yang kebetulan memergokiku menangis.

Setengah jam setelah menangis, saku gamisku bergetar, pada layar handphone terpampang nama mas Sayhan. "Assalamualaikum rekan kerja, calon ibu anak-anaknya Mas Sayhan." Aku terbahak mendengar suara mas Sayhan. Sedihku seketika hilang, walau serak akibat menangis tidak sepenuhnya dapat ku-enyahkanan.

"Udah di kantor, Mas?" tanyaku menarik-narik kecil daun rumput gajah di sampingku.

Suara dengusan kesal yang dibuat-buat terdengar di seberang sana. "Jawab salamnya, Ling," protesnya. "Padahal selain hukumnya wajib, salam juga salah satu tanda cinta, Ling."

Aku tersenyum. "Masa? Siapa yang bilang? Pak ustad Sayhan Subroto?" Aku terkekeh geli.

"Ada dalilnya, Ling. Khutbah jumat kemarin materinya itu. Tidak akan masuk surga umat muslim, sebelum ia beriman. Dan tidak di katakan beriman sebelum saling mencintai. Tau nggak, Ling cinta yang di maksud oleh hadist teraebut seperti apa?" Aku yakin di sana ia sedang memasang mimik serius.

Aku mengeleng seakan ia bisa melihatku. "Adalah saling menebar salam antar sesama muslim, Ling. Ada doa yang terkandung di dalamnya" lanjutnya.  

Aku terkekeh, "iya, iya. Maafin, yah," sesalku.

"Jadi?" tanyanya.

"Apa?" Keningku berkerut bingung.

"Jawab salamnya, dong." Ia memaksa.

"Waalaikumsalam, Mas." Aku mengalah.

"Gitu aja?" tanyanya.

Kembali terkekeh, aku paham maunya. "Waalaikumsalam, Mas Sayhan yang baik hati." Kemudian terdengar tawa bahagia di sana. Aku tau mas Sayhan sedang berusaha mengalihkan kegugupanku sebelum bertemu mamak dan kakak-kakakku.  

"Toko aman, Mas?" tanyaku.

"Aman, Ling," jawabnya.

"Yang kemarin kayak apa, Mas?" tanyanku lagi.

"Aman. Tenang aja. Insyaallah calon imam-mu ini selalu dalam perlindungan dan pertolongan Allah. Masalah kemarin sudah hampir selesai, jangan khawatir secepatnya Mas mu ini akan menyusul kesana." Ia menenangkanku.

"Mas...."

"Kenapa, Ling?"

"Walaupun tidak mendapatkan restu dari keluargaku, bisakah Mas tetap menikahiku?" Entah pikiran apa yang merasukiku.

"Ada apa, Ling? Apa ada yang menggangu pikirianmu, kenapa tiba-tiba begini?" Nada suara mas Sayhan khawatir. "Dan suaramu itu, kenapa menjadi serak, kau menangis? Ada apa, Ling?"

Setelah bertanya panggilan telepon berubah menjadi panggilan video. Aku ragu menggeser tombol hijau itu tapi aku juga tidak mungkin menekan tombol merah. Mas Sayhan akan semakin cemas di sana.

Raut wajah gelisah menyambutku. "Kau takut, keluargamu tak menyukaiku?"

Aku mengeleng.

"Lalu? Sebentar...kau menangis? Hm, maksudku habis menangis? Matamu bengkak, Ling. Kamu sedang tidak menyembunyikan sesuatu darikukan?" suaranya naik satu oktaf. Salah satu rekan kerjanya yang tertangkap layar bertanya dengan menaikan kedua alis, yang dijawab mas Sayhan dengan gelengan kepala.

Aku tidak mungkin mengatakan bahwa aku bertemu mantan suamiku dan semalam tidur dalam atap yang sama. Jika mengetahui itu aku yakin empat jam dari sekarang dia akan berdiri di depanku, mengenggam tanganku erat lalu menyeret diriku ke penghulu. Mas Sayhan sangat posesif terhadapku.

"Tidak, Mas." Hanya teringat Bapak, bohongku.  "Kau yakin, Ling?" ragunya. Anak-anak rambutnya berjatuhan di jidat.

 "Yakin, Mas. Jadi kapan Mas Sayhan ke sini?" Aku mengalihkan pembicaraan.

 Ia menyugar rambutnya kebelakang, Ah tampannya. "Secepatnya, kamu kangen?"

 "Sepertinya," jawabku singkat.

 "Mau aku kirimkan foto selfie-ku?" Alisnya naik turun menggodaku.

 "Tidak, terimakasih." Aku mencebik, tawanya pecah di ujung sana. Aku suka melihat mas Sayhan tertawa. Matanya akan menyipit bahkan terkadang hilang. Mungkin karena dia keturunan suku Dayak Kenya sehingga memiliki kulit putih bersih dan mata yang sipit hampir mirip dengan orang cina.

 "Khhmm."

 Deheman seseorang refleks membuatku menoleh. Genggaman pada telepon seluler mengetat melihat Yusuf berdiri enam meter di belakangku, tepat di sisi jalan setapak yang tidak terlindung rimbun pohon pisang.

 Mas Sayhan bertanya siapa suara pria barusan. Aku mengatakan padanya bukan siapa-siapa dan dia tidak perlu khawatir. Setelah itu aku memintanya menyudahi telepon dan dia menurut.

 "Sudah jam sebelas, dan belum ada sedikitpun yang masuk dalam perutmu." Ia membuka suara. Bajunya sudah berganti, kaus oblong putih dipadukan celana jins hitam selutut. Rambut ia sisir rapi kebelakang. Sejujurnya penampilannya oke, jika sorot lelah matanya tidak tampak.

 Aku memilih acuh membuang pandangan pada hamparan padi yang sebagian telah menguning. Hening, hanya ada desau angin dan suara gemerincing kalung kerbau yang terdengar.

 "Aku akan ke kota membeli bahan makanan yang habis. Mau menitip sesuatu?" senyumnya sumringah seakan tadi pagi aku tak menebas habis harga dirinya.

 "Aku lebih baik mati kelaparan," gumanku lirih sangat lirih tapi aku yakin dia mendengarnya karena raut kaget di wajahnya sempat tertangkap ekor mataku.

 "Benci yang berlebihan bisa berubah menjadi cinta yang memabukkan. Pernah mendengar itu?" senyumnya lagi.

 "Jangan terlalu banyak melihat sinetron, Bapak Yusuf. Kau tidak pantas, umurmu sudah terlalu tua untuk melakukan hal itu." Senyumku sinis meremehkan dia.

 Ia menyeret tungkainya mendekat. "Boleh aku memelukmu, Aling?" tanyanya penuh harap.

 Aku menoleh padanya tak percaya. Apa otaknya tergeser? Kepercaya dirian dari mana yang menghampirinya, beraninya ia meminta hal itu padaku. "Bangun dari tidurmu!" desisku di depan wajahnya, menghentakkan kaki lalu menjauh.

 Aku tidak tahu bagaimana ekspresinya, aku hanya mendengar ia tertawa. Sial

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ANYELIR KUNING   MATI SATU KALI ( 2 )

    "Berantem?" Kak Alfi menjatuhkan pantatnya pada susunan bambu bulat yang mejadi lantai dari gubuk tempatku melarikan diri setelah cekcok bersama Yusuf."Hm." Dia pura-pura bertanya, padahal tadi jelas dia melihat kami berkelahi."Mau cerita?" Aku menggeleng. Buat apa? Ujung-ujungnya aku juga di paksa mengalah."Kakak?""Apa?" tanyaku menoleh bingung."Yang cerita.""Kalau mau, silahkan. Tapi tidak janji setelah bercerita akan memberikan apresiasi melalui uang banyak. Adikmu pengangguran sekarang. Ceritalah. Tapi gratis," usahaku membangun obrolan sangat payah.Kak Alfi tertawa."Kakak tidak tahu, apa cerita ini sudah ada yang sampaikan padamu, Dek atau belum. Kakak hanya ingin menceritakan menurut versi Kakak." Kak Alfi menoleh tersenyum meminta pemakluman. Aku balas menarik sudut bibir sebagai tanda mempersilahkan."Kebun dan rumah kita dulu tergadai, Dek!" Netraku melebar. Kaget. "Penyakit Mamak butuh uang besar.

  • ANYELIR KUNING   MATI SATU KALI ( 1 )

    Sabar kuhampar tak ujung.Bencinya kutelan bagai bara merapi.Harga diri kutunduk serendah maunya.Harapku di akhir cerita kembali dapati hatinya.Sial...Dia memintaku mati.________________________________Menghilangkannya demiku.Menghilangkannya demiku.Menghilangkannya demiku.Kamu tega?Kamu tega?Kamu tega?Isi chat terakhir dari mas Sayhan menari di benakku. Aku mencibir pertanyaannya 'apa aku tega'? Hah, tentu saja! Aku tidak menginginkan bayi ini. Kalau menyingkirkannya dia mau menerimaku, akan kulakukan.Cinta butuh bukti bukan? Akan kubuktikan!Sepertinya aku benar-benar gila. Nuraniku sungguh habis tergilas kesumat bertahun. Bagaimana mungkin bibirku melengkung ke atas membayangkan hancur Yusuf saat kujatuhkan anaknya dari rahimku. Yusuf akan mati. Pasti dia mati!Deheman seseorang menarik kembali dari liar imajinasi. Sosok dalam pikiran muncul. Alis naik sebelah, heran melihat senyumk

  • ANYELIR KUNING   TERLARANG DICINTAI ( 2 )

    Seminggu sudah aku di Redan. Sehari pertama yang kulakukan hanya mengamuk dan mengamuk. Langit sampai diungsikan ke rumah kak Alfi karena dikhawatirkan psikis-nya terganggu.Bagaimana tidak. Belum dua puluh empat jam aku di kampung ini. Kak Syahrin telah mengumpulkan para tetua adat di rumah mamak. Dihadapan seluruh keluargaku, kak Syahrin meminta Yusuf mengucapkan kata rujuk.Sama halnya ketika belahan jiwa kak Syahrin itu melafalkan kalimat kabul hampir empat bulan lepas. Enam hari lalu, lahir batinku juga terguncang maha dahsyat. Bahkan jauh lebih hebat, karena saat barisan kata yang keluar dari mulut Yusuf sampai di penghujung. Bersamaan dengan itu tubuhku kehilangan separuh fungsinya. Aku pingsan.Begitu sadar, aku langsung melompati yusuf. Kembali mengamuk. Kabar gembiranya, waktu itu aku beruntung bisa meninggalkan luka di wajah suami baruku. Lukisan kuku-ku menghias indah pipinya. Jangam lupakan hidungnya yang terkena tinjuku. Darah merah merembes dari s

  • ANYELIR KUNING   TERLARANG DI CINTAI

    "Capek?" Yusuf bertanya dari balik kemudi. "Kita bisa istirahat sebentar kalau mau. Bagaimana?"Seseorang menyentuh pundakku yang menghadap jendela. "Punggungmu sakit?" Istri kak Min bertanya. Aku menggeleng. "Lapar?" Kembali kepala bergerak kekanan dan kekiri. "Istirahat sebentar yah? Kita perlu magriban dan makan malam."Kenapa mereka bertanya padaku? Kenapa seolah-olah mereka mencari apapun yang membuatku nyaman. Aku tidak suka. Seharusnya lakukan saja apa kehendak mereka. Berpura-pura baik padaku tidak akan meruntuhkan secuil saja benciku pada keputusan egois mereka.Lagipula aku masih meratapi nasib karirku. Masih menangisi perjalanan kisah cinta kandasku. Apa mereka tidak bisa memberi sedikit saja ruang agar berpikir? Apa mata mereka buta untuk melihat keping-keping jantungku berserakan bersama bulir darah meranaku. Kenapa mereka menjadi sangat kejam. Kenapa?Minggu ba'da Azhar kami meninggalkan Samarinda. Dadaku menyempit menyaksikan kontrakan yang k

  • ANYELIR KUNING   PILU TAK BERJUDUL ( 2 )

    Aku sedang termangu menatap Yusuf dan kak Min memasukkan pakaian-pakaianku dalam tas juga koper.Sedari tadi mereka hilir-mudik menggeledah isi kontrakan ini demi mencari apa lagi kebutuhan yang akan aku bawa dan sekiranya bakal aku perlukan saat di Redan nanti.Hari ini terhitung satu minggu aku keluar rumah sakit, dan selama itu pula, tak sekalipun aku bertemu mas Sayhan.Sudah berkali bahkan tidak terhitung berapa jumlahnya jemari menekan tombol memanggil pada ponsel. Nihil, mas Sayhan tak bisa kuhubungi. Nomornya selalu di luar jangkauan,SMSdanchatku tak terkirim.Setiap hari aku menanyakan keberadaannya pada Niko, meneror mantan bawahanku itu melalui handphone layaknya rentenir menagih utang. Namun, semua orang bungkam, tidak hanya Niko, Ditha yang kuanggap keluargapun mengunci bibir rapat.Aku gelisah, setiap waktu terlewati dengan was-was. Otakku buntu untuk berpikir, belum lagi mual bawaan anak Yusuf di perut semakin membu

  • ANYELIR KUNING   PILU TAK BERJUDUL ( 1 )

    Kemarin, beberapa ribu jam yang laluKetika hujan masih asin dan air mata masih darahMenjelang dini hari di tepian mahakamMohonnya, tinggalkan lebam biru masalaluPilih dia, kemudian pelangi tanpa suram janji ia persembahkan.Lalu sekarang.... Siapa yang meninggalkan siapa?__________________________Jam menunjukkan pukul 20.00 Wita. Di luar hujan lebat, rintiknya keras memukul atap, berdentam sampai ke telinga. Tempias air mesrah mencumbu jendela, titik-titik beningnya ciptakan aliran panjang sebelum luruh menyentuh ubin.Suara TV dengan volume rendah mengisi ruang perawatan. Bau obat-obatan masih kental terhidu. Gorden-gorden coklat yang memanjat tepi jendela melambai lemah terkena angin Air Conditioner. Sesekali terdengar bunyi brankar di dorong melintasi ruangan.Aku sedang memperhatikan sosok di samping. Wajah rupawan pembuat taman hatiku selalu bermekaran jika memandang, kini diselimuti muram durja. Kemeja hitam polos tadi pagi masih meleka

  • ANYELIR KUNING   BUKAN MIMPI

    Deras hujan setelah petirMeluruh bening tak mau hentiHari berlalu, tahun bergulirNanah dan darah mengenang bagai belatiPada hati yang berpura bangkitKetentuan takdir kembali mengujiTuhan percayakan sesuatu yang sulitSeperti menatap kiamat unjuk taji_____________________________Ada macam-macam rasa pada manusia. Sedih, marah, kecewa, senang, bahagia, haru dan masih banyak lainnya. Anehnya dari semua rasa itu, aku tidak tahu yang bergejolak dalam dada saat ini masuk dalam kategori mana.Aku seharusnya senang Yusuf melepasku. Bukankah harapan sejak dia menyakitiku memang memutus tali diantara kami.Tapi, apa ini?Ketimbang bahagia hati justru berdenyut ngilu mendapati fakta bahwa ia tak halal bagiku lagi.Bukan. Bukan karena aku masih mencintai dia. Debar untuknya telah lama padam dan aku tidak berbohong.Yang mengganggu hatiku tak lain, perasaan marah. Marah karena dia kembali mencampakkanku setelah mengamb

  • ANYELIR KUNING   SUREL DARI KAMPUNG

    Senja boleh pergiGerimis bisa menjauhOmbak silahkan surutBiarkan saja ...Nanti pasti mereka kembali.Sepertimu...PergiMenjauhTanpa kabarHilangLalu pulang...Kukira padakuNyatanya bukanKu ingin egoisMerengguhmu kembaliMenjadi milikkuTapi kamu, seolah memilih mati._______________________________Assalamualaikum, wanita yang dirindukan, Langit.Hai ... bagaimana kabarmu? Aku dan yang lainnya baik. Semoga kesehatan dan kasih sayang juga selalu Allah limpahkan padamu.Aku tidak tahu apakah email ini sudi kamu buka atau justru langsung menghapusnya. Besar harapan surat elektronik yang aku tulis tepat saat terhitung dua bulan selepas kepergianmu berkenan di baca. Maaf, karena lancang meminta alamat surel-mu pada Sayhan kekasihmu.Sebanarnya menulis ini membuatku seperti orang bodoh. Dibanding merangkai aksara seharusnya berbicara jauh lebih mudah. Tapi kamu tidak member

  • ANYELIR KUNING   EVIL QUEEN DUNIA NYATA

    Mereka bilang percuma berlari,Ujung dunia kelam menanti.Bersihkan saja noda bathin,Maka sejengkal lega menyebar.Namun....Pongah lantang kupujiMenolak tunduk pada kebenaran.Sebab aku adalah busuk kebencian.Khianat di balas khianat,Iblisku nyalakan kembang api._____________________________"Turunlah, minimal seseorang di dalam sana memberi obat. Wajahmu sepucat kapas." Aku membuka mata saat mas Sayhan menyentuh bahu."Aku hanya butuh kita segera sampai di rumah, Mas. Selain itu, aku tak peduli.""Jangan membantah.""Aku tidak membantah, Mas. Kita sampai dan aku akan kembali sehat. Percayalah." Lagipula tidak ada obat untuk hampaku saat ini, dokter manapun belum menemukannya.Aku akan mengatupkan kedua kelopak lagi, ketika satu cengkraman pelan di lengan mengurungkan niat. "Sekali ini saja, turuti aku.Beberapa detik aku menatap wajah di depanku. Tak ada senyum, hanya raut datar. "Mas marah?"

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status