Share

Dia siapa?

Kini Ara dan Winda sedang berada di rumah sakit. Beberapa menit lalu baru saja Meyra masuk di dalam ruangan untuk ditangani dokter

"Kalau ada apa apa yang terjadi pada anak saya, kamu saya hukum," ancam Winda sambil mondar mandir di depan ruangan tempat Meyra diperiksa.

Sedangkan Ara hanya duduk di kursi sambil menunduk. Dia juga tidak tahu kalau Meyra alergi udang, kalaupun dia tahu maka dia akan memisahkan udang dengan sop-nya.

"Dok, gimana keadaan anak saya?" Winda langsung menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangannya.

"Alhamdulillah, anak ibu baik baik saja. Untungnya tadi dia tidak memakan udangnya terlalu banyak sehingga alerginya tidak begitu parah. Nanti saya akan buatkan resepnya, saya permisi dulu," jelas dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Winda dan Ara.

Winda pun segera masuk ke dalam ruangan Meyra. Sedangkan Ara masih terdiam di luar.

"Masuk nggak, ya?" pikir Ara lalu dia memutuskan untuk masuk.

"Udah puas lo bikin gue masuk rumah sakit," sinis Meyra saat Ara mulai memasuki ruang inapnya.

"Emmm, maaf Mey, aku nggak tahu kalau kamu---

"Alaahhh jangan alasan deh. Lo tuh pasti mau bikin gue celaka kan, lagian juga pasti lo tau kalau gue gak bisa makan udang. Mama juga nggak pernah masak udang." Meyra memotong ucapan Ara dan mulai emosi.

"Maaf," lirih Ara pelan.

"Ma, kayaknya dia harus dihukum deh," ucap Meyra lalu tersenyum sinis.

"Hah?" Ara mendongakkan wajahnya.

"Ng, ma. Ara jangan dihukum, Ara minta maaf" lanjutnya.

"Hukum aja, ma. Mama nggak liat, dia udah bikin Meyra kesakitan gini sampai masuk rumah sakit?" bujuk Meyra agak ibunya itu mau menghukum Ara.

"Oke, mama akan hukum Ara supaya kamu itu lebih hati hati lagi. Untung saja Meyra tidak terlalu parah." Winda menyetujui usulan Meyra, sedangkan Meyra tersenyum kemenangan sembari menatap ke arah Ara yang mulai ketakutan.

"Ikut saya." Winda berdiri dari duduknya lalu mulai menarik tangan Ara menuju entah kemana. Ara juga sesekali meringis karena cengkraman Winda yang sangat kuat di tangannya.

Winda membawa Ara menuju ke dalam toilet wanita dan mendorongnya ke dalam sana.

"Ma, mama mau apain Ara" lirih Ara yang hampir menangis.

"Saya mau kasih pelajaran buat kamu," ujarnya singkat, lalu...

Byurrrr

"Hahhh ma...ma mama," ucap Ara gelagapan. Sungguh, air di rumah sakit ini dingin sekali seperti es. Winda terus terusan mengguyur Ara dengan air yang ada di bak mandi hingga habis, lalu meninggalkan Ara begitu saja yang masih gemetar kedinginan di dalam sana.

"Dingiiinnn," ujarnya yang mulai kedinginan.

Bagaimana Ara bisa keluar dengan keadaan basah kuyup seperti ini. Yang ada malah semakin mempermalukan dirinya sendiri.

"Tolongggg," lirih Ara, barangkali didengar oleh seseorang yang berada di toilet itu.

Sudah hampir 20 menit Ara terjebak di dalam kamar mandi tersebut, namun tidak ada satu orang pun yang menolongnya.

Sampai akhirnya Ara memberanikan diri untuk keluar dengan keadaan setengah basah. Ia sudah tidak kuat lagi berada di dalam sana.

Keadaan kamar mandi yang berada di pojok lorong sepertinya yang membuat jarang orang yang berlalu lalang disini.

Bruukk

"Aduhh"

Ara tidak sengaja menabrak seseorang saat sedang berjalan.

"M-maaf," cicit Ara kemudian berlalu dari sana. Namun lengannya ditahan membuat Ara membalikkan badannya sambil menahan hawa dingin yang menusuk badannya.

"Loh, kak Reino?"

Saat ini Ara duduk di kursi, dia sedang menunggu Reino yang katanya akan mengambilkan baju ganti untuknya.

"Ini, pakai." Ara yang sedang menunduk langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Reino yang memberikan paper bag untuk Ara.

Ara tersenyum dan menerimanya dengan senang hati.

"Makasih, kak," ucap nya lalu pergi ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

"Akhh ini basah, gimana aku bisa pakai," gumam Ara saat memegang bra nya yang basah kuyup. Tidak mungkin juga dia masih memakainya, mungkin lebih baik Ara lepas saja.

"Ini juga basahh, gimana dong," gumam Ara lagi ketika melihat celana dalamnya yang juga basah. Tidak mungkin kan Ara harus melepasnya juga dan keluar tidak memakai celana dalam. Apalagi baju yang diberikan Reino sedikit...pendek.

Setelah hampir 10 menit Ara di dalam, kini ia keluar dengan memakai rok pendek sepaha dan kaos putih oversize. Sengaja Ara menggerai rambutnya dan meletakkannya di depan agar tidak terlalu nampak kalau dia tidak memakai bra.

"Eh?"

Ara sedikit terkejut. Dia pikir Reino sudah pergi, ternyata dia masih ada di kursi, sepertinya sedang menunggunya.

"Kak," panggil Ara membuat Reino mendongak.

Reino menatap Ara dari atas sampai bawah dengan tatapan yang sulit diartikan, tapi Ara tidak menyadari hal itu.

"Saya antar pulang." Reino menarik tangan Ara menuju ke parkiran rumah sakit.

"T-tapi kak---

"Lebih baik kamu bersama Reisya dulu," ucap Reino lalu masuk ke dalam mobilnya.

Sebenarnya Ara mau ikut Reino, namun takut kalau mamanya marah dan akan menghukumnya lagi. Sebaiknya dia mengabari mamanya

Mama:

Ma, Ara ke rumah Reisya dulu ya. Ara minta maaf, semoga Meyra cepat sembuh

Ara hanya memperhatikan handphonenya itu. Chat yang ia kirimkan masih centang satu, tumben sekali. Pikirnya

Tin tin

Ah, Ara sampai lupa kalau dia ditunggu Reino. Dengan cepat Ara membuka pintu penumpang di belakang, karena sedikit tidak enak jika duduk di depan bersebelahan dengan Reino.

"Kenapa kamu duduk disitu?" tanya Reino membuat Ara berkerut

"Pindah disini" lanjutnya. Mau tidak mau, Ara turun dan duduk di depan, samping Reino. Sebenarnya agak awkward namun biarlah, toh Reino juga kakak sahabatnya sendiri.

Sesampainya di parkiran rumah, rumah Reisya nampak sepi sekali. Mobil kedua orang tua Reisya pun tidak terlihat.

"Masuk," ujar Reino lalu keluar dari mobil dan diikuti Ara di belakangnya.

Ceklek

Pintu terbuka dan ya, memang keadaan rumah Reisya sangatlah sepi. Apakah tidak ada orang?

"Abaaaanggg," teriak seseorang dari atas.

"Ehh."

"Araaaaaaaaa," teriak Reisya yang baru turun lalu memeluk Ara dengan erat.

"Kangen," rengeknya membuat Ara terkekeh. Padahal terakhir mereka bertemu itu lusa, saat masuk sekolah namun seperti tidak bertemu bertahun tahun saja.

Reino yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas lalu berjalan menuju kamarnya. Dia tidak minat dengan obrolan dua wanita itu dan memilih untuk bermain game di kamarnya.

"Kok kamu bisa bareng sama bang Reino sih?" tanya Reisya ketika mereka sudah berada di kamar. Sekarang mereka sedang berada di kamar Reisya sambil memakan snack dan sedikit bercerita. Rencananya, Reisya akan mengajak Ara untuk ke mall sore ini.

Ara berpikir sejenak. Sebaiknya, dia cerita atau tidak.

"Oh iya, tumben kamu pakai baju pendek? Biasanya pake panjang. Apalagi pake rok sependek ini, bukan Ara banget deh" lanjut Reisya yang membuat Ara bingung.

Melihat raut wajah Ara yang nampak bingung dan sedikit ada beban, Reisya menepuk pundak sahabatnya itu pelan.

"Mau cerita?" tanyanya membuat Ara sedikit mengangguk.

"Jadi...." Ara bercerita kepada Reisya tentang kejadian tadi pagi hingga di rumah sakit. Reisya yang mendengar itu ikut geram sendiri. Ia memeluk Ara erat. Ia tahu apa yang sering dialami Ara akhir akhir ini, dia juga sudah kenal Ara dari kecil, jadi dia tau masalah Ara ini berawal dari mana. Bahkan kehidupan Ara yang dulu dengan yang sekarang sangat jauh berbeda. Bukannya lebih baik malah lebih buruk membuatnya turut sedih ketika mendengar keluh kesah dari Ara.

"Kamu yang kuat ya, aku yakin kamu pasti bisa. Inget kata bunda, kamu jangan jadi anak yang lemah. Kamu harus kuat agar bisa membahagiakan bunda di sana." Reisya menepuk nepuk punggung Ara ketika merasakan Ara mulai terisak. Dirinya pun tidak mampu menahan tangisnya. Sesulit itukah kehidupan sahabatnya ini, semoga kedepannya lebih baik lagi. Semoga.

"Oh iya, aku boleh numpang jemur baju ga? baju aku basah hehehe," ucap Ara sambil cengengesan dan dibalas tawa oleh Reisya.

"Ayo, keburu bau ntar." Reisya menarik tangan Ara untuk turun mengambil baju yang masih berada di mobil Reino.

Hari sudah sore, Ara baru saja terbangun dari tidurnya. Mereka ketiduran tadi setelah menjemur baju milik Ara.

"Rei, Reisya," panggil Ara membuat Reisya menggeliat.

"Apa?" jawab Reisya dengan suara serak khas bangun tidur. Ia duduk sambil mengucek ngucek matanya lalu menoleh ke arah jam dinding.

"Pinjem mukena, aku mau shalat," ujar Ara membuat Reisya mengangguk lalu berdiri dan mengambil mukenanya.

"Gantian ya, mukena aku yang satunya lagi dicuci." Reisya memberikan mukena hitamnya kepada Ara membuat Ara mengangguk dan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

"Abaaaanggg," teriak Reisya membuat Ara menutup telinganya. Teriakan Reisya ini mampu membuat telinganya berdenging.

"Jangan teriak teriak, Sya," peringat Ara membuat Reisya cengengesan.

"Kenapa?" tanya Reino yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Reisya sama Ara mau ngemall dulu. Nanti pulang kok, oke," ucap Reisya izin kepada Reino lalu menarik Ara keluar kamar sebelum mendapat jawaban dari Reino.

"Kak Reino belum jawab loh,"

"Udah, pasti kita diizinin. Ayo, masuk"

Mereka berdua pun menuju ke mall menggunakan mobil Reisya. Reisya ini sudah bisa naik mobil sendiri walaupun masih belum punya SIM atau KTP.

"Sya, nggak takut ditilang polisi?" tanya Ara was-was.

"Nggak akan, aku ini udah pro. Jadi tenang aja nikmati pemandangan," jawab Reisya santai membuat Ara mencebik.

"Pemandangan apaan, pemandangan motor sama mobil yang lewat?" cibir Ara membuat Reisya terkekeh.

"Tau sendiri lah, kita hidup di kota besar, jarang jarang nemuin tempat yang adem kalau nggak di daerah yang agak di pedesaan. Apalagi di jalan raya kayak gini," jelas Reisya membuat Ara mengangguk.

Ara pun hanya diam sambil sesekali melirik ke arah samping.

Setelah 10 menit perjalanan, mereka berdua sudah sampai di mall yang cukup terkenal disana. Mereka pun segera masuk ke dalam untuk sekedar jalan jalan atau jika khilaf mereka akan membeli satu barang.

"Nonton yuk, mau gak?" tawar Reisya membuat Ara mengangguk semangat.

Mereka pun akhirnya menuju ke lantai atas untuk menonton film. Ketika sudah sampai di tempat pemesanan tiket, Ara mengedarkan pandangannya dan tak sengaja melihat Winda dengan........

"Dia siapa?" batin Ara

"Ayo, Ra." Ara menoleh ke arah Reisya lalu mengangguk dan masuk ke dalam bioskop.

Pikiran Ara masih berkecamuk. Siapa orang yang bersama Winda tadi, mereka nampak begitu dekat.

Apa mereka.......

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status