Share

Tidak dihargai

"Eh..kenapa, Ma?"

"Mau kemana kamu?" tanya Winda sinis

"Ara mau ke kamar, emangnya kenapa?" 

"Cepet beresin rumah. Cuci baju juga jangan lupa masak, kita mau shopping dulu," suruh Winda lalu pergi bersama Ameyra

Ara masih terdiam sambil menatap Winda dan Ameyra yang mulai memasuki mobil.

Ara menghela napasnya pelan. Tugas baru di hari pertama liburan. Tidak masalah lah, pikirnya. Ia pun mulai menyapu lantai dari lantai atas sampai teras depan, tak lupa juga mengepel dan menyiram tanaman. Ara sudah seperti asisten rumah tangga saja.

_______________

"Huftttt capek banget," keluh Ara yang baru saja selesai mengerjakan semuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, sebaiknya Ara mandi terlebih dahulu

Selesai mandi, Ara hanya berdiam diri di sofa sambil memakan snack kesukaannya. Rumah terasa sepi sekali, ayah, ibu dan saudara tirinya sedang tidak ada di rumah. Ara juga sudah memasak, takut takut makanannya jadi dingin

"Kok lama banget ya," gumam Ara yang sedari tadi menunggu Winda dan Ameyra datang. Nanti kalau ditinggal tidur takutnya malah marah kan itu namanya cari masalah

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, masih belum ada tanda tanda kedatangan mama dan Meyra. Ara juga sudah mulai bosan sendiri. Ia pun langsung mematikan televisi dan akan naik ke kamar 

Tok tok tok 

Pintu diketuk membuat Ara balik arah dan membuka pintunya

"Minggir minggir."

Ara minggir ke arah samping, banyak sekali belanjaan yang dibawa Mama dan Meyra, habis berapa ya kira kira mereka belanja sebanyak ini

"Heh, kamu!" Winda menunjuk Ara yang sedang bengong memikirkan harga belanjaannya

"Eh, iya ma?" Ara tersadar dari lamunannya lalu menatap sang mama.

"Ambilin itu belanjaan yang ada di teras! Bawa masuk," suruh Winda 

Ara mengangguk lalu keluar dan melihat banyak sekali paper bag di terasnya. Untuk apa mereka belanja sebanyak ini? Pikirnya

"Ma, ini ditaruh mana?" 

"Situ aja," jawab Winda acuh dan masih fokus dengan baju bajunya

Ara memilih untuk duduk kembali di sofa sambil memperhatikan mama dan saudaranya itu

"Ngapain? Mau?" tanya Meyra kepada Ara yang dari tadi memandang paper bag mereka 

"Jangan mimpi deh, udah sana buruan bikinin minum buat kita," suruh Meyra membuat Ara kesal. Dia lelah dari tadi disuruh suruh saja. Sekali ini saja lah Ara menolak. Semoga tidak dimarahi

"Nggak, Ara juga capek dari tadi beres beres rumah," tolak Ara dengan halus. Tidak emosi ataupun berbicara dengan nada tinggi

"Heh Ara. Jangan bantah dong, buruan bikinin," bentak Meyra membuat Ara terkaget. Meyra kenapa?

"Loh kenapa sih? Kan Ara berhak nolak, lagian kan Ara juga mau istirahat," ucap Ara membuat Winda dan Meyra greget 

"Kamu berani bantah, hah?" Winda berdiri lalu menjambak rambut Ara membuat Ara meringis

"A-ampun ma, sakiitt," ringisnya

Winda melepaskan jambakannya dengan kasar. Lalu kembali duduk.

"Jangan main main sama mama," ucap Meyra membuat Ara langsung berjalan menuju dapur untuk membuatkan minuman.

"Araaaaaaa buruaaannn," teriak Meyra dari arah meja makan. Sepertinya mereka akan memakan masakan Ara

"Ini minumnya." Ara meletakkan dua gelas minuman di meja dan langsung disambar oleh Meyra

"Lama banget sih," protesnya lalu meneguk sirup yang dibuat oleh Ara

"Ini makanan kamu yang masak?" tanya Winda sembari menatap makanan yang ada di atas meja. Ada sayur, telur dadar,  dan ayam goreng

"Iya, ma. Cobain deh, walaupun agak dingin, soalnya Ara masaknya udah agak tadi," ucap Ara antusias. Tadi ketika dicoba makanannya sangat enak, tidak terlalu buruk jadi dia berani menyajikannya

"Hueeekkkk." 

Ara kaget ketika Meyra memuntahkan makanannya. Ada apa dengan makanan yang dibuat Ara?

"Loh, Meyra kenapa?" tanya Ara

"Lo masak nggak enak. Asin tau gak. Kalo gini mending gausah disajiin," protesnya.

Praanggg

"Astaghfirullah, Meyra," teriak Ara

Meyra melempar piringnya ke lantai membuat semua makanannya berceceran. Kan mubazir, pikir Ara

"Lagian, kamu masaknya asin banget. Kalau gak bisa masak, nggak usah sok sok an masak deh," omel Winda 

"Ayo, sayang kita ke kamar. Oh iya, jangan lupa beresin belanjaan kita. Kita mau istirahat dulu, capek," ujar Winda lalu menggandeng Meyra menuju ke lantai atas

Ara masih menatap masakannya. Setidak enak itukah masakannya? 

Ara mencoba satu persatu mulai dari sayur, udang, ayam, hingga telur. Namun rasanya pas pas saja, tidak keasinan juga tidak hambar. Tapi kenapa malah dibilang sangat asin sampai dilempar ke lantai begini?

Ara menghela napasnya pelan lalu mulai memunguti nasi yang berceceran di lantai.

Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan Ara baru selesai bersih bersih sisa makanan tadi. Ia menatap makanan yang ada di meja makannya ini. Mau diapakan, ini masih banyak. Lalu Ara berjalan ke arah teras, siapa tau ada pak satpam komplek yang sedang ronda. Dan----tepat

"Pak satpam," panggil Ara membuat pak satpam itu menoleh dan menghampiri Ara.

"Iya, kenapa non?" ucap Pak Agus, satpam tersebut dengan sopan. Dia tau siapa gadis ini, anak dari seorang pebisnis kaya raya yang sudah sangat terkenal

"Bapak udah makan belum?" tanya Ara.

"Waduhh, kalau malam ini belum non, emangnya kenapa ya?" 

"Kalau saya kasih bapak makanan, kira kira bapak mau nggak?" tawar Ara membuat pak Agus berbinar

"Wahh mau banget non. Dengan senang hati,"

 ujarnya

"Yaudah tunggu bentar ya, pak. Ara ambil." Ara membuka pagarnya lebar lebar lalu masuk untuk mengambil makanan yang masih ada.

Saat sedang mengemasi makanannya, Meyra turun dari lantai dua sambil membawa gelas

"Mau diapain tuh makanan?" tanya Meyra karena penasaran

"Buat pak satpam depan."

"Cihh, sok baik," cibir Meyra kemudian kembali ke kamarnya. Sedangkan Ara geleng geleng kepala saja, tidak peduli. Yang penting dia ikhlas. Lagian sayang juga makanannya, dibuang juga pasti mubadzir.

"Pak, ini." Ara baru saja keluar dari rumahnya dan membawa satu tas penuh berisi makanan

"Waduhh banyak banget non," ucap pak Agus.

"Nggak apa apa, pak. Nanti sisanya juga bisa di bawa pulang. Maaf cuman ada lauk itu aja, heheeh."

"Wahh nggak apa apa non, ini saja sudah lebih dari cukup. Terima kasih ya, non," ujar pak Agus kepada Ara.

"Iya, pak. Sama sama. Jangan lupa dimakan ya," jawab Ara sembari tersenyum ramah

"Siap, non. Kalau begitu saya permisi," pamit pak Agus lalu kembali melanjutkan rondanya.

___________

"Araaaaaaa." 

Ara yang baru saja selesai shalat langsung kaget. Ada apa sih pagi pagi begini sudah teriak teriak.

"Iya sebentar." 

Dengan cepat Ara melepas mukena yang dia kenakan lalu membuka pintu kamar. Terlihatlah Winda yang sudah berdiri sambil berkacak pinggang.

"Ada apa ma?" tanya Ara karena melihat Winda yang tumben sekali berada di depan kamarnya.

"Cepet, masakin kita," suruh Winda membuat Ara mengerut. Ara disuruh masak, bukannya semalam mereka tidak mau memakan masakan Ara?

"Buruan, deh nggak usah lelet." Winda menarik tangan Ara membuat Ara hampir saja terjatuh jika tidak langsung menyeimbangkan langkahnya.

Sesampainya di dapur, Ara langsung berkutat dengan peralatan yang ada dan mulai memasak makanan yang simpel saja. Apa ya, kira kira?

Setelah hampir 1 jam berkutat dengan peralatan dapur, akhirnya acara masak memasak Ara selesai juga. Ara hanya memasak sup ayam, jamur crispy, dan ayam goreng karena masih ada sisa ayam di kulkas.

"Ma, Meyra, makanannya udah siap" teriak Ara dari bawah. Tak lama kemudian, Winda dan Meyra turun dari lantai dua dan langsung duduk di meja makan.

Mereka pun makan dengan tenang, tak lama kemudian suara Meyra merintih terdengar membuat Winda panik.

"Loh, kamu kenapa sayang?" tanya Winda yang melihat anaknya merintih kesakitan sambil menggaruk tangannya.

"Loh, alergi kamu kambuh?" Winda mulai panik membuat Ara juga ikut panik. Meyra alergi apa?

Winda melirik ke arah piring Meyra membuatnya membelalakkan matanya.

"Kamu masak udang?" bentak Winda kepada Ara

"I-iya ma" 

....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status