Home / Lainnya / ARABELLA / Tidak dihargai

Share

Tidak dihargai

Author: nabilajihan
last update Last Updated: 2021-08-27 18:58:33

"Eh..kenapa, Ma?"

"Mau kemana kamu?" tanya Winda sinis

"Ara mau ke kamar, emangnya kenapa?" 

"Cepet beresin rumah. Cuci baju juga jangan lupa masak, kita mau shopping dulu," suruh Winda lalu pergi bersama Ameyra

Ara masih terdiam sambil menatap Winda dan Ameyra yang mulai memasuki mobil.

Ara menghela napasnya pelan. Tugas baru di hari pertama liburan. Tidak masalah lah, pikirnya. Ia pun mulai menyapu lantai dari lantai atas sampai teras depan, tak lupa juga mengepel dan menyiram tanaman. Ara sudah seperti asisten rumah tangga saja.

_______________

"Huftttt capek banget," keluh Ara yang baru saja selesai mengerjakan semuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, sebaiknya Ara mandi terlebih dahulu

Selesai mandi, Ara hanya berdiam diri di sofa sambil memakan snack kesukaannya. Rumah terasa sepi sekali, ayah, ibu dan saudara tirinya sedang tidak ada di rumah. Ara juga sudah memasak, takut takut makanannya jadi dingin

"Kok lama banget ya," gumam Ara yang sedari tadi menunggu Winda dan Ameyra datang. Nanti kalau ditinggal tidur takutnya malah marah kan itu namanya cari masalah

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, masih belum ada tanda tanda kedatangan mama dan Meyra. Ara juga sudah mulai bosan sendiri. Ia pun langsung mematikan televisi dan akan naik ke kamar 

Tok tok tok 

Pintu diketuk membuat Ara balik arah dan membuka pintunya

"Minggir minggir."

Ara minggir ke arah samping, banyak sekali belanjaan yang dibawa Mama dan Meyra, habis berapa ya kira kira mereka belanja sebanyak ini

"Heh, kamu!" Winda menunjuk Ara yang sedang bengong memikirkan harga belanjaannya

"Eh, iya ma?" Ara tersadar dari lamunannya lalu menatap sang mama.

"Ambilin itu belanjaan yang ada di teras! Bawa masuk," suruh Winda 

Ara mengangguk lalu keluar dan melihat banyak sekali paper bag di terasnya. Untuk apa mereka belanja sebanyak ini? Pikirnya

"Ma, ini ditaruh mana?" 

"Situ aja," jawab Winda acuh dan masih fokus dengan baju bajunya

Ara memilih untuk duduk kembali di sofa sambil memperhatikan mama dan saudaranya itu

"Ngapain? Mau?" tanya Meyra kepada Ara yang dari tadi memandang paper bag mereka 

"Jangan mimpi deh, udah sana buruan bikinin minum buat kita," suruh Meyra membuat Ara kesal. Dia lelah dari tadi disuruh suruh saja. Sekali ini saja lah Ara menolak. Semoga tidak dimarahi

"Nggak, Ara juga capek dari tadi beres beres rumah," tolak Ara dengan halus. Tidak emosi ataupun berbicara dengan nada tinggi

"Heh Ara. Jangan bantah dong, buruan bikinin," bentak Meyra membuat Ara terkaget. Meyra kenapa?

"Loh kenapa sih? Kan Ara berhak nolak, lagian kan Ara juga mau istirahat," ucap Ara membuat Winda dan Meyra greget 

"Kamu berani bantah, hah?" Winda berdiri lalu menjambak rambut Ara membuat Ara meringis

"A-ampun ma, sakiitt," ringisnya

Winda melepaskan jambakannya dengan kasar. Lalu kembali duduk.

"Jangan main main sama mama," ucap Meyra membuat Ara langsung berjalan menuju dapur untuk membuatkan minuman.

"Araaaaaaa buruaaannn," teriak Meyra dari arah meja makan. Sepertinya mereka akan memakan masakan Ara

"Ini minumnya." Ara meletakkan dua gelas minuman di meja dan langsung disambar oleh Meyra

"Lama banget sih," protesnya lalu meneguk sirup yang dibuat oleh Ara

"Ini makanan kamu yang masak?" tanya Winda sembari menatap makanan yang ada di atas meja. Ada sayur, telur dadar,  dan ayam goreng

"Iya, ma. Cobain deh, walaupun agak dingin, soalnya Ara masaknya udah agak tadi," ucap Ara antusias. Tadi ketika dicoba makanannya sangat enak, tidak terlalu buruk jadi dia berani menyajikannya

"Hueeekkkk." 

Ara kaget ketika Meyra memuntahkan makanannya. Ada apa dengan makanan yang dibuat Ara?

"Loh, Meyra kenapa?" tanya Ara

"Lo masak nggak enak. Asin tau gak. Kalo gini mending gausah disajiin," protesnya.

Praanggg

"Astaghfirullah, Meyra," teriak Ara

Meyra melempar piringnya ke lantai membuat semua makanannya berceceran. Kan mubazir, pikir Ara

"Lagian, kamu masaknya asin banget. Kalau gak bisa masak, nggak usah sok sok an masak deh," omel Winda 

"Ayo, sayang kita ke kamar. Oh iya, jangan lupa beresin belanjaan kita. Kita mau istirahat dulu, capek," ujar Winda lalu menggandeng Meyra menuju ke lantai atas

Ara masih menatap masakannya. Setidak enak itukah masakannya? 

Ara mencoba satu persatu mulai dari sayur, udang, ayam, hingga telur. Namun rasanya pas pas saja, tidak keasinan juga tidak hambar. Tapi kenapa malah dibilang sangat asin sampai dilempar ke lantai begini?

Ara menghela napasnya pelan lalu mulai memunguti nasi yang berceceran di lantai.

Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan Ara baru selesai bersih bersih sisa makanan tadi. Ia menatap makanan yang ada di meja makannya ini. Mau diapakan, ini masih banyak. Lalu Ara berjalan ke arah teras, siapa tau ada pak satpam komplek yang sedang ronda. Dan----tepat

"Pak satpam," panggil Ara membuat pak satpam itu menoleh dan menghampiri Ara.

"Iya, kenapa non?" ucap Pak Agus, satpam tersebut dengan sopan. Dia tau siapa gadis ini, anak dari seorang pebisnis kaya raya yang sudah sangat terkenal

"Bapak udah makan belum?" tanya Ara.

"Waduhh, kalau malam ini belum non, emangnya kenapa ya?" 

"Kalau saya kasih bapak makanan, kira kira bapak mau nggak?" tawar Ara membuat pak Agus berbinar

"Wahh mau banget non. Dengan senang hati,"

 ujarnya

"Yaudah tunggu bentar ya, pak. Ara ambil." Ara membuka pagarnya lebar lebar lalu masuk untuk mengambil makanan yang masih ada.

Saat sedang mengemasi makanannya, Meyra turun dari lantai dua sambil membawa gelas

"Mau diapain tuh makanan?" tanya Meyra karena penasaran

"Buat pak satpam depan."

"Cihh, sok baik," cibir Meyra kemudian kembali ke kamarnya. Sedangkan Ara geleng geleng kepala saja, tidak peduli. Yang penting dia ikhlas. Lagian sayang juga makanannya, dibuang juga pasti mubadzir.

"Pak, ini." Ara baru saja keluar dari rumahnya dan membawa satu tas penuh berisi makanan

"Waduhh banyak banget non," ucap pak Agus.

"Nggak apa apa, pak. Nanti sisanya juga bisa di bawa pulang. Maaf cuman ada lauk itu aja, heheeh."

"Wahh nggak apa apa non, ini saja sudah lebih dari cukup. Terima kasih ya, non," ujar pak Agus kepada Ara.

"Iya, pak. Sama sama. Jangan lupa dimakan ya," jawab Ara sembari tersenyum ramah

"Siap, non. Kalau begitu saya permisi," pamit pak Agus lalu kembali melanjutkan rondanya.

___________

"Araaaaaaa." 

Ara yang baru saja selesai shalat langsung kaget. Ada apa sih pagi pagi begini sudah teriak teriak.

"Iya sebentar." 

Dengan cepat Ara melepas mukena yang dia kenakan lalu membuka pintu kamar. Terlihatlah Winda yang sudah berdiri sambil berkacak pinggang.

"Ada apa ma?" tanya Ara karena melihat Winda yang tumben sekali berada di depan kamarnya.

"Cepet, masakin kita," suruh Winda membuat Ara mengerut. Ara disuruh masak, bukannya semalam mereka tidak mau memakan masakan Ara?

"Buruan, deh nggak usah lelet." Winda menarik tangan Ara membuat Ara hampir saja terjatuh jika tidak langsung menyeimbangkan langkahnya.

Sesampainya di dapur, Ara langsung berkutat dengan peralatan yang ada dan mulai memasak makanan yang simpel saja. Apa ya, kira kira?

Setelah hampir 1 jam berkutat dengan peralatan dapur, akhirnya acara masak memasak Ara selesai juga. Ara hanya memasak sup ayam, jamur crispy, dan ayam goreng karena masih ada sisa ayam di kulkas.

"Ma, Meyra, makanannya udah siap" teriak Ara dari bawah. Tak lama kemudian, Winda dan Meyra turun dari lantai dua dan langsung duduk di meja makan.

Mereka pun makan dengan tenang, tak lama kemudian suara Meyra merintih terdengar membuat Winda panik.

"Loh, kamu kenapa sayang?" tanya Winda yang melihat anaknya merintih kesakitan sambil menggaruk tangannya.

"Loh, alergi kamu kambuh?" Winda mulai panik membuat Ara juga ikut panik. Meyra alergi apa?

Winda melirik ke arah piring Meyra membuatnya membelalakkan matanya.

"Kamu masak udang?" bentak Winda kepada Ara

"I-iya ma" 

....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ARABELLA   Nasi goreng spesial

    "Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"

  • ARABELLA   Ibarat pengganggu

    Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula

  • ARABELLA   Semuanya berubah?

    Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka

  • ARABELLA   Ara yang baper

    "Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan

  • ARABELLA   It's okay (Arabella)

    Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.

  • ARABELLA   Orang misterius

    Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status